Pagi yang cerah, namun tak secerah harapan seorang gadis yang berlatar belakang anak jalanan. Siapa lagi kalau bukan Lunika, gadis yang tidak pernah mengetahui asal usulnya. Kehidupan yang ia lewati cukuplah pahit, Lunika harus menjalani kehidupannya bersama seorang ibu janda yang tidak memiliki kerabat. Seorang diri sebatang kara, ibu Ruminah namanya.
Lunika dibesarkan sejak usianya 10 tahun, waktu yang dimana diselamatkannya dari kejaran satpol PP saat merazia anak anak jalanan. Kehidupan Lunika saat masih kecil sebelum bertemu ibu asuhnya hanya mengamen bersama teman temannya, Lunika tinggal bersama seorang pengasuh bersama teman temannya untuk dijadikan alat bantu mencari uang.
"Lunik, jangan banyak melamun. Tidak baik untuk daya pikir kamu, nanti bisa kebablasan loh. Sudah, ayo kita sarapan. Setelah sarapan, kamu antarkan pakaian yang sudah disetrika kepada tuannya." Ucap sang ibu sambil menuangkan air minum digelas.
"Iya, Bu. Sebentar lagi, Lunika mau jemur baju terlebih dahulu. Nanti Lunika nyusul, tidak lama kok, Bu." Jawabnya, kemudian membawa keluar pakaian yang sudah ia cuci.
Setelah selesai melakukan pekerjaannya, Lunika duduk diruang makan yang cukup sempit ruangannya. Namun, tetap terasa nyaman untuk menikmati setiap jam makan.
"Bu, Lunika bosan kerja jadi buruh cuci. Bagaimana kalau Lunika kerja di luaran sana, Bu. Sepertinya gajinya cukup lumayan, selain itu dapat biaya pengobatan ibu." Ujar Lunika meminta pendapat.
"Selesaikan dulu sarapan paginya, nanti kita lanjut obrolannya." Jawab sang ibu yang tidak ingin membahasnya, beliau takut untuk berpisah dengan putrinya.
"Iya deh, Bu." Ucap Lunika, kemudian segera ia menikmati sarapan paginya hanya berdua bersama sang ibu.
Setelah selesai sarapan pagi, Lunika langsung membereskan meja makan dan mencuci piring serta gelas yang kotor.
Kemudian, Lunika mendekati sang ibu yang tengah duduk santai di ruang tamu.
"Ibu, sedang apa?" tanya Lunika, lalu duduk disebelahnya.
"Kamu sudah dewasa, Lun. Apa kamu tidak ingin segera menikah?" jawabnya dan bertanya.
Seketika, Lunika hanya berdiam diri. Ia sendiri sulit untuk menjawab pertanyaan ibunya.
"Kenapa kamu diam? bukankah Arnal sangat dekat denganmu? dia juga lelaki mapan, dan sepertinya sangat perhatian denganmu." Ucap sang ibu.
"Tidak, Bu. Lunika tidak bisa menjalaninya bersama Arnal, kedua orang tuanya tidak menyukai Lunika." Jawab Lunika dengan tatapan sedihnya.
"Kenapa? apakah karena kita orang miskin?" tanya sang ibu penasaran. Lunika hanya mengangguk, ia bingung untuk menjelaskannya.
"Bersabarlah, mungkin akan ada lelaki yang bisa menerima kamu apa adanya. Maafkan ibu yang sudah membuatmu sedih, ibu tidak mengetahuinya. Ibu hanya melihat keakraban kamu dengan Arnal, jadi ibu merasa bahwa kamu sangat cocok dengannya. Tapi, jika yang kamu katakan itu benar, bersabarlah." Ucap sang ibu, kemudian mengusap punggung milik Lunika dengan lembut.
"Kalau begitu, Lunika pamit mau mengantar pakaian yang sudah disetrika ya, Bu. Oh iya, ibu mau makan siang dengan apa? sekalian Lunika mau mampir ke warung makan." Ucap Lunika berpamitan.
"Terserah kamu saja, yang penting jangan boros. Disisihkan untuk tabungan kamu, agar kamu bisa memiliki usaha sendiri." Jawab sang ibu, Lunika mengangguk dan segera pergi untuk mengantar pakaian pada pemiliknya.
Dengan langkah kakinya, Lunika menyusuri lorong lorong jalanan untuk mengantarkan pakaian pada pemiliknya.
"Eh, Lunika. Kenapa kamu tidak mencari pekerjaan lain? lumayan loh gajinya kalau kerja di luaran sana. Dari pada harus menjadi buruh cuci baju, hasilnya nipis." Ucap salah satu tetangganya tengah mengingatkannya.
