Andini berjalan pelan sambil mengendap endap memasuki ruang dimana ibunya sedang dirawat, ia berharap ibu sudah tidur, agar tak melihat dirinya pulang larut.
Andini sedikit lega setelah mengintip dari kaca, ternyata ibu tertidur pulas.
"Kakak darimana? Kalau ibu melihat kakak memakai baju seperti wanita malam dan pulang se larut ini pasti ibu akan sedih, Kak," cecar Andara dengan suara sedikit dipelankan, khawatir tidur wanita yang amat di sayangi itu akan terganggu.
"Kakak dari rumah ayah, Dek."
"Kenapa kakak kesana? Ingin jadi pengemis?"
"Cukup Dek, apa lagi yang bisa kakak lakukan, kakak ingin tetap kuliah, jika kakak tidak melunasi semua administrasi maka kakak akan di DO dari kampus." Jelas Andini pada Dara.
"Kak, tapi nggak usah ke tempat papa, kakak tau kan bagaimana Mama Ratih memperlakukan kita?" Dara yang tadi terlihat sengit dan marah kini netranya mulai mengembun. "Kakak, bikin kecewa Dara."
"Iya kakak tau, maaf jika telah salah, besok kakak akan usaha yang lainnya agar cepat dapat biaya sekolah dan kemotherapi ibu." kini Andini memeluk Adiknya yang masih kelas tiga SMP. Sambil terus memandangi ibu yang terkulai lemah diatas ranjang serta ditemani oleh selang oksigen menancap di hidungnya.
Tak terasa bulir-bulir kristal jatuh dari kedua pelupuk netra Andini. Sedih rasanya melihat ayah yang tak peduli, tak berdaya karena istri mudanya.
"Kakak, tadi aku bawakan baju ganti, aku pikir kakak tadi berjaga disini, baju siapa yang kakak pakai ini?" Tanya Dara sambil mengurai pelukannya dari tubuh kakaknya.
"Dara taruh di laci."
"Oh, baiklah kakak akan ganti baju dulu." Andini segera mengeluarkan baju ganti dari laci yang ditunjuk Dara, melepas jas harum yang ia kenakan lalu menyimpannya. Oh iya Andini tadi sempat iseng mencium jas itu sebentar sebelum memasukkan ke laci.
"Bagaimana ya rupa pemilik baju ini? kenapa aku menyukai aromanya. Apakah dia pria yang tampan. He he he, Mikir apa sih aku ini."
Begitu tersadar Andini segera memeriksa baju yang dibawakan adiknya, ternyata satu setel baju tidur lengkap, Andini segera membawanya ke kamar mandi. Sampai di kamar mandi Andini melepaskan baju kurang bahan menjijikkan itu lalu membungkus dalam kresek hitam dan segera ingin membuangnya ke dalam tong sampah.
Setiap melihat baju itu, bayangan pria tadi kembali terlintas, pria pemilik tubuh kekar sudah siap menodainya, bayangan itu membuat bulu roma nya bergidik ngeri. untung saja ada malaikat paruh baya yang menolongnya.
"Kak, mau dibawa kemana bajunya?" tanya Dara sambil menggoda, ketika melihat kakaknya menenteng kantong kresek.
"Di buang," celetuk Andini.
"Kenapa nggak dikasihkan si Tika saja," ledeknya lagi. Tika adalah keponakannya yang sedang duduk di bangku kelas satu SD. Rumahnya sebelahan dengan tempat tinggalnya.
"Dasar, bocah tengil, kakak sedih malah digoda saja." Andini mencebikkan bibirnya kesal.
"Ye, sensitif, emang siapa yang suruh pake baju begituan." ujar Dara lagi.
Saat mereka sedang berkelakar ibu menggerjabkan matanya, tangannya tengah berusaha membuka selang oksigen yang menutupi hidungnya.
"Sttt ... "
"Ibu bangun."
"Dara, Kakak kamu sudah pulang? Mana Dia?" tanya ibu dengan suara lirih.
"Sudah Bu, Andini sudah pulang, Andini sekarang ada disini Bu" selesai mengamankan baju tadi, Andini segera duduk di samping ibunya dengan menggeser satu kursi. Kini Andini dan Dara sama- sama duduk disebelah ibu.
