Cahaya matahari pagi menembus melalui sela-sela tirai jendela. Sinarnya menyilaukan mata. Itnas perlahan mengucek dan mengerjabkan kedua matanya. Entah mengapa setelah pernikahan suaminya yang kedua dia terbiasa tidur larut malam sehingga menyebabkan bangun kesiangan. Padahal sebelumnya dia biasa bangun jam 4 dini hari.
Sudah seminggu Yudha menikahi Talitha dan semenjak itu pula Yudha sepertinya lupa pulang. Mungkin dia masih ingin menikmati pernikahan barunya. Apalagi wanita yang dinikahinya sekarang adalah wanita yang sepertinya memang dicintainya terlebih lagi di dalam perutnya juga ada calon anaknya.
Semenjak itu pula Itnas jarang memasak pagi. Untuk apa memasak kalau hanya untuk dinikmati sendiri.
Selesai menggosok gigi Itnas mengolesi roti dengan selai stroberi. Ditemani secangkir teh ia melahap rotinya. Pikirannya melayang entah kemana. Apa yang dilakukan Yudha sekarang? Inikah alasan kenapa Yudha tidak pernah menyentuhnya? Ternyata Yudha masih mencintai kekasihnya walaupun dia sering berdalih bahwa dia tidak akan menyentuh Itnas sebelum Itnas bisa mencintainya.
Itnas tak habis pikir mengapa takdir seolah mempermainkan dirinya. Dulu dia berharap vierdo datang menyelamatkan hubungan mereka tapi sekarang Vierdo datang di saat tak tepat, di saat ia telah dimiliki orang lain. Lebih tepatnya terlambat. Namun, yang menjadi pikirannya sekarang adalah bagaimana cara dia menjelaskan pada Vierdo bahwa ia telah menikah. Haruskah ia menghindar atau bahkan bersembunyi dari Vierdo? Entahlah dia bingung sendiri.
"Aargh!" Dia mengusap wajahnya dengan kasar. "Aku harus apa?"
Tut ...Tut ...Tut ....
Dering ponsel membuyarkan lamunan. Ternyata Kana menelponnya.
"Ya hallo, ada apa Kan?"
"Lo lagi di mana?" Mengapa belum sampai?"
"Lagi di rumah. Emangnya kenapa sih, kan masih jam enam?"
"Ya ampun lho gimana sih? Nggak baca chat grup kantor ya? Hari ini semua karyawan diharuskan dateng pagi soalnya pak Dafid akan memperkenalkan putranya yang akan menggantikan jabatannya sebagai Presdir yang Minggu lalu sempat tertunda."
"Ck." Itnas berdecak sebal.
"Lo kok nggak bilang sih?"
"Gue kira elo udah tahu."
"Ya udah gue mandi dulu!"
"Iya buruan. Cepetan pokoknya acara akan dimulai jam setengah tujuh."
Itnas mendesah padahal jam segitu biasanya dia baru berangkat ke kantor. Itnas berlari ke kamar mandi.
Bagaimana aku sampai lupa membuka chat grup? rutuknya pada diri sendiri.
Saat Itnas berangkat jam di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul 6.15 menit. Padahal dia sudah mandi kilat tadi. Dandannya pun kilat hanya memakai lipstik dan bedak padat tanpa foundation juga tanpa handbody dan kawan-kawannya hanya parfum yang tak pernah bisa ia tinggalkan. Akhirnya dia memutuskan membawa motor maticnya untuk menghindari kemacetan. Karena waktunya yang mepet dia melajukan motornya dengan kencang.
Melihat rambu-rambu lalu lintas yang berubah berwarna merah dia menghentikan motornya secara mendadak.
"Sial kenapa harus lampu merah sih? Kalo begini aku bisa telat nanti," gumamnya.
Benar saja sesampainya di kantor acara sudah dimulai. Cepat-cepat dia bergabung dengan para karyawan yang sedang memadati loby kantor. Duduk di kursi yang telah di siapkan panitia sambil celingak-celinguk mencari kedua sahabatnya. Namun, tak kunjung ditemukannya.
"Duduk dimana sih mereka?" Karena sibuk mencari sahabatnya dia sampai lupa memperhatikan sang presdir yang sedang berbicara di depan.
Sedangkan Vierdo yang melihat Itnas dari waktu masuk tersenyum licik.
"Awas nanti kamu ya!" batinnya.
Benar saja setelah acara usai Itnas dipanggil ke ruangan sang Presdir.
"Mati gue, ini pasti gara-gara gue terlambat!"
Kedua sahabatnya hanya terkekeh. "Suruh siapa lo telat," ledek Syahdu.
Itnas beranjak dari tempat duduknya berjalan menuju lift. Dia masuk ke dalam lift dan memencet tombol yang akan mengantarkannya ke lantai atas, tempat ruangan sang presdir berada.
Setelah pintu lift terbuka jantung Itnas semakin deg-degan. Pikirannya menebak-nebak hukuman apa yang akan dia dapatkan atau bahkan hari ini tamatlah riwayat pekerjaannya. Apalagi mengingat dirinya tadi bukan hanya terlambat tetapi juga tidak menyimak pembicaraan sang presdir.
Sesampainya di depan ruangan sang presdir sang sekretaris sudah menyambut.
"Mau ketemu Pak Bos?" tanyanya basa-basi padahal sudah tahu.
"Iya La."
"Sebentar."
Lala mengetuk pintu kemudian masuk ke dalam ruangan dan memberitahukan bahwa Itnas sudah ada di depan.
"Suruh masuk!" perintah sang bos.
"Masuklah Nas, Pak Bos sudah menunggu!"
