Sita menatap tiga orang yang duduk di sofa ruang tamunya. Dia mendekati Aminah yang saat itu menjabat sebagai kepala keluarga, mencium punggung tangannya, sedang untuk dua orang tamu lainnya Sita hanya bersalaman saja.
Sofa panjang di hadapan Sita di duduki oleh Aminah beserta Aida, sedang Agung duduk di sofa satu dudukan sebelah kanan, berdekatan dengan Sari.
"Nak Sita cantik sekali, apa lagi sakit sariawan?" tanya Aminah seperti Sari kala itu.
Hadeuh dikira sakit kan gua, nih emak-emak kagak tau trend sekarang apa ya?! batin Sita.
Sari dan Aida sama-sama menyikut orang di samping mereka, jika Aida menyikut sang ibu bermaksud untuk menegurnya, berbeda dengan Sari, setelah menyikut Sita dia lantas berbisik, "nah kan Emak bilang apa, lagian ngeyel sih!"
Meski berbisik semua orang yang berada di ruangan itu tetap bisa mendengarnya.
Sita hanya menghela napasnya kesal. Dia lantas ganti menyikut sang ibu agar kembali pada pokok pembahasan.
"Engga Bu, gu— eh saya ngga sakit," jawab sita setelah perdebatan kecil tadi.
"Ya sudah, kita langsung saja ya Sar, maaf ya Nak Sita kalo kedatangan kami mengagetkan, sebenarnya Ibu ingin melamar Nak Sita untuk Agung," ucap Aminah tanpa basa-basi.
Agung yang melihat raut wajah Sita berubah, lantas berniat memotong perkataan sang ibu.
"Begini Dinda—" ucap Agung terpotong oleh Sari yang bingung dengan panggilannya.
"Dinda? Namanya Sita Nak Agung," ucap Sari membenarkan panggilan calon mantunya itu.
Sedang Andi malah tertawa terbahak-bahak, akibat panggilan yang di berikan Agung kepada kakanya itu.
Sita yang malu lantas melempar bantal sofa yang di pegangnya ke arah Andi di belakang.
"Brisik!" Tegurnya sambil mendelikan mata.
"Maaf Sari, itu panggilan spesial keluarga kami, biasanya ayah Agung manggil aku Adinda, mungkin Agung udah merasa cocok, jadi langsung kasih panggilan spesial," jelas Aminah kepada calon besannya.
Eh buset, panggilan spesial, emang lu pikir gua mau bang, hemm ... sorry ya, rutuk Sita dalam hati.
Sari merasa kikuk akibat ucapannya tadi, "eh ngga papa Nak Agung, bagus juga panggilannya, lain dari pada yang lain."
"Apaan sih Mak!" Keluh Sita.
Sari lantas melerai sikap kikuknya, dengan mempersilahkan tamunya untuk meminum teh suguhannya.
Setelah meneguk tehnya, Aminah lantas menagih jawaban pertanyaannya tadi, "jadi gimana Sar? Nak Sita?"
Sari dan Sita saling berpandang-pandangan, bingung bagaimana harus menjawab, Agung yang tau akan ketidak nyamanan itu lantas memberanikan diri melanjutkan perkataannya yang terpotong tadi.
"Umi ... kami kan belum saling mengenal, ya walaupun Dinda eh Sita dan Agung saling kenal, tapi secara pribadi kan belum, gimana kalo kita pendekatan dulu?" Ucap Agung buru-buru, sebab terlihat jika sang ibu akan memotong kembali ucapannya.
"Nah iya Minah, bener ide Agung, biar mereka kenal deket dulu gitu," ucap Sari tak sejalan dengan gerakan tangannya, dia malah memperagakan gerakan tangan seolah dua orang tengah berciuman.
Sita yang kesal lantas menurunkan tangan ibunya, "ish Mak apaan sih, itu bukan pendekatan tapi ...." Sita melanjutkan perkatannya dengan membisiki sang ibu.
"Astaghfirulloh, salah ya Ta," Sari terkejut sebab dia salah memperagakan maksudnya tadi.
"Makanya, diem dulu," ujar Sita.
Aminah tertawa melihat kelakuan konyol kedua ibu dan anak itu, berbeda dengan Aida yang memandang sinis keduanya, sedang Agung hanya tersenyum simpul.
Sita sepertinya paham, jika diantara ketiga orang di hadapannya ini, hanya sang calon adik ipar yang sepertinya tak menyukai perjodohan ini.
"Maaf ya Mi—"
"Jadi gimana, setuju apa yang tadi di bilang Agung Mi, biarin mereka deket dulu?" lanjut Sari menatap Aminah.
Aminah sebenarnya ingin langsung meminang Sita, namun ide itu malah keluar dari mulut putra sulungnya, jadi mau tak mau dia menyetujui, namun dia memiliki syarat jika perjodohan tetap harus di lakukan.
