Bab 5

Begitu sudah sampai di mobil, Nakula langsung melajukan mobilnya menuju rumah. Sepanjang jalan, laki-laki itu terus terpikirkan akan ancaman Jihan.

Tunggu aja pembalasan gue!

"Oke, tenang, Nakula. Jihan cuma ngancem. Lo pasti akan aman-aman aja," gumam laki-laki itu sambil terus konsentrasi menyetir.

Ketika sampai di dalam rumah, Nakula langsung merebahkan tubuhnya di atas sofa ruang tamu. Mendadak mood-nya menjadi hilang.

Nakula dikagetkan oleh deringan ponsel yang ada di saku celananya. Sadewa. Ada apa kakaknya itu menelepon?

"Halo, Wa. Kenapa?" tanya Nakula begitu dia mengangkat telepon dari sang kakak.

"Bima ketangkep." Sadewa bicara dengan cemas.

"Ketangkep? Ketangkep gimana maksud, lo?"

"Ganja. Dia ketangkep pake ganja, Nak. Lo coba deh liat berita. Aduh ... ini gimana, ya? Kasihan Mama Papa."

Nakula langsung mematikan sambungan telepon secara sepihak. Laki-laki itu langsung membuka ponsel dan mencari berita terkini di internet.

Benar saja. Berita penangkapan Bima sudah tersebar sejak tadi malam. Kakak pertama Nakula itu ditangkap di apartemennya.

Di berita tersebut, Bima mengaku, dia memakai ganja untuk membantu menambah stamina. Semua orang memang tahu kalau jadwal Bima sangat padat. Kakak pertama Nakula itu sedang sibuk striping sinetron, dia menjadi pemeran utama di sinetron tersebut.

Nakula yang sedang pusing memikirkan Jihan, ditambah pusing memikirkan kasus kakaknya. Bekerja di dunia hiburan membuat kedua kakaknya sedikit liar.

Selama ini memang Nakula tidak pernah memergoki Sadewa memakai obat-obatan terlarang. Tapi Nakula tahu, kakak ketiganya itu sering mabuk-mabukan dan mencari teman kencan satu malam.

Setelah mengumpulkan keberanian, Nakula memberanikan diri menelepon ibunya.

"Halo, Ma. Mama di mana?" tanya Nakula dengan hati-hati.

"Mama di rumah sakit, Nak."

Nakula dapat mendengar jelas kalau ibunya tengah menangis. Hati laki-laki itu mendadak berdenyut nyeri. Nakula tahu, pasti ibunya sudah mendengar kabar tentang Bima.

"Bima, Nak ... Bima ketangkep pakai ganja." Ibunya terisak di seberang sana.

Mendadak Nakula menjadi kehilangan kata-kata. Laki-laki itu diam cukup lama.

"Sudah dulu ya, Nak. Mama ada operasi," kata ibunya dengan lirih.

"Iya, Ma. Mama harus fokus, ya?! Nggak usah mikirin Bima dulu," kata Nakula.

"Iya, Nak."

Nakula duduk lemas saat telepon dengan ibunya sudah terputus. Setelah keadaan hatinya cukup membaik, Nakula memutuskan untuk menemui Bima di polres. Dia ingin bertemu dengan Bima secara langsung, dan berbicara secara empat mata.

Suami dari Dea itu melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Kejadian yang terjadi beberapa jam ini cukup membuat dia panik dan tidak bisa berpikir jernih.

Saat dia sedang melaju dengan kecepatan di atas rata-rata, tiba-tiba saja sebuah mobil minibus di depannya tiba-tiba saja berhenti karena bannya meletus.

Dengan refleks, Nakula membanting setirnya ke pembatas jalan. Bagian depan mobil laki-laki itu penyok sangat memprihatinkan.

Nakula masih mencoba untuk tersadar, tapi nihil. Tanpa dia inginkan, laki-laki itu kehilangan kesadarannya.

🍄🍄🍄

"Sayang ... bangun. Please!"

Samar-samar Nakula mendengar suara yang sangat familiar. Perlahan-lahan laki-laki itu membuka matanya. Dia mendapati istrinya sedang menangis tersedu-sedu di sebelah tempat tidurnya.

"Hei ... kamu kenapa nangis?" tanya Nakula dengan polosnya. Agaknya kecelakaan membuat otaknya konslet. Jelas-jelas istrinya menangis gara-gara melihat kondisi dirinya yang menyedihkan.

"Alhamdulillah kamu udah sadar." Dea langsung menghapus air matanya. Perempuan itu memeluk suaminya dengan erat.

