Menikahi Gadis Pilihan Papa
...*Awal cerita*...
Andini. Gadis manis yang memiliki lesung pipi dan bulu mata lentik. Gadis itu kini sedang berada di dalam angkot yang pengap dan sesak oleh penumpang yang duduk saling berdesakan. Aroma wangi dan keringat berbaur menjadi satu menciptakan parfum lain yang bikin pusing kepala.
"Stop, di pertigaan, Pak!" Pinta Andini pada sopir angkot.
"Baik Neng." Pak Sopir segera menginjak rem pelan demi mengurangi kecepatan angkotnya.
Sampai di pertigaan, angkot benar-benar berhenti. Gadis itu membenarkan tas slempangnya, bergegas turun dan mengulurkan uang satu lembar 10 ribu kepada Sopir Angkot melalui pintu depan, yang sudah terlihat berkarat serta tanpa kaca.
"Makasih, Neng." ujar sopir angkot sambil menggerakkan kembali laju kendaraannya. Dibalas anggukan oleh Andini.
"Ya tuhan. Semoga kali ini papa bersedia membantu," ujarnya lirih.
Andini melanjutkan langkah kakinya memasuki Perumahan elit di kota Gresik, Disitulah tempat tinggal papa dan mama tirinya. Dulu rumah itu pernah menjadi surga di masa kecilnya. Namun setelah sang ibu sakit-sakitan tak menuai sembuh, papa memilih menikah lagi dengan seorang wanita sehat dan dikaruniai dua anak. laki-laki dan perempuan. Rumah yang pernah menjadi surga itu terpaksa harus ia tinggalkan.
Ibu tak tahan di madu. Ia memilih kembali di kediaman neneknya di kota Suroboyo. Andini pun ikut dengan sang ibu, tinggal di rumah nenek dengan segala keterbatasan ekonomi. Pekerjaan Andini dan nenek sehari hari adalah jualan gado-gado di pinggir jalan dekat pasar ketika hari telah sore, Jika pagi hari Andini harus kuliah. Dan malamnya menjaga ibu yang terbaring lemah di RS. Ibu masih berjuang melawan sakitnya.
Kediaman papanya dan jalan raya hanya berjarak tujuh rumah saja. Andini terus saja berjalan dengan penuh harapan.
Teriknya matahari, dan panasnya aspal hitam di siang ini tak menyurutkan asanya.
Andini mengetuk pintu rumah papa yang tampak sepi. Rumah itu hampir setiap hari tertutup rapat, kabar yang Andini dengar ibu tirinya memang tak begitu akrab dengan para tetangga. ia sangat membenci semua orang yang berani menyebut dirinya seorang pelakor.
Tok! tok! tok!
"Pa ... ! "
Panggil Andini dari luar sambil mengintip dari jendela kaca. Setelah mengetuk pintu berulang kali namun tak mendapatkan sahutan dari dalam.
Andini akhirnya duduk di serambi dekat garasi. Andini melihat ada mobil sport berwarna merah, sepeda motor tangki besar itu juga masih kinclong, semua itu pasti kendaraan baru untuk adik-adiknya.
Andini sama sekali tak iri, namun ia berharap papanya kali ini mau memberi bantuan untuknya. Rasanya bantuan yang ia harapkan jumlahnya tak sebanding dengan semua barang mewah yang ada di garasi ini.
Sang papa akhirnya keluar, papa terkejut melihat putrinya tiba-tiba datang ke rumah, ketika hari sedang panas - panasnya.
"Nak, kamu datang? Ngapain disitu? Ayo masuk, Papa Rindu kamu, Ndin?" Papa memeluk Andini, Papa masih sama selalu hangat pada putri pertamanya. Namun pria itu lemah pada sisi lain, ia tak mampu memberi kebahagiaan untuk Andini karena Istri baru dan kedua anaknya telah mendominasi dirinya dan tentu ATM nya juga.
"Ayo masuk, Ndin. Papa rindu, sudah lama sekali kamu tak pernah kesini, pasti ada yang penting yang ingin kamu sampaikan pada Papa?" ujarnya, rona bahagia tak bisa disembunyikan lagi dari wajahnya yang mulai terlihat guratan-guratan penuaan.
Papa merangkul tubuh Andini, membimbing berjalan mendekati sofa. Mereka berdua kemudian duduk berdampingan. "Kamu pasti haus, biar Papa panggilkan mama, supaya buatkan minuman untukmu."
