Raffa
Sejak kejadian aku babak belur karena adu jotos sama bos srigala, mama benar-benar marah padaku. Hukuman ku diperpanjang menjadi sebulan. Dan sudah berjalan 3 minggu lamanya.
Setelah makan malam aku mengumpulkan keberanian untuk bicara pada mama, kebetulan mama sedang bersantai disana.
“Ma, Raffa mau bicara ma.” Ucapku ragu.
“Ehmm...,” jawab mama.
“Ini tentang beasiswa Shanum ma.” Mama mengubah posisi duduknya menghadapku.
“Kenapa?” tanya mama.
“Raffa rasa itu gak adil ma, masa gara-gara foto itu mama cabut beasiswanya ma. Itu murni kecelakaan ma.” Ucapku meyakinkan.
“Keputusan mama tidak bisa diganggu gugat.” Ucap mama.
“Ma, Raffa mohon ma. Raffa bakal lakuin semua perintah mama, Raffa siap kalau harus dihukum hingga ujian, Raffa juga siap kalau mama melarang Raffa keluyuran. Asalkan mama mencabut keputusan mama.” Ucapku. Aku panik, tidak tahu mengatakan apa pada mama.
“Siapa dia? Kenapa kamu segitunya mebela dia?” tanya mama.
Deg, aku gugup. Pertanyaan mama berbobot sekali, membuatku kalang kabut.
“Kenapa diam?” tanya mama.
“Raffa hanya merasa bersalah ma, kecelakaan itu bersama Raffa ma. Dan karna itu semua anak-anak memandang buruk padanya. Raffa sebagai korban juga ma, Raffa gak mau dia kena getahnya seperti ini ma.” Ucapku.
“Murni karna rasa bersalah?” tanya mama
“Karena perasaan juga ma.” Batinku.
“Iya ma, Raffa bakal ngelakuin apapun yang mama minta.” Ucapku lagi.
“Baiklah, mama pegang kata-katamu.” Ucap mama kemudian berlalu.
Aku sedikt lega mendengar ucapan mama, mama benar-benar mengujiku kali ini.
***
Diya bersama kedua sahabatnya berjalan menuju perpustakaan untuk meminjam buku,
“Diya, bisa bantu ibu bawa buku ini ke kelas 11 IPA?” buk Ambar meminta tolong.
“Bisa bu.” Jawab Diya, menyenggol lengan kedua temannya agar ikit bersamanya.
Ia membawa beberapa buku dan mengikuti buk Ambar, sedangkan jedua temannya hanya tertawa melihat dia berjalan bersama buk Ambar.
“Au...,” ia tersandung lantai yang tidak datar. Semua buku berserakan,
“Astagah Diya.” Buk Ambar juga bingung bagaimana cara membantunya. Ia melihat seorang siswa laki-laki. “Satria, bantu ibu menyusun buku yang berserakan ini.” Pinta bu Ambar.
“Diya, ibu duluan ya. Lumayan berat nih bukunya.” Ucap buk Ambar kemudian berlalu.
“Lo baik-baik sajakan?” tanyanya. Yang ditanya hanya mengangguk.
Yang bernama Satria itu membantu Diya menyusun buku-buku yang berserakan, hingga membatu Diya membawa buku menuju kelas.
“Oh ya kenalin gue Satria.” Ucapnya mengacungkan tangan.
“Aku Diya,” ucapnya tak membalas jabat tangan dari Satri.
“Lo kelas berapa?” tanyanya lagi sambul berjalan.
“Aku kelas 12 1PS 1.” Jawabnya singkat.
“Pantas jarang kelihatan, anak IPS ternyata. Gue kelas 12 IPA 4.” Ia memberitahu tanpa ditanya.
“Aku ke kelas dulu ya.” Ucapnya.
“Eh iya, lain kali bisa ngobrol lagi kan.” Ucapannya hanya diangguki oleh Diya.
