Ketika selesai mengeringkan rambutnya, Zicko memilih duduk bersantai di balkon sambil menghirup udara malam sambil memainkan ponselnya.
"Ah! iya, aku mau meminta Feri untuk menyelidiki siapa perempuan sialan itu. Enak saja, mau aku lupakan begitu saja. Tidak, sepertinya perempuan sialan itu sangat menguntungkan." Ucapnya lirih sambil mengetik pesan untuk Feri.
"Ehem ehem, sudah malam Zick, kenapa kamu belum tidur juga?" tanya sang ibu mengagetkan.
"Eh, Mama. Zicko belum bisa tidur, Ma. Mama sendiri kenapa belum tidur? memangnya papa kemana?" jawab Zicko dan balik bertanya. Lalu, sang ibu duduk disebelah putranya.
"Papa sedang sibuk dengan dunia kerjanya, apa kamu tidak kasihan?" jawab sang ibu sedikit menyindir.
"Gampang kok, Ma. Papa bisa cari seseorang yang dapat dipercaya, beres kok Ma." Ujar Zicko dengan entengnya, tanpa sedikitpun merasa tersindir.
"Zicko, kamu sudah bukan anak remaja lagi. Usia kamu sudah pantas untuk terjun di Kantor. Kamu satu satunya harapan papa dan Mama, tidak ada yang lain. Kamulah penerus selanjutnya, siapa lagi Zick?" ucap sang ibu mencoba mengingatkan putranya.
"Iya deh, iya. Mulai besoknya, Zicko mau terjun di Kantor. Tapi, ada syaratnya." Jawab Zicko memberi syarat.
"Apa syaratnya? katakan saja, sayang."
"Mama dan papa jangan urusin urusan Zicko, itu saja kok Ma." Jawab Zicko sambil menarik nafasnya dalam dan membuangnya kasar.
"Iya, terserah kamu saja. Mama dan papa sama sekali tidak akan ikut campur urusan kamu, jika kamu tidak melakukan kesalahan." Ucap sang ibu.
"Baiklah, Zicko akan menuruti permintaan mama untuk terjun ke Kantor." Jawab Zicko.
"Ehem ehem," suara deheman tengah mengagetkan. Zicko sendiri langsung menoleh kearah sampingnya.
"Papa, ada apa?" tanya Zicko sambil meletakkan ponselnya diatas meja kecil yang ada didepannya. Sang ayah pun ikut duduk disebelah putranya.
"Tidak ada apa apa, Papa hanya sedang senang saja. Akhirnya, kamu mau menuruti permintaan Papa dan Mama. Baiklah, mulai besok kamu akan memulai aktivitasmu di Kantor. Karena kamu adalah satu satunya harapan Mama dan Papa." Jawab sang ayah, kemudian menepuk punggung berkali kali milik putranya dengan pelan.
"Iya, Pa. Zicko hanya ada permintaan, Papa dan Mama tidak perlu ikut campur dengan urusan Zicko." Ucap Zicko yang tidak ingin urusan pribadinya ada yang ikut campur.
"Tenang saja, Papa dan Mama selalu memberi kebebasan untuk kamu. Apapun yang menjadi pilihan kamu, Mama dan Papa tidak ada paksaan untuk kamu. Yang terpenting setiap keputusan kamu dapat dicerna dengan baik, maka Papa dan Mama tidak akan ikut campur dengan urusan kamu." Jawab sang ayah mencoba meyakinkan putranya.
"Baiklah kalau begitu, Zicko mau istirahat." Ucap Zicko, kemudian ia bangkit dari posisi duduknya dan segera kembali masuk kekamar.
Sedangkan kedua orang tuanya menarik nafasnya dan membuangnya dengan lega. Kini, tidak ada lagi beban berat untuk dipikulnya. Harapan yang sempat tertunda, kini mulai berjalan dengan baik.
Setelah itu, kedua orang tua Zicko kembali ke kamarnya untuk istirahat. Vicko yang merasa sangat mengantuk, segera ia memejamkan kedua matanya. Berharap, ia dapat tidur dengan pulas.
Sedangkan di lain tempat, ada sosok perempuan yang sedang sibuk menyelesaikan pekerjaannya.
"Lunik, sudah larut malam. Ayo istirahatlah, kasihan badan kamu kalau kamu sering tidur dilarut malam." Ucap seorang ibu dengan tubuh lemahnya.
"Tidak apa apa kok, Bu. Lunik sudah terbiasa melakukan ini, ibu tidak perlu khawatir. Lagian juga tinggal beberapa baju lagi, sebentar lagi juga selesai kok, Bu." Jawabnya yang terus mencoba meyakinkan ibunya.
