..."Senja... Semburat jingga menghias samudera....
...Menghantar Sang Surya pada Rembulannya."...
..._____________________________...
...Happy Reading...
Tsuki sangat beruntung ya. Dia tinggal di rumah besar. Halamannya besar. Ada kolam renang besar. Dia juga punya beberapa mobil mewah dan mahal. Ada banyak penjaga dan juga maid yang bekerja disana.
Iri dengan itu semua? Tidak.
Aku lebih iri ketika melihat dia yang mendapat banyak cinta dari orang tuanya.
Iya, tadi kami bertemu di taman. Ia mengajakku berkunjung ke rumahnya sekaligus memperkenalkan ku pada keluarganya. Sebenarnya aku tak enak hati.
Dia sangat baik padaku.
"Ayah, Bunda. Perkenalkan ini Sonne. Temanku di sekolah." Tsuki memperkenalkan ku pada kedua orangtuanya.
"Siang, om, tante." Sapaku dengan senyum yang canggung.
"Ah ini temannya Tsuki. Kamu cantik sekali." Puji ayahnya Tsuki.
"Makasih ya, nak. Sudah mau berteman dengan anak Tante." Bundanya Tsuki menepuk-nepuk pundakku.
"Hehehe, iya Tante."
Mereka sangat baik. Menyambutku dengan ramah dan penuh senyuman. Huh, aku jadi semakin iri sama Tsuki.
Dan juga, aku rasa tak heran jika Tsuki memiliki wajah yang tampan. Orang tuanya sangat tampan dan cantik. Benar-benar keluarga yang penuh visual.
"Sonne belum makan kan? Makan siang bersama kami saja." Ajak bundanya Tsuki.
"Gak usah Tante. Nanti ngrepotin."
"Gak ngrepotin kok. Sonne bisa masak?"
"Lumayan Tan."
"Bantu Tante masak yuk." Ajak Tante.
Aku hanya bisa mengangguk mengiyakan ajakan Tante. Aku tak enak hati menolaknya. Ia sangat baik. Aku suka
Aku mengikuti langkah Tante alias bundanya Tsuki ke dapur. Rumah Tsuki besar sekali.
Desain interior yang simpel namun berkelas ditambah beberapa lukisan aestetic yang terpajang disana. Bisa aku lihat ada banyak maid, hampir di setiap sudut rumah.
Dapurnya juga bagus. Perabotannya lengkap dan modern. Kulkasnya bahkan lebih tinggi dari diriku.
"Sonne suka masak apa dirumah?" Tanya Tante.
"Cuma masak yang gampang-gampang aja, Tan." Jawabku seadanya.
Memang benar sih. Biasanya kalo dirumah aku cuma masak sayur dengan lauk pauk yang mudah dan cepat saja.
Bunda Tsuki tersenyum mendengar jawaban ku.
"Panggil bunda aja ya? Biar lebih akrab."
"Bu..bunda?"
Bunda Tsuki mengangguk dengan senyuman yang tak luntur.
Entah mengapa, Bunda?
Mataku berkaca-kaca ketika mengucapkan kata itu.
"Eh, kok kamu nangis? Jangan nangis sayang." Ucap Tante, tidak. Bunda sambil menghapus air mataku
"Boleh gak aku peluk tante?"
"Boleh sayang. Sini, peluk bunda."
Aku langsung memeluk bunda dengan segera.
Hangat
Pelukan bunda terasa hangat. Ternyata seperti ini rasanya dipeluk oleh bunda. Sangat nyaman.
Aku menangis dipeluk bunda. Aku sangat bahagia dapat merasakan pelukan seorang ibu yang tak pernah ku dapatkan sebelumnya.
Tuhan, bolehkah aku meminta bunda ku kembali?
"Udah cup. Jangan nangis lagi ya sayang." Bunda menghapus air mataku.
"Kenapa kamu nangis, hm?" Tanya bunda
"Aku..gak punya bunda." Jawabku ditengah sesegukan yang ku alami.
"Kamu boleh kok anggap bunda sebagai bunda kamu." - bunda Tsuki
"Makasih banyak...
Bunda."
...~~~...
Makan siang yang menyenangkan. Aku merasa bahagia berada di lingkungan keluarga Tsuki. Sangat menyenangkan, aku sampai tak ingin pulang, hahaha
Cara mereka memperlakukan sangat baik. Kami bercanda gurau dan tertawa bersama.
Oh ya, gaya bahasa orang tua Tsuki sangat berbeda dengan Tsuki. Mereka lebih santai, seperti ku. Tapi Tsuki itu unik, dia sangat lucu dengan cara bicaranya yang seperti itu.
Tapi sayang, hari sudah senja. Jadi aku harus pulang.
Senja...
Penggambaran cinta dengan akhir bahagia
Semburat jingga menghias samudera
Menghantar Sang Surya pada Rembulannya.
Melangkahkan kaki di dunia yang fana.
Terkadang aku berpikir. Apa yang terjadi jika aku berhenti? Menyerah pada dunia.
Apa mereka akan menahanku? Atau hanya akan melihatku?
Seperti mereka melihat senja yang pergi dengan cahayanya.
Bunda, kenapa papa menyalahkan ku atas kematian mu?
Apakah ini memang salahku?
Apakah bunda juga menyesal telah melahirkan ku ke dunia ini?