***
Geng Srigala sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk membuat geng Macan mengalah kepada mereka. salah satunya mencelakakan Diya yang mereka yakini mempunya hubungan khusus dengan Raffa.
“Target sudah turun dari bus.” Sebuah mobil kemudian malju kencang ingin menabrak gadis berseragam SMA yang berjalan dipinggir jalan.
Hari sudah mendung dan rinai membasahi bumi, Diya berlari-lari menuju kostnya untuk mengambil jemurannya. Mobil uang melaju kencang itu tidak melihat sasarannya disana, hingga menabrak tiang listrik.
Seperti biasanya, Diya berangkat dengan bus. Ternyata ada geng Srigala di bus itu. Mereka tidak tahu disana ada Raffa karena mengenakan jaket yang bertopi dan masker.
“Bangs*t, mereka benar-benar menguji kesabaranku.” Batinnya.
Setelah bus berhenti, ia turun duluan berencana menonjok kedua suruhan geng srigala itu ketika mereka turun dari bus. Prediksi Raffa salah, keduanya tetap di bus. Raffa sudah siap-siap menonjok, tapi mereka punya rencana lain.
Diya di dorong dari pintu mobil, Raffa yang masih berdiri menyadari hal itu ingin membantu Diya malah keduanya jatuh bersamaan seperti yang terjadi pada malam ulang tahun Sherly.
“Matanya.” Batinnya pertama kali melihat dengan dekat mata gadis itu, kemudian tidak sadarkan diri.
“Astagah, tolong pak satpam.” Teriak salah seorang siswa.
Setiap orang yang disana menyalahkan Diya karena Raffa pingsan setelah menolongnya. Gosip bngalir secepat air, Diya lagi-lagi menjadi bahan pembicaraan orang satu sekolah.
“Diy, jangan nangis terus dong.” Bujuk kedua sahabatnya.
Satria tiba-tiba nongol membawa cemilan.
“Cengeng juga lo ternyata ya.” Ucapnya, “Nih gue bawain snek buat lo.” Ucapnya. Kedua temannya malah menatap heran padanya, sejak kapan Diya mengenal cowok seperti Satria?.
Berangsur-angsur Diya mulai tenang, mereka bertiga menghiburnya agar tidak menangis lagi.
Disisi lain terlihat Raffa sedang tiduran di ruang UKS.
“Lo kok bisa pingsan sih?” tanya Farid sewot. Ia hanya diam, tak mengerti apa-apa.
“Lebay juga ternyata.” Denis mengeluarkan kata-kata mutiaranya.
“Lo kenapa sih, diam mulu udah ditanyain juga.” Kesal Andrew.
“Gue gak kenapa-kenapa.” Ia beranjak dari tempat tidur, memasang sepatu dan berjalan terburu-buru menuju kelas seseorang.
“Kenapa sih tu anak?” tanya Andrew.
Farid sudah yakin Raffa akan menemui Shanum setelah siuman. Dan ternyata benar, dari kejauhan Farid melihat Raffa menuju kelas IPS. Namun wajah Raffa terlihat berbeda, bukannya bahagia tapi malah muram. Dengan penasarannya, Farid berjalan mendekati kelas IPS 1. Ternyara disana ada Diya bersama kedua sahabatnya dan satu orang laki-laki disana.
“Nyari lawan tuh anak.” Batin Farid. Kemudian berlari menyusul Rafaan ke kelas.
“Jangan bilang lo pingsan gara-gara lihat dia dari jarak dekat.” Farid menebak.
“Maybe.” Jawabnya cuek.
“Lo bakal diam aja gitu? Lo lihat dia sama cowok itu juga kan?”
“Lo ngikutin gue?” tanya Raffa.
“Lo gak bisa jatuh cinta bro, lemah.” Farid sengaja mengejeknya agar semangatnya kembali bangkit.
“Gue lagi mikir, gimana caranya dekatin dia. Tadi geng Srigala yang dorong Shanum, untung gue ada disana.” Ucapnya.