"Jangan Pa, Andin nggak mau merepotkan." Andini menahan lengan Papanya. Pria itu hanya bisa menurut. Akhirnya ia duduk kembali.
Baru saja Antoni menghempaskan bobotnya di sofa kembali, ternyata sosok Mama sudah muncul dari balik pintu. "Oh, rupanya ada tamu?" ucapannya terdengar begitu sinis. Tanpa melihat wajahnya saja, suara itu sudah bisa diartikan kalau ia sedang tak senang.
"Ma, jaga bicaramu! Andini ini putri kita, bukan tamu." Papa mulai terlihat marah. Sekilas menoleh ke arah Andini. Ia takut putrinya akan kecewa. Baru saja senang putri pertamanya mau berkunjung.
Antoni takut jika sikap Ratih seperti tadi, bisa saja Andini tersinggung dan tak mau lagi menginjakkan kakinya di rumah ini lagi.
"Papa mau marah, kalau mama bilang dia tamu? Dia memang bukan putriku, tapi hanya putrimu. Ngapain coba kesini? Ujung-ujungnya pasti akan minta duit," ceriwis Ratih dengan gaya angkuhnya. Berdiri di belakang sofa yang di duduki Andini sambil berkacak pinggang.
" Stop, Ma ... !" papa mulai marah, Ia melotot pada Istrinya, namun sepertinya sorot mata tajam itu tak membuatnya takut, malah semakin memancing emosinya.
"Apa!? Papa mau marah? Belain terus anak kamu, Mama memang tak pernah ada artinya dalam hidup, Papa."
"Ma, Pa .... Maaf kalau kedatangan Andini hari ini membuat mama tak nyaman. Andini memang lagi butuh uang untuk bayar kuliah, dan Ibu kondisinya semakin lemah, sebaiknya harus dilakukan kemoterapi secara rutin, agar bisa segera sembuh, Pa."
"itu, kan benar Pa!! Duit kan? Kalau tak cari duit, Mama yakin dia juga nggak akan kesini!!" Emosi Ratih semakin berapi api, nada bicaranya melengking seperti orang sedang tercekik.
"Papa ada uang Ndin, tapi jumlahnya tak seberapa, mungkin uang yang akan papa kasih ke kamu sekedar bisa meringankan biaya kuliah saja."
"Apa? Papa sadar donk? Rafa dan Ratna juga butuh uang untuk biaya sekolah, apalagi toko furniture papa sekarang ini lagi sepi.
"Andin lebih membutuhkan, Ma?" potong Papa.
"Tidak!! Sekali tidak! Ya tidak!" Tangannya menggebrak meja. Membuat Andini terlonjak kaget.
"Mama tidak Rela kalau Andini minta uang pada kita, biarkan dia cari dengan caranya sendiri. Dia sudah besar. Andini kamu harus belajar mandiri donk," kata Ratih sambil terus menatap Andini dengan tatapan kebencian.
"Andin ini masih kuliah, Ma, bisa cari uang dimana? Lagian uang yang akan papa kasih ini juga jatah untuknya, dia dan adiknya juga berhak menerima uang dariku, ayahnya." Papa Antoni berbicara dengan nada lembut, berharap Ratih memiliki sedikit nurani di sanubarinya.
"Kalau papa nekat, mama akan pergi, Pa? Mungkin jalan lebih baik kita berpisah, daripada Mama nggak di hargai lagi disini," ancam Ratih sambil membalikkan tubuhnya hendak pergi.
"Tunggu ...!" Pinta Andini. Ternyata Ratih benar benar berhenti, ia penasaran dengan kata yang akan keluar dari bibir anak tirinya ini.
"Papa, jangan bertengkar, Maaf kalau Andini telah banyak merepotkan selama ini" suara Andini pelan, kini ia hendak beranjak dari duduknya, tapi sang papa menahannya.
"Ndin, papa mohon?" Papa terlihat mengiba, ingin Andini untuk tinggal sebentar lagi. Tapi tidak dengan mamanya, Ratih mendesah kesal sambil melengos. Sepertinya kalau Andini segera pergi akan semakin baik untuk ketentraman rumah ini.