"Nak, gimana? Apa ayah kamu bersedia membantu biaya kuliah kalian?" tanya ibu. Wajah pucatnya menunggu Andini memberi penjelasan.
"I-iya bu ayah bersedia," Andini berbohong. Baginya berbohong demi kebaikan
"Syukur Nak, kalau ayah kamu bersedia membantu, jangan lupa katakan pada ayahmu kalau semua ini hutang, jika ibu sudah sehat ibu akan berusaha melunasi semua" kata ibu.
"Ibu, Andin mohon ... jangan mikir macam macam ya? Ibu fokus pada kondisi kesehatan Ibu saja, masalah lainnya biar Andini yang urus. Semua pasti akan menemukan jalan terbaik buat kita." Andini membelai kepala ibu yang tak lagi terdapat rambut, setiap hari helai demi helai sudah rontok dari kepalanya.
"Kamu memang selalu seperti ini, Ndin. Paling pinter buat ibu nggak sedih." ibu bisa tersenyum melihat putri pertamanya begitu pintar memendam masalahnya. sedangkan sudah jelas ia kini sedang bingung
"Ibu sayang kalian, Nak. Ibu ingin kalian menjadi sukses nantinya"
"Iya, Bu. Do'a ibu akan menjadi semangat kami." Andara dan Andini memeluk ibu bersamaan. Senyum terukir dibibir masing- masing di depan ibu. "Ibu, cepat sembuh, ya."
Sebagai Anak sulung Andini merasa ia bertanggung jawab atas kebahagiaan ibu dan adiknya. Andini akan selalu terlihat baik saja di depan mereka, walaupun sering kali ia menangis ketika tengah sendiri.
****
Hari hampir pagi, sang fajar mulai terlihat, Kokok ayam jantan sebagai tanda datangnya fajar tak terdengar tapi deru mesin mobil dan sepeda mulai terdengar. Andini yang baru pulang tengah malam masih tertidur pulas, tak mampu lagi menahan kantuknya. Ia tertidur di kursi sambil duduk, kepalanya bersandar pada ranjang pasien dan lengannya memeluk tubuh ibu.
"Kak bangun, udah pagi, sholat dulu," ujar Andara menggoyangkan tubuh kakaknya.
"Udah pagi ya, Dek. Perasaan kakak baru tidur sebentar." Andini menggeliat pelan sambil mengerjabkan matanya yang masih sangat merah, karena kurang tidur.
"Emang, kakak tadi tidurnya udah pagi. Jadi sebaiknya kakak bangun waktu Subuh ya keburu habis " kata Dara mengingatkan.
Andini menurut, ia akhirnya melawan kantuknya, bangkit dari tidur dan mengambil wudhu dan sholat di mushola yang ada di RS.
Selesai sembahyang Andini bersiap ke pasar untuk berbelanja keperluan yang akan dijual sore nanti. Kalau sudah selesai tinggal diantar pulang, biar nenek Sumi yang meracik bumbu dan merebus kelontongnya.
Andini mengayuh sepedanya menuju pasar, walaupun hari masih pagi buta peluh sudah mulai mengucur deras dari pori- pori kulit putihnya, Hari ini ia membeli keperluan membuat kelontong, seperti daun pisang dan aneka sayuran segar, tak lupa membeli juga bubur untuk sarapan ibu.
Setelah bahan yang dibutuhkan sudah lengkap Andini dengan gegas kembali mengayuh sepedanya ke rumah sakit. Mengantarkan bubur untuk ibu sekalian mengembalikan sepeda Andara.
Andini mengayuh sepeda dengan buru- buru, ia teringat tentang jas tadi malam. Ia secepatnya ingin mengembalikan jas mahal itu, gadis tak punya lelah itu secermat mungkin mengatur waktu agar semua urusan pagi ini bisa selesai.
Namun kemalangan tengah mengintai Andini, mobil mewah dengan kecepatan tinggi menyalakan klakson mendadak dari arah belakang, kalau tak segera menghindar pasti mobil itu sudah menyerempetnya.
Byur ... Andini terjerembab dalam kubangan lumpur di pinggir jalan sisa rintik hujan semalam.