"Sayang ... jangan kenceng-kenceng. Sakit."

"Hehe ... maaf." Dea melepas pelukannya sambil meringis malu.

"Jam berapa sekarang? Aku mau ketemu Bima. Duh ... gara-gara aku nyetir nggak hati-hati, jadi nabrak pembatas jalan." Nakula berbicara seolah-olah tanpa beban. Sangat santai.

Dea menepuk punggung tangan suaminya. "Kamu enak banget bisa santai. Aku di sini deg-degan, tau!" Perempuan itu mencembikkan bibirnya kesal.

Pintu ruangan di buka dari luar. Muncul sesosok dokter yang beberapa hari ini mengganggu pikiran Nakula. Ya, dia adalah dokter yang pernah saling bertukar nomor ponsel dengan istrinya.

"Periksa suamiku, Jun. Aku nggak mau dia kenapa-napa," kata Dea seraya menarik tangan dokter yang dipanggil Jun mendekat ke tempat tidur Nakula.

Nakula mendengus pelan. Dea tidak mengerti perasaannya atau bagaimana? Dia cemburu, loh! Cemburu. Enak saja istrinya itu pegang-pegang tangan laki-laki lain.

Saat sang dokter memeriksa keadaan Nakula, Nakula langsung cemberut dan memalingkan pandangannya ke dinding. Dia baru ingat, ternyata tempat dia kecelakaan dekat dengan rumah sakit Dea dan dokter sialan ini.

Oke kalau memang dia dirawat di rumah sakit ini tidak apa-apa. Tapi masalahnya, mengapa harus ditangani oleh dokter sialan ini? Memangnya di rumah sakit ini tidak ada dokter yang lain? Menyebalkan sekali.

Dokter sialan tersebut berbicara dengan Dea. Tentang aturan minum obat dan entah apa lagi. Nakula sedang cemburu, sehingga otaknya tidak bisa berkerja dengan baik. Dia bahkan tidak bisa mendengar pembicaraan yang jaraknya hanya beberapa langkah dari tempat tidurnya.

Setelah dokter sialan itu keluar, barulah Nakula mau menatap ke arah Dea. Tapi wajahnya masih cemberut.

"Dokter tadi siapa?" tanya Nakula dingin.

"Namanya Ajun. Dia temen kuliah aku dulu," jawab Dea dengan santai.

"Temen kuliah? Kalian kan beda jurusan."

"Kamu cemburu, ya?" goda Dea sambil tersenyum lebar.

"Enggak."

"Kalaupun iya juga nggak papa. Aku malah senang kalau kamu cemburu."

"Jadi temen macam apa dokter tadi itu?"

"Ajun."

"Ya, Ajun."

"Kami satu fakultas. Kami sama-sama kuliah di Universitas Padjajaran. Kami kenal di sebuah organisasi."

"Bukan mantan kamu?" tanya Nakula curiga.

"Uhuk."

Mendadak Dea tersedak ludahnya sendiri. Kalau sudah begini Nakula jadi curiga. Harusnya kalau bukan mantan, Dea biasa saja dong. Jangan salah tingkah seperti sekarang ini.

"Iya, dia mantan aku," jawab Dea lirih.

Deg.

Tiba-tiba saja hati Nakula berdenyut. Dia bahkan tidak tahu cemburunya ini wajar atau tidak. Kalau di lihat-lihat, Dea dan dokter sialan itu sangat akrab. Malahan tidak ada permusuhan diantara mereka. Tapi di satu sisi, Nakula tidak boleh curiga pada istrinya. Dia harus percaya seratus persen pada sang istri.

"Nak ... kamu kenapa?" tanya Dea ragu-ragu.

"Aku nggak papa," jawab Nakula sambil membuang wajahnya ke dinding.

Sepertinya Dea tahu kalau suaminya sedang cemburu. Oleh karena itu, Dea mulai memberikan penjelasan.

"Aku sama Ajun cuma pacaran sebentar. Cuma enam bulan. Kami putus karena memang nggak cocok. Kamu harus percaya, kami benar-benar udah selesai."

"Aku mau tidur," kata Nakula tanpa menoleh ke arah istrinya.

"Nak ... kamu marah?" tanya Dea takut-takut.

"Enggak. Aku cuma ngantuk," jawab Nakula. Laki-laki itu memaksa untuk memejamkan matanya.

🍄🍄🍄

Terpopuler

Comments

My name is A

My name is A

hy kak dapet salam dari author sunflower girl katanya "udah aku fav,rate bintang 5 and like"🌻🌻

2021-06-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!