"Kalau kamu butuh uang Ndin, mama punya solusi, kamu datang saja ke alamat ini. Nanti mama yang akan menelepon teman mama supaya kasih kamu kerjaan. Mama yakin kamu akan mendapatkan uang banyak seperti yang kamu inginkan." Ratih mengulurkan alamat rumah hasil tulisan tangannya sendiri.
"Apa maksud, Mama? Kamu suruh Andin kerja Apa?" papa mulai curiga.
"Papa tenang saja, Andini akan mendapat banyak uang, kalau mau bekerja di tempat kenalan mama yang satu ini. Dan pasti selanjutnya tak akan kesulitan lagi. Jangan khawatir, mama jamin Andini akan baik saja kerja di sana, karena kerjanya juga tidak berat. Dan Andini pagi nya masih bisa kuliah, kamu coba saja, Ndin." sambil menyodorkan alamat yang ditulis oleh tangannya sendiri ke hadapan Andini.
"Benar yang mama bilang?" papa masih tetap ragu, namun ia yakin istrinya pasti serius memberi Andini pekerjaan, karena ia yakin ini triknya supaya uang bulanannya tak kurang sedikitpun.
"Iya Pa, mama yakin Andini pasti akan betah disana, dia orangnya baik. Banyak yang kerja disana dan jadi sukses." ujar Ratih meyakinkan.
"Ndin, apa kamu setuju saran dari mama kamu?"
"Baiklah Pa, Andini akan mencobanya. Andini pamit dulu, Pa." Andini bangkit dari duduknya, ia mencium tangan Papa Antoni dan Mama Ratih lalu pergi meninggalkan rumah orang tuanya.
"Iya sayang, hati hati ya." Papa menghembuskan nafas beratnya.
Maafin Papa Ndin, semua ini terjadi karena papa, andaikan papa tak mementingkan diri papa sendiri, mungkin kita masih bersama seperti dulu. Kamu tidak menderita seperti sekarang ini. Walaupun kita jauh, papa tetap menyayangimu, Ndin.
Andini meninggalkan rumah dengan langkah gontai, tak terasa sampai di teras ia menitikkan air mata.
Kemana?
Pada siapa lagi ia meminta pertolongan?
Uang kuliah satu tahun belum terbayar. Ada sedikit penghasilannya dari jual gado-gado hanya cukup untuk kebutuhan sehari hari. Sedangkan Kangker ibu tumbuh lagi setelah di operasi dan ini sudah yang ke sekian kali. Bahkan kini ibu berbaring lemah di RS menunggu sebuah keajaiban.
Bulir kristal terus saja berlomba keluar dari sudut netra, Andini mengusap air matanya dengan tisu yang diambil dari dalam tas slempangnya. Tak terasa setelah terus berjalan kini ia sudah sampai di pertigaan tempatnya turun dari angkot tadi.
Andini duduk di bangku bambu, yang terletak di bawah pohon beringin, di tepi jalan. Pundaknya naik turun menahan isak tangis yang memenuhi rongga dada, Beberapa orang yang kebetulan lewat di trotoar menoleh ke arahnya. Diantara mereka ada yang bergumam lirih sesama temannya. Andini tak perduli apa kata mereka tentangnya, yang penting setelah menangis dadanya yang tadi serasa tersumbat bisa sedikit lega.
Andini terus menunggu setelah menyadari angkot yang ditunggu ternyata sudah lewat terakhir jam 3 tadi, akhirnya ia membuka alamat yang ditulis oleh mama tirinya.
Andini membaca alamat bertulis bolpoin warna biru itu, sepertinya keberadaannya ada di tengah kota. Andini segera menghentikan Angkot yang bisa mengantarkannya ke kota. Kebetulan untuk sampai ke kota hanya memakan waktu satu jam saja.
Walaupun hati Andini sendiri tak yakin, mama tirinya benar- benar memberinya jalan keluar dari masalah yang sedang di hadapi. Namun ini satu- satunya harapan yang ada saat ini.
#Readers tercinta jangan lupa tinggalkan like, atau komen bawel kalian. karena satu jempol dan komen kalian semua membangkitkan semangatku untuk terus berkarya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 301 Episodes
Comments
Angga Pratama
Saya juga punya Anak tiri tapi ga gitu banget
2022-07-30
0
Nurdaidah
bpknya andini ga tegas. ooooonnnn
2022-06-29
1
Maria Matota
kaya bagus
2022-05-20
1