"Ya sudah kalau begitu, ibu mau istirahat. Ingat, setelah selesai menyetrika baju langsung tidur. Ibu tidak mau melihat kamu sakit, kamu mengerti?" ucap sang ibu mengingatkan.
"Iya, Bu. Tenang saja, selesai ini Lunik akan segera istirahat." Jawabnya sambil menyetrika.
Saat mau masuk ke kamar, kedua mata ibunya tiba tiba tertuju pada sepasang sepatu yang begitu asing dimata ibunya.
Dengan lekat, sang ibu mendekati sepatu tersebut dan memeriksanya.
"Sepatu siapa ini, Lunik?" tanya sang ibu penasaran. Seketika, Lunik tercengang saat mendengar pertanyaan dari ibunya.
'Aduh! kenapa aku lupa menyumputkannya, ibu pasti curiga.' Batin Lunik, kemudian menepuk keningnya cukup kuat karena reflek kaget.
Lunik segera mematikan setrikaannya, kemudian mendekati ibunya untuk menjelaskannya.
"Ini sepatu milik seseorang yang tadi jatuh di got sebrang jalan sana, Bu. Tadi orangnya lupa bawa pulang, jadi Lunik yang akhirnya membawa pulang sepatu ini." Jawab Lunik berusaha jujur dan sedikit takut.
"Awas ya, jika kamu diluaran sana ada janji dengan laki laki lain." Ucap sang ibu dengan tatapan tajamnya. Sedangkan Lunik sendiri berusaha untuk tenang, agar terhindar dari ketakutan.
"Iya, Bu. Lunik tidak bohong, nanti kalau bertemu dengan orangnya akan Lunik kembalikan sepatu ini." Jawab Lunik mencoba meyakinkan ibunya.
"Ya sudah, ibu mau istirahat." Ucap sang ibu, Lunik hanya mengangguk. Kemudian, ia kembali melanjutkan pekerjaannya yang hampir selesai.
'Selamat, selamat. Untung saja, ibu tidak menghukummu. Ini semua gara gara laki laki sialan itu, aku harus mendapatkan getahnya. Awas saja, kalau sampai aku bertemu dengannya. Akan aku lemparkan itu sepatu ke mukanya, biar jadi badut sekalian hidungnya.' Batin Lunik sambil berdecak kesal.
Setelah pekerjaannya selesai, Lunik segera beristirahat didalam kamar. Saat merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur, tiba tiba ia teringat masa masa sulit yang tengah dilewatinya sebagai anak jalanan yang tidak tahu siapakah orang tuanya. Seketika, buliran air matanya tengah membasahi pipinya.
Tidak terasa, usianya kini sudah memasuki usia yang cukup dewasa. Nafas beratnya kini terasa sulit untuk di kontrolnya, begitu pahit perjalanan hidupnya.
'Apakah aku ini masih memiliki orang tua? dimanakah mereka? apakah aku ini anak yang tidak di rindukan? atau ... aku hanya sebagai anak pembawa sial. Tapi, aku merindukan mereka. Iya, mereka yang berstatus orang tua kandungku. Yang entah dimana keberadaannya, kemana aku harus mencari. Satupun, tidak ada bukti yang aku miliki.' Batinnya sambil menarik nafasnya yang begitu terasa berat dan sangat sesak didadanya, kerinduan yang bertahun tahun harus ia pendam sendiri tanpa ada titik terang untuk didapatkannya.
Tanpa Lunika sadari, dirinya tengah tertidur pulas setelah menangis karena kerinduannya kepada kedua orang tuanya yang sudah sekian lama dirindukannya.
Disaat itu juga, sang ibu asuhnya ikut bersedih tatkala melihat anak asuhnya yang terlihat bersedih.
'Maafkan ibu, nak ... kamu pasti merindukan kedua orang tuamu. Ibu tidak bisa berbuat apa apa, ibu hanya menyelamatkan kamu dari kejaran satpol PP yang tengah merazia anak jalanan diwaktu itu. Ibu hanya bisa memberi doa, semoga kelak kehidupanmu akan kamu temui kebahagiaan.' Batin sang ibu sambil mengusap air matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 247 Episodes
Comments
Yusria Mumba
yang sabar lunik,
2023-06-27
0
Maliqa Effendy
Lebih dalam alur cerita Papa sama mamanya Zicko ..
2023-01-12
0
Mom jo
lunik jangan2 kelg.nya Dana yg hilang
2021-07-04
0