"Pergi kau! Jangan pernah tunjukkan mukamu di depanku lagi . Aku tidak sudi melihatmu lagi."
Namun kemudian.
"Pergilah!" Suaranya mulai lirih.
Dengan tangan yang gemetar Itnas meraih tangan Vierdo yang terkepal di atas meja kemudian menggenggamnya sambil berulang kali mengucapkan kata maaf dengan bibir yang bergetar. Hatinya sakit melihat Vierdo yang kecewa seperti ini. Namun, apalah daya takdir telah menentukan arah hidupnya.
Sedangkan Vierdo hanya diam saja menerima perlakuan Itnas dia tidak menolak ataupun menghempaskan tangan Itnas. Karena jauh di dalam hatinya dia masih benar-benar mencintai wanita yang ada di hadapannya ini. Walaupun mulutnya mengatakan dia tidak ingin lagi melihatnya tetapi hatinya menginginkan lain. Ia menginginkan Itnas terus berada di sampingnya.
"Maafkan aku Kak! Aku tahu kakak kecewa padaku. Aku tahu kesalahanku sangat fatal, tapi kumohon Kakak jangan membenciku ya! Aku janji tidak akan pernah muncul di hadapan Kakak lagi."
Dengan air mata bercucuran Itnas beranjak dari duduknya kemudian meninggalkan Vierdo yang masih diam membisu. Kata-kata Vierdo yang mengatakan bahwa dirinya pengkhianat masih terus terngiang di telinganya menemani langkahnya menuju lift yang akan mengantarkannya ke lantai dimana ruangannya berada. Di dalam lift ia masih memikirkan kejadian yang baru saja dialaminya.
"Andai kau tahu yang sebenarnya Kak!"
Tiba-tiba kepalanya mendadak pusing. Ia memijit pelipisnya berharap sakitnya berkurang.
"Aduh kenapa kepalaku sakit lagi," batinnya.
Itnas menyandarkan kepalanya di kubikel besi tersebut, tetapi karena liftnya terus bergerak kepalanya malah tambah sakit. Setelah pintu lift terbuka buru-buru Itnas melangkahkan kakinya keluar dari ruangan tersebut. Dengan tertatih ia melanjutkan langkahnya menuju meja kerjanya.
Setelah sampai di sana kedua sahabatnya menyambut. Syahdu yang sedari tadi heboh karena Itnas dipanggil sang bos yang menurutnya cool dan tampan itu sebenarnya ingin menggoda Itnas dan akan memintanya mencomblangi dirinya mendadak mengurungkan niatnya melihat wajah Itnas yang lelah dan pucat.
"Lo kenapa?" tanya Kana yang juga menyadari wajah Itnas begitu pucat.
"Kepala gue pusing." Setelah mengatakan itu tubuh Itnas terhuyung, tetapi segera ditangkap oleh Syahdu. Syahdu menepuk wajah Itnas yang matanya terpejam.
"Nas, Lo kenapa?" panik Syahdu.
Melihat Itnas yang pingsan di pangkuan Syahdu Kana ikutan panik. Ia memanggil teman-temannya yang lain.
"Teman-teman tolong dong! Ada yang bawa minyak kayu putih tidak?"
Namun diantara mereka tidak ada yang membawanya. Syahdu kemudian mengingat bahwa di ruangan itu biasanya ada kotak obat. Dia menghampiri kotak obat tersebut dan mencari keberadaan si minyak kayu putih. Setelah ketemu dia mengambilnya kemudian mengoleskannya di kening Itnas. Itnas sama sekali tidak bereaksi. Setelah menunggu agak lama, Itnas belum bergeming juga bahkan tubuhnya kini mulai hangat. Kana memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit.
"Teman- teman ada yang bawa mobil nggak?"
"Nggak ada," jawab mereka.
"Ya ampun. Kere semua sih karyawan di ruangan ini," kesalnya.
"Perlu meminta kenaikan gaji nih kayaknya."
Padahal mereka tidak membawa mobil bukan karena tidak punya tetapi untuk menghindari kemacetan karena hari senin adalah hari yang sibuk terbukti setiap hari ini selalu macet di jam-jam masuk kerja.
Karena tidak ada satupun temannya yang membawa mobil ia menyuruh Syahdu untuk memesan taksi online.
"Du, pesen taksi online Dong!" perintah Kana.
Dengan sigap Syahdu mengambil ponselnya dan menghubungi taksi online sesuai permintaan Kana.
Wendi yang kebetulan lewat mengernyitkan dahi melihat para karyawan Divisi Pemasaran itu berkumpul di satu titik dan berisik sekali.
"Aneh jam kerja seperti ini apa yang mereka lakukan?" pikirnya.
Dia menghampiri para karyawan. "Ada apa?" tanyanya.
"Ada yang pingsan, Pak," jawab salah satu karyawan.
"Kenapa tidak dibawa ke rumah sakit?"
"Masih menunggu taksi online Pak," jawab yang lain.
"Biar saya yang bawa. Tolong angkat dia dan bawa ke mobilku!" perintah Wendi pada salah satu karyawan pria. Tanpa bicara karyawan yang ditunjuk langsung membopong tubuh Itnas ke mobil Wendi.
"Kalian sahabatnya?" Tunjuk Wendi ke arah Kana dan Syahdu. Mereka berdua mengangguk.