Semburat jingga mengubah warnanya. Kegelapan malam menyertai munculnya rembulan.
Aku tak berniat untuk pulang. Aku pergi ke sungai dekat taman kota. Tempat sepasang kekasih menebar cinta dibawah taburan bintang-bintang.
Ku tengadahkan wajahku menatap indahnya langit malam. Malam yang selalu membawa kesunyian dan ketenangan.
Bulan memiliki banyak bintang untuk menemaninya. Seperti Tsuki.
Sedangkan matahari?
Tak ada yang menemaninya. Seperti ku. Sendiri dalam kesunyian dengan waktu yang panjang.
Tuhan tau semuanya bukan?
Tuhan, apakah masih ada cinta yang tersisa di hati papa untukku?
...---oOo---...
"Aku dengar malam ini pasar malam. Kesana yuk! Aku pengen naik rumah burung." Ajak Vita antusias.
"Yang muter-muter itu?"- Yuji (teman bangku depan).
"Itu bukannya sangkar burung ya?" - Rani (teman sebangku Yuji).
"Bukannya baling-baling bambu?"
"Yeee! Kamu kira Doraemon apa baling-baling bambu." Aku mendapatkan toyoran dikepalaku. Siapa lagi pelakunya kalo bukan Vita.
"Hahaha" Yeji dan Rani tertawa terbahak-bahak.
"Ya habis, seingetku itu baling-baling bambu." Aku mengusap-usap kepalaku yang ditoyor oleh Vita.
"Ikut semua kan?" tanya Yeji.
"Sorry, kayaknya aku gak bisa deh."
Yah, sebenarnya aku ingin ikut dengan kalian, pasti seru. Tapi itu akan menghabiskan uang yang ku kumpulkan. Ayo lah, aku masih belum membeli buku yang ku butuhkan.
"Yah, gak asik ih." - Rani
"Kenapa gak ikut?" - Vita
"Gak papa kok, hehehe. Lagi males aja." Jawabku bohong.
Ya Tuhan. Sampai kapan aku harus terus berbohong seperti ini?
Aku tak ingin merepotkan mereka.
"Aku traktir."
Tsuki?
Tiba-tiba Tsuki menarik kursi kosong dan duduk di sampingku. Dia tersenyum cerah kepadaku.
Jangan lagi, kamu terlalu baik.
"Yey! Nah gitu dong." Sahut teman-teman ku dengan kegirangan.
"Asalkan Sonne ikut. Nanti aku yang traktir kalian." Sambung Tsuki.
"Sonne~" Teman-teman ku langsung mengalihkan pandangannya padaku. Memanggilku dengan nada yang mendayu serta mata yang berkedip dengan cepat.
Aish itu menjijikkan. Aku langsung mual.
"Gak usah, kalian aja. Aku lagi gak pengen." Tolakku halus.
"Sonne. Ikut ya?" Tsuki menatapku dengan penuh harap.
"Enggak, Tsuki. Kamu udah terlalu baik ke aku."
"Baiklah. Kalo begitu aku juga tidak ikut." Tsuki merajuk. Ia memalingkan wajahnya dengan bibir yang mencibir.
Hahaha anak ini imut sekali. Dia langsung kembali ke tempat duduknya dan memandang ke luar jendela.
"Hayo loh. Tsuki ngambek, hahaha." Goda Yeji.
"Ish apaan sih."
"Sebenarnya, kalian sudah sedekat apa?" Tanya Vita tiba-tiba.
Sedekat apa?
Sedekat apa aku dengan dia?
Kita bahkan baru bertemu 2 hari yang lalu. Tapi aku merasakan ada sesuatu yang mengikat kita. Entah apa itu...
...~~~...
Baiklah, akhirnya akulah yang mengalah.
Malam ini
Kami -- Aku, Tsuki, Vita, Yeji dan Rani -- pergi ke pasar malam bersama.
Sesuai janjinya, Tsuki lah yang mentraktir kami.
Aku tadi juga dijemput olehnya.
Papa? Entahlah, dia tak ada dirumah sejak kejadian kemarin. Ada rasa khawatir dalam hatiku. Tapi aku juga tak tau harus mencarinya kemana. Aku hanya masih takut.
Teman-teman ku naik sangkar burung. Aku tak ikut karena aku takut ketinggian. Walaupun sebenarnya aku ingin mencobanya, tapi ku urungkan. Nanti aku justru merepotkan mereka.
Disini kami sekarang.
Tsuki dan aku duduk di tikar, bersama-sama menatap rembulan yang bersinar terang. Netra kami terpaku pada keindahan rembulan yang tiada tandingannya.
"Bulannya indah ya?" Ucap Tsuki dengan mata yang tak lepas dari bulan.
"Iya, bagus banget."
"Kamu tau tidak bahwa ada yang lebih indah dari bulan?"
"Apa itu?"
"Kamu"
...To Be Continued...
Kalo ada typo kasih tau Dyra ya~
Semoga kalian selalu bahagia
(。◕‿◕。) ♡
For your information, kata-kata Bulannya indah ya itu bisa diartikan juga sebagai rasa ketertarikan pada seseorang yang sedang melihat bulan bersama-sama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Anita Giu
Aku mampir thor 😊😊
Terimaksih untuk semangatnya...
Dan terus semangat yaa 💪🏽🤗
2021-08-26
1
nieta chandra
sipp deh
2021-08-25
0