Permintaan Maaf

Astagah, pingsan lagi dia.” Gerutu Farid.

Ia menelpon Raffa tapi tak diangkat. “Sorry Fa, gue selamatin gadis lo dulu.” Batinnya kemudian membopong gadis itu ke teras rumah terdekat.

Ponselnya berbunyi kemudian ia mengangkatnya.

“Dia pingsan, gue gak tau mau ngapain.” Setelah mengucapkan kalimat itu, telpon tiba-tiba mati.

Tidak berapa lama menunggu, sebuah mobil berhenti tepat di hadapannya.

“Gercep juga lo.” Ucapan Farid tidak ditanggapi olehnya.

Ia membawa gadis itu ke klinik tante Andrew.

“Lo gak usah panik gitu, dia bakal baik-baik saja.” Ucap Farid. Masih tak ada jawaban.

“Demamnya tinggi, keluarganya sudah dihubungi?” tanya tante.

“Dia anak kost tante.” Jawab Raffa.

“Kok lo tau?” heran Farid.

“Kalau begitu dirawat disini saja dulu sampai besok, teman-temannya bagaimana?” tanya tante.

“Disini ada pangerannya kok tante.” Goda Farid.

“Benar Raffa?” tanya tante ikut menggodanya.

“Ngaco dia tante.” Kali ini ia agak rileks dari yang tadi.

Ponsel gadis itu berdering menunjukkan nama Devvina. Mereka meminta tante untuk mengangkatnya.

“Pemilik ponsel sedang di klinik, tadi sore pingsan di sekolah.” Karangan yang indah berasal dari Raffa.

“Baik buk dokter, kami segera kesana.” Ucap dari seberang.

“Tante, kalau ada apa-apa kabari Raffa ya tante, jangan kasih tau kalau kami yang batuin dia.” Ucap Raffa.

“Yakin gak mau nunggu sampai dia siuman?” goda tante. Ia hanya tersenyum dan menatap gadis yang terbaring itu sekali lagi

“Mampus, tante juga ikut cara gue.” Ledek Farid.

Keduanya berlalu sebelum teman-temannya datang.

***

“Bagaimana keadaannya?” tanya seseorang

“Dirawat di klinik Delima bos.” Jawabnya.

“Raffa dan Farid yang membawanya.” Ucapnya.

“Bagus, kabari saya bagaimana perkembangannya.” Ucapnya lagi.

“Siap bos.” Telpon terputus.

***

Devina dan Dea telah berada di ruang rawat Diya. Diya sudah meminta mereka untuk pulang tapi keduanya tidak mau meninggalkannya.

“Makan dulu ya Diy, biar cepat sembuh.” Ucap Dea.

“Mau es campur.” Ucapnya. Kedua sahabatnya dibuat menganga.

“Mana ada es campur malam-malam begini Diy.” Jawab Devina.

“Ehehe, bercanda kok.” Ucapnya.

“Ada-ada aja deh Diy, jangan buat kami khawatir dong.” Ucap Dea.

Ponsel Dea berdering, ternyata dari mamanya.

“De, mama mau kesana. Diya mau dibawain apa?” tanya mamanya.

“Diy, mama mau kesini. Kamu mau dibawain apa?” tanya Dea.

“Beli nasi goreng kayaknya enak.” Ucapnya.

“Nasgor kanya ma, jangan lupa lebihin ya ma.” Ucapnya.

“Iya, kala mama lagi baik.” Ucapan mamanya mebuat mereka tertawa.

“Hati-hati ma.” Ucap Dea.

Malam yang panjang bagi mereka, Diya benar-benar tidak mau tidur. Hingga kedua sahabatnya juga memilih untuk tidak tidur demi menemaninya.

“Kalian berangkat saja, nanti pulang sekolah kesini lagi.” Ucap Diya.

“Kkamu serius gapapa ditinggalkan.” Khawatir Dea.

“Iyah, kan ada perawat sama dokternya.” Ucapnya.

Keduanya berlalu ke sekolah berdua, tinggallah ia di ruang rawat sendirian.