Sayur yang baru saja dibelinya semuanya ikut lompat dalam kubangan, tak terkecuali baju dan wajah Andini.
"Hey berhenti !!. Dasar orang kaya sombong berhenti !!" teriak Andini berusaha bangun sendiri sambil terus memaki .
"Berhenti !!" Andini melempari mobil itu dengan kentang yang ia beli tadi. Si pengendara melihat sepertinya mengerti kemarahan Andini, ia akhirnya menepikan mobilnya.
Melihat mobil mulus itu berhenti Andini segera menyongsongnya sambil tak berhenti memaki.
"Hey orang kaya keluar nggak nie !? Enak aja, setelah mau bikin orang celaka, main kabur, keluar atau ... ?" maki Andini sambil terus mengetuk kaca mobil dengan kasar.
Pintu mobil terbuka. Pemuda si pengendara mobil akhirnya keluar. Sesaat Andini terbengong melihat makhluk berperawakan tinggi tegap, tubuh atletis, rupa tak memiliki cela itu berdiri tepat di depannya. Sayangnya wajah sempurna itu didominasi oleh aura dingin dan sikap arogan terlalu tinggi.
"Atau apa? Emang gadis kampungan, jelek sepertimu apa yang bisa kau lakukan hah ...?" ejeknya pada Andini yang di wajahnya penuh dengan noda percikan lumpur.
Pemuda itu memandang Andini dengan tatapan sinis, ia mengeluarkan beberapa uang tunai dari dalam dompetnya. "Kamu pasti mau minta ganti rugi? Ambil semuanya."
Pria itu melempar segepok uang tepat di dada Andini.
"Sumpah, nggak nyangka ada pria sombong seperti anda ini, yang bisanya cuma menghina orang lain dengan uang yang kalian miliki!" kata Andini nyalang.
"Emang lo mau apalagi kalau bukan uang? Lo pasti mau minta ganti rugi untuk belanjaan kamu yang jatuh itu kan? Apalagi? Udah aku kasih sekalian buat beli sepedanya, kurang ... !!" ujar si pemuda menajamkan pandangannya, kemudian membenarkan kerah baju yang dipakai.
"Cetass." Andini menyentuh pipi mulus pria itu dengan tangan mungilnya.
"Bisa nggak sih orang kaya seperti kalian menghargai orang miskin? Kenapa selalu saja sombong dengan uang yang kalian miliki? Bisa nggak sih kalian minta maaf setelah kesalahan yang kalian perbuat?"
Tatapan Andini semakin nyalang setelah puas memaki. Andini segera meninggalkan Arsena yang masih mematung, memunguti belanjaannya yang masih bagus dan kembali mengayuh sepedanya.
Si pria itu hanya terbengong sambil memegangi pipinya yang memerah bekas sentuhan tangan Andini, tangannya mengepal penuh dendam. Ia sangat malu pada dirinya saat ini, selama hidup banyak wanita yang berlomba ingin mendapat cintanya, atau sekedar berkenalan, memandangnya dengan kekaguman. Namun gadis kampungan tadi beraninya menampar pipinya.
"Yang, ayo buruan masuk!" papa kamu nanti marah, kalau tau kita pulang terlambat" ujar si wanita dari dalam mobil dengan kantuk yang ditahan. Mereka semalam suntuk telah menghabiskan waktu dengan bersenang senang di acara pernikahan temannya.
Arsena dengan wajah kesalnya, segera kembali masuk kedalam mobil, kini ia menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang.
Sumpah, dalam hatinya ia sangat kesal dengan gadis kampungan tadi. Sikapnya yang terlalu berani membuat Arsena ingin membuat perhitungan dengannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 301 Episodes
Comments
Rangga Azura
Bagus andin jangan jd perempuan kemah
Meskipun km miskin tp kamu punya prinsip, jd lah wanita tangguh….👍🏽👍🏽👍🏽👍🏽👍🏽👍🏽👍🏽
2023-06-05
1
Padma Yoni
ye sekarang beci ujung ujung bucin juga kan?yeeee
2022-02-12
0
Abid Nur Rahman
0
2022-01-04
1