"Tidak apa apa kok, Bu Arum. Jadi buruh cuci juga sudah cukup dan tidak kekurangan." Jawab Lunika dibarengi senyum.
"Lun, sini aku bantu." Ucap seorang laki laki yang tiba tiba sudah berada didekat Lunika.
"Eh, Arnal. Kamu itu gimana sih, seharusnya kamu itu segera nikahi Lunika. Kasihan, setiap hari harus menjadi buruh cuci." Ucap ibu Arum tanpa rasa takut sedikitpun.
"Iya, Bu Arum. Aku pasti akan segera mmenikahi Lunika, tapi itu semua butuh waktu." Jawab Arnal mencoba meyakinkan.
"Butuh waktu, lama sekali. Dari jaman sekolah sampai usia sudah dewasa, masih juga tidak ada kepastian. Aduh! mendingan kamu cari laki laki lain saja, Lun." Ucap ibu Arum dan pergi begitu saja, berharap omongannya akan mengena di hati Arnal.
"Maaf ya, Lun." Ucap Arnal yang merasa bersalah.
"Maaf kenapa?" tanya Lunika.
"Jika aku belum bisa melamar kamu, aku akan terus berusaha untuk melamar kamu secepatnya." Jawab Arnal mencoba untuk meyakinkan Lunika.
"Tidak perlu kamu meminta maaf, bukankah kita sudah tidak memiliki hubungan apapun. Kamu berhak untuk menerima permintaan kedua orang tua kamu. Aku sudah merelakan kamu, aku tidak lagi berharap padamu. Kalau begitu, jangan ikuti aku. Pekerjaan aku masih banyak, dan aku ingin segera menyelesaikannya." Ucap Lunika, kemudian ia segera pergi meninggalkan Arnal dan segera melanjutkan perjalanannya.
"Lun, tunggu! aku temani kamu." Seru Arnal mengejar Lunika yang setengah berlari.
"Aku tidak lagi mengharapkan kamu, pergilah. Jangan mengikutiku, langkah kita tidak lagi bersama" Ucap Lunika setenang mungkin, meski sebenarnya terasa sakit dan sesak didadanya. Lunika berusaha kuat dan bersabar, meski menyakitkan sekalipun. Arnal pun hanya menatapnya sedih. Ia tidak berani nekad untuk mengejarnya, Arnal sendiri tidak ingin jika Lunika akan mendapat ancaman dari keluarganya. Arnal lebih memilih untuk diam diri sambil menatap punggung Lunika, hingga bayangannya pun menghilang.
Lunika terus berjalan, ia tidak lagi berlari maupun mempercepat langkahnya. Lunika dapat memahami, jika dirinya sudah berkata jangan, maka Arnal tidak akan mengejarnya.
'Lun, aku sangat mencintaimu. Hatiku sakit, jika harus berpisah denganmu. Aku hanya laki laki pecundang, yang tidak mampu memperjuangkan hubungan kita. Maafkan aku, Lun. Jika kedua orang tuaku tidak menginginkan hubungan kita berlanjut di pernikahan, maafkan aku Lun. Aku pikir, kita bisa kabur dan melanjutkan perjalanan hidup kita bersama. Namun kenyatannya, kamu berusaha menjauh dariku.' Batin Arnal dengan perasaan sedihnya.
Sedangkan Lunika, tidak henti hentinya mengusap air matanya. Hingga kedua matanya terlihat sembab akibat buliran air matanya yang sulit untuk dicegahnya.
Disaat dalam keramaian di warung makan, Lunika segera menghapus air matanya. Berharap, tidak ada yang mencurigainya.
"Lunik? kamu Lunika, kan?" sapa seorang perempuan yang tidak asing baginya.
"Iya, aku Lunika. Kamu siapa, ya? aku sedikit lupa. Karena kamu terlihat cantik, aku tidak mengingatnya." Jawab Lunika sambil mengingat ingat.
"Aku Hana, Lun. Ih, kamu ini. Kamu itu lupa atau pura pura lupa sih, Lun?"
"Kamu Hana? yang benar saja, wah ... kamu banyak perubahan sekarang. Sudah semakin cantik saja, sepertinya kamu tambah sukses. Ngomong ngomong kamu kerja dimana, Han?"
"Nanti akan aku ceritakan, sekarang aku akan mentraktir kamu dan ibumu. Nanti kita makan bareng dirumah kamu, aku sudah sangat merindukan ibumu." Ucap Hana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 247 Episodes
Comments
siti homsatun
mudah mudahan Lunika di ajak kerja di tempat Hana bekerja ...
2021-06-14
6
Yunia Afida
lunika jodoh ziko ya
2021-06-14
5