***

Raffa

Sepertinya hari ia tidak akan berangkat sekolah, ternyata benar aku melihat kedua sahabatnya kerluar dari mobil hanya berdua.

Fikiranku tak karuan, memikirkan gadis itu terus. Bahkan aku mencari tahu tentangnya lewat Sherly teman sekelasnya ia girls famous yang tidak sombong.

Flash back on

“Sher, gue boleh tanya gak tentang cewek yang gaksengaja jatuh pas ultah lo?” tanya gue lewat chat.

“Oh, itu Shanum Diya Syakira, masa kamu gak kenal sih. Perasaan saat pengumuman juara kelas namanya selalu nongol.” Balas Sherly.

“Gue gak tau sama sekali.”

“Kan udh gue kasih tau nih.”

“Gue mau minta maaf sama dia soal yang malam itu.” Gue beralasan.

“Diya baik kok,” balasnya.

“Ajarin dong gimana caranya.” Bujuk gue.

“Datangi aja kostnya, bilang kalau lo mau minta maaf.”

“Oh dia ngekost.”

“iya, dia anak rantau.”

Masih banyak lagi chat gue sama Sherly tentang dia, semoga Sherly gak curiga gue nanya-nanya gitu.

Flash back off.

***|

Denis bilang kalau geng Srigala menantang gue tentang masalah sore kemaren, kali ini gue harus ladeni karena menyangkut orang yang ada disekitar gue.

“Ternyata pecund*ang.” Ucapnya di depan wajah gue.

“Memilih menyelamatkan diri sendiri daripada menyelamatkan keasihnya sendiri.” Ia memancing emosi gue.

Gue udah bilang, dia bukan kekasih gue.” Bentak gue.

“Gadis itu tidak akan aman sebelum lo menyerahkan diri ke polisi.” Ucapnya.

“Gue gak bakalan nyerah.” Ucap gue santai.

Ia menenju perut gue hingga gue terjatuh. Teman-teman gue udah siap-siap buat melawan.

“Ini masalah lo sama gue, jangan libatkan orang disekitar gue. Kalau lo laki, satu-lawan satu kalau berani.” Gue dipenuhi dengan emosi.

“Lonantangin gue.” Ia menyerang gue dengan tentangannya.

Terjadilah perkelahian satu lawan satu antara kami, rasanya badan gue remuk banget. Wajahnya saat titampar tiba-tiba muncul dibenak gue. Ini saatnya gue balaskan rasa sakit yang ia dpatkan. Gue melakukan perlawanan tanpa ampun hingga ia jatuh pingsan.

Wajah gue udah dipenuhi darah dan gue gak tau lagi apa yang terjadi.

Saat gue sadar, gue lihat teman-teman pada duduk dan diam nungguin gue yang terbaring di ranjang, sepertinya di klinik tante.

“Lo jangan banyak gerak.” Ucap Andrew.

“Gapapa, gue baik-baik saja.” Jawab gue. Kembali menyandarkan kepala ke bantal.

“Gue gak nyangka lo bakal ngalahin tuh si gendut, hebat juga lo ya.” Kali ini Denis membuka pembicaraan.

“Demi dia.” Ucapku kemudian menutup mataku dengan lengan. Mungkin mereka bertanya-tanya siapa dia yang ku maksud. Hanya Farid mungkin yang faham maksudnya.

Aku memikirkan bagaimana caranya untuk meminta maaf padanya, ini semua salahku. Secara tidak langsung menyeretnya masuk ke dalam masalahku.

***

DIYA

Aku sudah pulang dari klinik dan masa pemulihan di kost.

“Diy, di luar ada buk kepsek.” Uca Pina exited.

“Seriusan Pina?” tanyaku cuek.

“Assalamu’alaikum Shanum.” Ucap buk kepsek.

“Wa-wa’alaikumussalam ibuk.” Antara percaya dan tidak melihat buk kepsek ada di kostku, aku khawatir buk kepsek menanyakan kejadian malam itu, apalagi si Raffa kan putranya. Ya Tuhan bantu aku.