Sita jelas tak setuju, dirinya ingin membantah, sama saja jika seperti itu ujungnya mereka akan menikah, pikir Sita.
Sari yang melihat jika Sita akan menjawab perkataan Aminah, menyekal lengannya, menghentikan apapun yang akan anak gadisnya itu katakan.
"Serahin sama Allah ya Mi, kalo emang mereka jodoh, pasti ngga akan kemana," jawab Sari telak, yang sudah pasti tak dapat di debat oleh Aminah.
Mereka akhirnya setuju, Agung mengajak ibu beserta adiknya untuk segera undur diri, sebab waktu juga sudah malam.
Selepas kepergian mereka, Sari segera mengambil buah tangan yang mereka bawa.
Dia meletakan di atas karpet, Andi sangat antusias, sebab ada beraneka kue, dan buah-buahan.
Sita dan Sari segera masuk ke kamar setelah melepas kepergian tamunya, setelah berganti pakaian, mereka bergabung kembali dengan Andi, menikamati buah tangan tamu mereka.
Sari mengupas buah jeruk, Andi tak henti-hentinya meledek sang kakak dengan panggilan dinda.
"Brisik tau ngga Ndi!" kesal Sita lantas melempar buah apel kearah Andi.
"Ngga suka orangnya, tapi bawaannya di embat, huuu ..." Andi bangkit berlari menghindar dari amukan sang kakak, dia langsung mengunci kamarnya dan segera merebahkan diri.
Hanya tinggal Sita dan ibunya yang juga turut merebahkan diri di karpet sambil menonton sinetron favoritnya.
"Ish ... mau bercocok tanam aja banyak anget halangannya, lebay!" omel sang ibu yang hanya di balas gelengan oleh Sita.
"Kamu entar jangan gitu Ta, kalo udah sah langsung tancap gas!" lanjut sang ibu dengan nasehat tak berfaedahnya untuk saat ini.
"Apaan sih Mak, Emak yang sewot tuh nonton sinetron, ngapa jadi ke aku!" Sungut Sita kesal.
Sari lantas bangkit duduk, ingin berbicara serius dengan sang putri, Sita yang melihat gelagat berbeda dari sang ibu, di buat merinding.
Emak gua kalo dah mode ustadzahnya, bikin bulu kuduk gua merinding.
"Ta, Emak harap kamu bener-bener serius sama si Agung ya, Emak tau saat nih kamu belum nerima, maksud Emak, pedekatenya yang serius, ok?!"
"Iya Mak," pasrah sudah Sita, bagaimanapun dia akan berusaha mengenal lebih baik sosok Agung.
Benar kata sang ibu tadi, jika memang berjodoh mau di kata apa, saat ini Sita hanya bisa berpasarah pada sang kuasa.
Sambil berdoa dalam hati, Ya Allah, jika memang dia jodohku, semoga Engkau berubah pikiran biar ngga jodoh, Aamiin.
"Nah yang tetep harus di inget, langsung tancap gas, jangan kebanyakan drama yak!" Lanjut sang ibu mengulang nasihat unfaedahnya, sepertinya Sari lebih bersemangat dengan malam pertama anaknya kelak.
Karena kesal, Sita tak menjawab omongan sang ibu, dia melampiaskannya dengan memakan apel langsung yang hanya dia usap kulitnya dengan daster sang ibu.
"Buset dah, jorok banget, cuci dulu Sita banyak pestisidanya, mana pake baju Emak, kurang ajar emang nih anak satu," omelnya.
Sita tak menggubris omelan sang ibu dia memilih untuk masuk ke kamarnya.
Sita lansung merebahkan diri di ranjang, dia menatap langit-langit kamarnya dengan banyak pemikiran.
"Harus gimana gua nolak."
"Ngga mau gua ngasih harepan, gimana pun gua tau bang Agung orang baik."
"YA ALLAH GUSTI BERI HAMBA JAWABAN!!" Pekiknya dengan menengadahkan kedua tangan berdoa.
"Berisik Ta!" Sang ibu yang membalas jawaban Sita, sebab dia mendengar jeritan sang anak yang dirasa mengganggu dirinya.
Sita lantas berbalik tengkurap, menelusupkan wajahnya di bantal, menjerit mengeluarkan rasa frustasinya, dia tak ingin sang ibu mendengar teriakannya, hingga tak terasa dia menangis sesenggukan, tak lama kemudian rasa kantuk menghampirinya.
Entah bagaimana besok, dia akan memikirkannya dengan otak yang jernih, gumamnya di sela menggapai alam mimpinya.
.
.
.
tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Nayaka
😆😆😆😆
2023-07-10
0
Vi
makasih😅
2021-08-16
1
Bidadarinya Sajum Esbelfik
👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻💪💪💪💪💪💪💪💪
2021-08-16
1