"Makasih La." Itnas masuk dengan langkah yang pelan karena nervousnya. Melihat sang bos berdiri membelakangi dirinya, dia pun memberanikan diri menyapa sang atasan.
"Permisi! Bapak memanggil saya?"
"Ya. Kamu tahu kenapa saya memanggil Kamu?" Malah balik bertanya. Suaranya dibuat setegas mungkin sehingga membuat Itnas tidak bisa menebak siapa sebenarnya orang yang berdiri di hadapannya kini.
Itnas menggeleng. Lupa kalau yang diajak bicara sedang tidak menatapnya.
"Kenapa tidak menjawab?"
"Ti-dak Pak!" jawabnya gugup.
"Apa kamu merasa tidak punya kesalahan?"
Deg.
"Benar ini pasti karena aku telat," Pikirnya dalam hati.
"Apa karena saya telat tadi Pak?"
"Nah itu tahu." Sang atasan menyunggingkan bibir.
"Kena kamu," katanya dalam hati.
"Maafkan saya Pak! Saya janji tidak akan mengulanginya lagi."
"Kenapa bisa telat ?"
"Maaf Pak itu karena saya lupa membaca chat grup kantor jadi saya tidak tahu kalau hari ini ada acara."
"Cih. Alasan!"
"Sumpah Pak, saya tidak bohong!" Mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya padahal yang diajak bicara masih belum membalikkan tubuhnya. Masih memunggunginya.
"Mau minta hukuman apa?"
Itnas mengernyitkan dahinya bingung. Baru kali ini ada atasan menawarkan pilihan hukuman. Biasanya kalau Pak Dafid tegas, langsung memberikan hukuman bagi karyawan yang melakukan kesalahan tanpa boleh ada penawaran.
"Terserah Bapak asal jangan disuruh membersihkan toilet." Trauma mengingat waktu SMU pernah mendapat hukuman ini.
"Baiklah kalau begitu, tetap berdiri di situ dan menghadap ke pintu!"
"I-ya Pak." Tidak yakin dengan hukuman yang diberikan. Namun tetap melakukan apa yang diperintahkan. Daripada mendapat hukuman yang lebih aneh, begitulah kira-kira hatinya bicara.
Setelah Itnas menghadap pintu Vierdo membalikkan tubuhnya dan berjalan menghampiri Itnas. Dia melingkarkan kedua tangannya di pinggang Itnas dan menarik tubuh Itnas ke belakang agar dapat dipeluknya dengan erat. Vierdo benar-benar merindukan Itnas. Seminggu yang lalu dia belum puas melepas rindu tapi harus ikut sang papa ke kantor dan melupakan keinginannya itu. Setelah itu pun Vierdo merasa tubuhnya tidak sehat sehingga harus beristirahat selama seminggu. Untuk menghampiri Itnas pun dia tidak tahu tinggal di mana sekarang. Dia lupa untuk menyuruh sang Mommy ataupun Keysa menanyakan tempat tinggal Itnas.
Itnas kaget mendapati perlakuan seperti itu dari sang atasan. Dia mencoba melepas pelukan itu. Namun, Vierdo malah semakin erat memeluknya.
"Aku kangen Nas, biarkan seperti ini dulu!" pintanya.
Deg.
Suara itu?
Itnas menoleh dan mendapati bahwa pria yang memeluknya benar-benar Vierdo seperti dugaannya. Untuk sementara dia membiarkan Vierdo melepas kerinduannya sambil mengatur nafasnya sendiri dan menikmati sentuhan Vierdo. Jujur dia masih mencintai Vierdo. Mungkin ini adalah pelukan terakhir yang bisa didapatkan darinya karena setelah ini dia memutuskan memberi tahukan yang sebenarnya.
Setelah puas akhirnya Vierdo melepaskan pelukannya. Dia menuntun Itnas untuk duduk di sofa. Itnas menarik nafas panjang kemudian memutuskan untuk menyampaikan sekarang, "Kak aku ingin bicara sesuatu."
"Bicaralah. Apa yang ingin kau sampaikan?"
"Aku sudah menikah Kak."
Wajah Vierdo terlihat kaget. Namun, kemudian tersenyum.
"Kamu bercanda ya?" tanyanya sambil mencubit gemes kedua pipi Itnas.
Namun, wajah Itnas tampak serius. "Aku sungguh-sungguh Kak."
Vierdo menelisik wajah Itnas mencari kebohongan di sana. Namun yang terlihat hanyalah kejujuran di sana.
"Kamu serius?" tanyanya datar.
"Iya Kak." Itnas menjawab tanpa menatap wajah Vierdo. Dia terus saja menunduk tidak berani menatap wajah Vierdo.
"Tatap aku Nas, mengapa kamu melakukan ini semua? Apakah kau sudah tidak cinta padaku?Mana janjimu yang akan menungguku?"
"Kak bukan begitu. Aku .... "
"Sudahlah percuma saja kau jelaskan aku benci seorang pengkhianat."
"Kau pengkhianat!" Vierdo berteriak keras sambil menuding wajah Itnas.
"Pergi kau! Jangan pernah tunjukkan mukamu di depanku lagi. Aku tidak sudi melihatmu lagi."
Namun kemudian.
"Pergilah!" Suaranya mulai lirih.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Qiana
Sad Thor 😭😭😭
2021-11-14
0
Adinda
Salam 7in1
kami pasukan
Era Berdarah Manusia
I Firmo
💕💕💕🌿🌿🌿💕💕💕
2021-11-07
0
Lady Athena
sedih akutuh bacanya.. tapi next.. hehehe
2021-07-10
1