Bagaimana keadanmu Shanum?” tanya buk kepsek.

“Alhamdulillaah bu, sudah mendingan.” Ucapku.

“Baguslah kalau begitu, ibuk hanya mau memastikan keadaan sang juara kelas IPS.” Ucapnya.

Pasti buk kepsek ada kepentingan lain kesini, tidak mungkin ingin membesukku saja. Apa yang akan terjadi setelah ini.

Ku lihat Pina sedang menyiapkan minuman, kebetulan Dea sedang keluar membeli makanan.

“Selain untuk membesuk Shanum, ibu kesini untuk menyampaikan sebuah berita penting untuk Shanum.” Ucap buk kepsek.

“Iya buk, kalau boleh tahu apa beritanya ya buk?” tanyaku.

“Begini Shanum, pihak sekolah sudah melihat foto yang virat di sosial media sekolah. Dan memutuskan untuk mencabut beasiswa kamu.” Ucap buk kepsek.

Deg, berita seperti apa ini Ya Allah. Rasanya aku ingin menagis sekencang mungkin saat ini.

“Ibuk berharap Shanum bisa berlapang hati menerima keputusan ini.” Ucap buk kepsek lembut.

Aku berusaha menunjukkan senyum termanisku saat ini.

“Iya buk, Shanum baik-baik saja ko. Semoga ada rezki lain yang lebih bai Allah kirim untuk Shanum.” Ucapku apa adanya.

Tidak berapa lama beliau pamit untuk pulang. Aku menangis sekencang mungkin mengeluarkan sesak yang ku rasa saat ini.

Pina dan Dean bertanya-tanya kenapa aku menangis, aku tetap saja menangis sepuas hatiku. Mereka hanya bisa memandangiku heran,

“Beasiswaku dicabut.” Ucapku singkat.

“Apa?” keduanya bersamaan. Aku hanya mengangguk. Keduanya memelukku tiba-tiba dan ikut menangis bersamaku. Mereka menyemangatiku.

***

RAFFA

Hari ini ia sudah mulai sekolah. Saat jam istirahat ia ditemani kedua sahabatnya di kelas.

Aku dengan segala kekuatan hati berusaha untuk menguatkan diri bicara langsung dengannya.

Shanum, boleh bicara sebentar.” Ucapku kaku.

Tidak ada jawaban dari teman-temannya, ia beranjak dari duduknya.

“Kenapa?” tanyanya saat sudah berada di luar kelas tepatnya dekat pintu.

“Shanum , gue mau minta maaf. Gue udah bawa lo ke masalah gue.” Ucapku perlahan-lahan.

Ia sepertinya tidak paham dengan ucapanku, kalau aku bercerita dari awal ia akan tahu kalau aku mengikutinya.

“Minta maaf soal foto.” Ucapku lagi. Ia tampak tersenyum kaku mendengar penuturanku.

“Kejadian itu real kecelakaan, kamu gak salah.” ucapnya.

“Gue merasa bersalah, karena itu lo jadi bahan pembicaraan anak-anak.” Jawab gue.

“Udah santai aja, gak ada yang mau dibicarain lagi?” tanyanya. Sebenarnya gue masu melatih mental gue, sangguap apa nggak ya gue bicara lama-lama sama nih cewek. Tapi dia malah menyelesaikan pembicaraan.

“Makasih ya.” Ucap gue. Ia berlalu masuk ke kelas dan gue berlalu dengan ketegangan gue.

Gue gak nyangka ternyata temannya manggil gue,

“Gue mau ngomong sama lo.” Ternyata nyalinya besar juga nih.

“Apa?” tanyaku cuek.

“Lo tau, gara-gara foto itu beasiswanya dicabut. Dan gue berharap lo bisa bantuin dia.” Sepertinya gadis ini akan meneteskan air mata.

“Gue usaian.” Ucapku jaim.

Astagah gue gak nyangka kalau mama ngelakuin hal ini sama Shanum. Gue bakal bantu semampu gue.”

***

Bersambung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!