"Salah satu dari kalian ikut aku!" perintahnya.
Kana dan Syahdu reflek mengikuti Wendi. Wendi yang sadar ketika dua orang tersebut semua mengikutinya berbalik dan berkata, "Satu orang saja yang lainnya tetap bekerja seperti biasa."
Kana memandang Syahdu dan memberi kode dengan matanya supaya Syahdu mengalah. Syahdu yang paham akan arti tatapan Kana mundur ke belakang.
"Cih dasar Kana! Mau ambil kesempatan dalam kesempitan dia," umpatnya.
Kana menoleh, "Jangan lupa pesenan taksinya di cancel! " katanya dengan senyum merekah.
"Iya, iya." Syahdu mengambil ponsel dan membatalkan pesanan taksinya. Tidak lupa dia mengirim pesan kepada Kana supaya mengabarkan keadaan Itnas nantinya. Dia juga menggoda Kana supaya memanfaatkan momen ini dengan baik yaitu mendekati Wendi. Syahdu tahu bahwa Kana menyukai Wendi walau seringkali Kana membantahnya.
Setelah sampai di rumah sakit Wendi meminta perawat untuk membawa Itnas ke ruang pemeriksaan. Wendi dan Kana menunggu di luar.
Ceklek.
Pintu ruangan terbuka. Seorang dokter perempuan muncul di depan pintu. Kana menghampiri dokter tersebut dan menanyakan keadaan Itnas.
"Bagaimana keadaannya Dok?"
"Keadaan pasien baik-baik saja hanya demam dan sepertinya pasien kelelahan serta banyak pikiran makanya dia sempat pingsan tadi."
"Apa pasien bisa dibawa pulang Dok?"
"Sebenarnya pasien bisa dirawat di rumah, akan tetapi lebih baik dirawat di sini sementara hingga demamnya turun agar memudahkan kami untuk mengontrol kalau-kalau nanti panasnya naik, tetapi semua terserah mbaknya kalau mau dibawa pulang silahkan kalau mau dirawat disini juga silahkan!"
Kana menghampiri Wendi. "Bagaimana Pak?"
"Dirawat di sini sajalah untuk jaga-jaga takut ada apa-apa nantinya."
Kana mengangguk dan menghampiri dokter untuk memberitahukan bahwa dia setuju Itnas dirawat di rumah sakit tersebut untuk sementara waktu.
Kemudian setelah berbicara dengan sang dokter Kana diajak Wendi ke ruang administrasi untuk mengisi formulir pendaftaran. Setelah itu mereka kembali ke ruang rawat.
Sementara Vierdo di kantornya frustasi. Ia mengusap wajahnya kasar.
Untuk apa kita dipertemukan kembali kalau hanya untuk mengabarkan bahwa takdir kita harus terpisah. Jika sebenarnya pertemuan ini adalah sebuah perpisahan.
"Aarrgh!"
Dia melempar berkas yang ada di mejanya. Dia benar-benar frustasi padahal satu jam lagi dia ada pertemuan dengan salah satu kliennya. Bagaimana dia bisa konsentrasi kalau pikirannya kacau-balau seperti ini. Kemudian dia teringat pada wendi. Dia mengambil ponselnya dan menghubunginya.
"Hallo Wen, cepat kesini!"
"Ada apa Pak? Saya lagi di rumah sakit."
"Siapa yang sakit?"
"Salah satu karyawan di unit pemasaran Pak."
"Kenapa tidak menyuruh yang lain? Kenapa harus kamu yang mengantarnya? Apa dia kekasihmu?"
"Bukan Pak tapi pas dia pingsan tadi kebetulan saya lewat dan tidak ada yang membawanya ke rumah sakit jadi terpaksa saya...."
"Ya sudah kamu balik. Satu jam lagi bukannya ada jadwal ketemu klien ya!?"
"Iya Pak."
Setelah menutup teleponnya Wendi menghampiri Kana dan meminta Kana untuk tidak kembali ke kantor tetapi wanita itu ditugaskan menjaga Itnas.
"Jangan lupa hubungi orang tuanya!" Wendi berjalan meninggalkan ruang rawat namun kemudian berbalik.
"Eh siapa namanya tadi?"
"Itnas Pak."
"Iya saya sudah tahu maksudku nama panjangnya?"
"Itnasia Refita Husein, Pak."
"Kamu?"
"Saya, Pak?" Menunjuk dadanya sendiri.
"Iya nama kamu."
"Kana, Pak"
"Oh, Kana," Katanya sambil mengangguk.
"Saya pergi dulu ya Kana."
"Iya pak."
Setelah Wendi pergi Kana senyum-senyum sendiri. Dia begitu senang padahal Wendi hanya menanyakan namanya saja.
"Ekhem." Tiba-tiba ada suara orang berdeham.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Qiana
Next Thor 💕💕💕💕💕💕
2021-11-14
0
Adinda
Salam 7in1
kami pasukan
Era Berdarah Manusia
I Firmo
💙💙💙🖤🖤🖤❤️❤️❤️
2021-11-07
0
༄᩿⟁ʀ͠ᴀᴛɪʜ
Ratih udh mampir kak... ceritanya bgus... semangat terus ya
2021-07-06
1