“Apa? mereka masih belum nyerah dengan kekalahan itu?” Farid terpancing.
“Mereka gak bakal nyerah bro, gue juga jenuh kaya gini terus.” Ucapnya frustasi.
“Gue bakal bantuin lo dekatin Shanum, lo tenang aja.” Farid menepuk pundaknya.
***
“Bagaimana kejadiannya?” tanya si bos.
“Ada yang mendorong Shanum dari pintu bus dan Raffa membantunya.”
“Anak itu selalu jadi pahlawan.”
“Sepertinya Raffa selalu ada saat Shanum ada masalah boss.”
“Berikan informasi perkembangannya.”
“Siap bos, dilaksanakan.”
***
Semakin hari Diya dan sahabatnya dekat dengan Satria, bahkan Satri menjadi pembelanya ketika geng girls famous melabrak Diya. Sedangkan Raffa hanya diam dengan perasaannya.
Raffa benar-benar kalut dengan perasaannya, disisi lain ia ingin dekat dengan Diya namun disisi lain ia tidak Diya ingin kenapa-kenapa.
Lewat foto saja sudah banyak yang mebullynya, bagaimana jika ia benar-benar dekat dengannya.
“Ah, gue pusing.” Ia frustasi. Setelah membasuh wajahnya di kamar mandi ia melihat Satria lewat.
“Heh lo.” Ucapnya.
“Oh ternyata lo yang manggil gue gak sopan gitu.” Satria menghadap sumber suara.
“Apa tujuan lo buat dekatin Shanum?”
“Shanum? Shanum siapa sih maksud lo?”
“Diya.” Jawabnya singkat.
“Apa hubungannya sih ama lo, ya terserah gue dong.” Ucapnya.
“Gue peringatin lo sekali ini saja, jangan dekatin dia lagi. Kalau nggak lo bakal tahu akibatnya.” Ucap Raffa emosi.
“Lo siapa berani larang-larang gue buat dekatin dia, ha?” ucap Satria.
“Dia milik gue sekarang dan esok, lihat apa yang bakal gue lakuin ke elo kalau berani nyentuh dia. Camkan itu baik-baik.” Ucap Raffa penuh emosi.
“PD banget lu ngomong, gak mungkin Diya suka sama cowok yang udah berantakin hari-harinya.” Jawabnya. “Dan satu lagi, dia udah benci sama lo. Karena kehadiran lo hidupnya makin tidak tenang. Lo bukan saingan gue.” Sambungnya kemudian berlalu.
Raffa sadar sejak kejadian jatuh dari mobil seminggu lalu ia belum pernah menemui Diya untuk sekedar bicara walaupun sedikit.
“Apa lo bilang, lo labrak si Satria?” tanya Farid tak percaya.
“Gue Cuma membela perasaan gue.” Jawabnya singkat.
“Membela perasaan atau cemburu?” tanya Farid.
“Gue Cuma gak mau lihat dia dekat sama Satria.” Ia ngeles.
“Kalau dia gue dekatin, gimana?” pancingnya.
“Lo mau jadi saingan gue?” tatapannya begitu tajam ke arah Farid.
“Gue gak nyangka aja, lo berani gitu labrak si Satri. Gimana kalau orang satu sekolah tau perasaan lo? Trus geng sebelah juga tahu, kasian si Shanum.” Ucapnya.
“Aaaah, gue gak kepikiran kesana saking emosinya.” Ia menjambak rambutnya emosi.
“Gue yakin lo bisa mengatasi masalah lo ini, gue bantu lo kok.” Ucap Farid. “Tapi kasih tau anak-anak lain tentang hal ini, supaya mereka juga ikutan jaga Shanum.” Peringatnya.
“Gue belum siap ngasih tahu yang lain.”
“Lo cemen kalau masalah hati, lemah banget. Biasanya uadah kaya macan mau nerkam.” Godanya.
“Cukup lo yang tahu, gue gak mau yang lain pada tau.” Ia beranjak kemudian berlalu.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments