Malam semakin larut, Miko yang sudah meneguk ber botol botol anggur kini mulai merancau tak karuan. Pemuda itu menatap Andini dengan tatapan nyalang, layaknya seekor singa lapar yang meminta mangsa. Andini kini terlihat seperti sebongkah daging merah segar yang menggiurkan.
Andini yang mendapati tatapan nyalang pria mabuk itu berusaha menutupi rok mininya dengan hand bag kecil yang dibawanya tadi.
Jari-jarinya berulang kali menyentuh tombol panggil pada nomor handpone Prily. Namun gadis yang pamit keluar sebentar itu sengaja tak menerima panggilan Andini. Ia kini tengah sibuk memberikan pelayanan terbaik untuk pelanggan setianya.
Andini semakin gusar. Kini ia baru menyadari kalau dirinya tengah dijual oleh mama untuk melayani Miko si pemilik tubuh kekar itu.
Andini ber ingsut menjauhkan diri dari Miko, mencari celah untuk keluar kamar durjana ini. Namun Pria yang sudah dikuasai nafsu itu menyadari niatnya, ia mulai menarik kasar lengan Andini, menggendong dengan bringas dan menjatuhkan ke ranjang. Andini yang memiliki bobot ringan dengan mudahnya terhempas begitu saja.
Wajah Andini menjadi merah pucat, tubuhnya menggigil ketakutan, duduk beringsut menjauh, namun semuanya tak dapat menyelamatkan dirinya dari keganasan Miko. Tangan lebar serta jari-jari panjang pria itu mulai ber kesiap ingin menjamahnya.
Dalam kondisi seperti ini Andini tak ingin lemah, saat ini ia tak ingin kehilangan miliknya yang berharga. Andini masih waras, demi uang ia tak mau kehilangan semuanya. Tadinya ia berfikir, pekerjaan terburuknya mungkin akan menjadi bartender dalam semalam bersama Pryli. Namun tidak pada kenyataan.
Andini terus mencari akal, bagaimana caranya ia bisa lolos di malam kelam ini.
Andini melihat bibir Miko terus saja mendekat Aroma alkohol mulai semerbak tercium oleh hidung mbangirnya, tubuh pria itu mulai panas, saking panasnya Miko mulai melucuti baju dan celana hingga menyisakan boxer pendek saja.
Miko terus saja maju dan mendesak Andini. Andini kehilangan ruang gerak karena ia sudah berada di sudut ranjang, diapit oleh dinding pembatas nan kokoh. Ketika tangan si pria hendak menyentuh bukit berharganya spontan kaki Andini menendang alat vital milik Miko
Miko mengerang, me ngaduh dan menggelepar kesakitan, pusaka saktinya, terkena benturan keras ketika sedang tegang tegangnya.
Di kesempatan ini Andini berlari mendekati pintu, untung saja kunci masih menggantung di tempatnya, mempermudah aksinya meloloskan diri.
Sepertinya Tuhan memang bermurah hati. Andini dapat lolos, ia terus berlari sekencang mungkin, melepas high hell dan melempar ke arah sembarang.
Andini berhenti sejenak, mengatur ritme nafasnya ketika menoleh ke segala arah tak ada siapapun.
Rupanya Miko memang tak mengejarnya. Pria itu pasti tengah guling guling merasakan sakit yang mulai menjalar pada tubuhnya. Andini menghembuskan nafasnya dalam-dalam kepalanya ia sandarkan di bawah tiang besar. Andini berucap syukur, ia selamat dari mimpi paling buruk dalam hidupnya.
Tiba- tiba tiga pria berbaju hitam tengah berlari, kepalanya celingukan menelisik setiap sudut, sedang mencari seseorang. Andini tau yang dicari itu pasti dirinya. Karena orang itu tak lain adalah sopir dan bodyguard yang membukakan pintu ketika tiba di hotel tadi.
Andini diam tak bergerak dibawah tiang. Ukuran tiang yang amat besar mampu menyembunyikan tubuh kecilnya. Andini menekan dadanya, khawatir deru nafasnya akan terdengar oleh mereka, ia benar-benar tengah takut tertangkap.
Setelah tiga pria yang mengejarnya menjauh, Andini segera berlari menuju pintu lift. Namun sialnya salah seorang diantara mereka ada yang menangkap bayangan Andini. Andini kembali berlari dan menjadi buronan.
"Cepat ... ! jangan sampai kita kehilangan jejaknya." ujar pria bertubuh paling subur memberi komando pada temannya.
Andini yang mengetahui keberadaannya terancam, ia segera berlari keluar halaman hotel, Andini sudah sampai di jalan raya, ia berharap akan ada orang bermurah hati memberinya tumpangan, dan menyembunyikan dirinya.
Tolong ... ! Tolong saya ... ! Pak ... Tolong saya !
Andini terus melambaikan tangan pada setiap mobil yang lewat. Namun tak ada yang mau menolongnya. Mereka yang ingin menolong pasti berfikir dua kali.
Selain hari sudah tengah malam. Mereka khawatir kalau ini bagian dari modus kejahatan cara baru lagi.
Andini masih terus berusaha menghentikan mobil lewat, Barangkali ada seorang pengemudi yang mau bermurah hati.
"Pak ... Tolong saya pak! Selamatkan hidup saya pak!" Andini nekat menghentikan mobil lamborgini warna silver yang kebetulan berjalan dengan kecepatan tak begitu kencang.
Mobil itu akhirnya menepi, Andini bernafas lega. Melihat pemiliknya adalah seorang bapak berusia sekitar setengah abad, dan yang duduk di depan seorang pria dengan pakaian seragam, dia pasti sopirnya dengan usianya kisaran empat puluh tahunan.
Bapak itu terlihat baik, tampan, berkharisma, Andini merasa dirinya akan aman kalau ikut saja. Bapak itu segera membukakan pintu untuk Andini. "Masuklah cepat, Nak!"
Andini sekilas menoleh kebelakang, ternyata tiga pria itu sudah menemukannya, melihat Andini hendak masuk mobil, pria itu segera mengejar sebisanya, sesekali terdengar mereka mengumpat dan saling menyalahkan.
"Ayo cepat jalan, Don." titahnya pada sopir. Pria itu kemudian memandang sekilas ke arah Andini yang masih ketakutan.
"Jangan takut, kamu sudah aman."
Andini mengangguk, Ia kembali diliputi rasa malu dengan tampilannya. "Maaf Pak, jika baju yang saya pakai ... " ujar Andini tertunduk malu. Andini tak berani memandang pria seusia bapaknya itu.
"Apa yang membuatmu melakukannya ...? Kalau bapak perhatikan, ini bukan dirimu yang sesungguhnya?"
"Andini, terpaksa pak ... "
"Oh, jadi nama kamu Andini?"
"Iya, Pak."
"Nama kamu bagus, kamu juga cantik. Kalau kamu tak nyaman dengan bajumu, kamu bisa pakai jas ini dulu."
Pria itu mengeluarkan satu buah jas hitam dari paper bag, jas itu harum, aromanya khas seperti habis diambil dari laundry.
"Pakai saja itu milik putraku."
"Ta-tapi, Pak ...."
"Nggak apa- apa, pakai aja, Bapak khawatir nanti kamu masuk angin."
"Terima kasih."
"Iya, kamu tinggal dimana? Biar Bapak antarkan?"
"Andini nanti turun saja di depan Rumah Sakit Pak. Kebetulan sudah dekat."
"Oh ... Baiklah."
Pria itu menganggukkan kepalanya, Tanpa banyak bertanya ia sudah paham, pasti gadis ini sedang dalam kesulitan uang, karena seperti ucapnya tadi kalau keluarganya ada yang sakit.
"Don, nanti berhenti di depan rumah sakit ya?"
"Baik, Pak"
Doni, segera menepikan mobilnya di depan gapura rumah sakit. Andini beranjak dari duduknya kemudian turun.
"Pak, terima kasih telah menolong saya?" ujarnya sebelum menutup pintu kembali.
"Iya, sama-sama." Bapak itu sekali lagi hanya tersenyum menunjukkan deretan gigi putihnya.
"Pak, bagaimana caranya saya membalas budi bapak?"
"Kamu besok kembalikan saja jas milik putraku." ujar Johan tersenyum tangannya terulur menyodorkan kartu nama dan alamat kantornya.
Andini juga tersenyum, begitu teringat jas hitam limitied edition itu masih menempel melindungi tubuhnya.
"Baik pak, saya pasti akan datang untuk mengembalikan jas ini."
"Bagus," Bapak Johan itu menunjukkan satu jempolnya.
"Kita jalan lagi Don." perintahnya sekali lagi pada Doni.
Mobil mulai melaju pelan, jalanan semakin sunyi, waktu terus bergulir pelan, udara dingin mulai menjelma menjadi duri yang menusuk kulit, tak terasa sekarang sudah menunjukkan pukul 2 dini hari.
Pak Johan Atmaja, pria kelahiran Malang itu belum pernah pulang se larut ini dari kantor. Berhubung akhir ini sedang ada masalah dengan putranya jadi ia memilih menangani urusan perusahaan sendirian.
"Don, bagaimana menurutmu tentang gadis tadi?"
"Emmm... Kalau menurut saya, Dia sepertinya gadis yang baik. Tapi sepertinya dari keluarga kurang mampu," jawab Doni apa adanya.
"Kenapa pak?" tanya Doni lagi.
"Tidak, cuma tanya saja."
"Saya pikir bapak akan menjadikannya istri ketiga." ujar Doni menggoda. Mata pria itu melirik pada kaca spion. Johan terlihat sedang menyandarkan punggung kepala di jok mobil.
Johan masih diposisi yang sama, tawanya terkekeh membuat doni mengulang kegiatannya memandang kaca spion. "Dua istri saja sudah membuatku pusing Don, emang di usiaku ini apa aku masih pantas menikah lagi?"
"Kalau buat orang kaya seperti bapak, menurut saya sah- sah saja."
"Dia lebih pantas memanggilku Papa, Don." imbuhnya lagi kemudian Johan mengambil hp di sakunya dan menyalakan. Foto putra sulungnya nampak memenuhi layar handpone.
"Kamu bisa aja Don, Menurutmu apa dia pantas bersanding dengan putraku Arsena?"
"Maaf Pak, saya yakin Mas Sena tak akan menyukainya. Kriterianya pasti diatas gadis tadi."
"Oh ... Gitu ya?"
"Iya pak. Mas Sena lebih cocok kalau istrinya seorang Foto Model atau Artis saja, karena selain di tampan dia juga calon pewaris perusahaan terbesar di provinsi ini, Pak"
Mendengar jawaban Doni, entah kenapa pemikirannya tak sependapat. Johan ingin putranya memiliki pendamping seorang wanita sederhana yang bisa menyayanginya tulus tanpa memandang materi.
"Tapi aku tak sependapat dengan kamu Don. Menurutku gadis tadi dia akan menjadi istri yang baik buat putraku.
Johan memiliki dua buah hati dengan istri pertamanya, yaitu Marcelo Arsena Atmaja dan Reina Atmaja. Sedangkan dengan Istri keduanya Memiliki satu putra yaitu Miko Atmaja.
Pak Johan adalah sosok Pengusaha sukses PT Wilmar , terkenal baik hati, ramah serta loyal pada bawahan. Hanya saja ia tak suka jika ada pegawai yang suka bolos dan cari- cari alasan.
Sena mewarisi rupa dan sifat Johan, namun sayangnya saat ini dia mencintai gadis yang tak disukai oleh papanya, yaitu Liliana. Wanita cantik nyaris tak memiliki cela di bagian fisik. Entah dari sisi mana Johan mengkhawatirkan jika Sena suatu hari nanti tak akan bahagia bila bersama Liliana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 301 Episodes
Comments
Atoen Bumz Bums
lakikku kerja di pt. wilmar
2022-07-22
1
Nurul syafirah
ceritanya bagus banget aku suka
2022-05-22
1
Hikmah Araffah
wah wah si Miko ntar ketemu kaget
2022-03-27
1