Setelah berganti pakaian, Sita kembali ke ruang tamu, dimana sang adik masih asyik bermain dengan ponselnya.
"Maen hape mulu, pr udah dikerjain belom?" Tanya Sita yang melihat jika sang adik yang dilihatnya dari selepas pulang sekolah itu, masih asyik dengan ponselnya.
"Malem lah Kak dikerjainnya, sekarang waktunya maen dulu," jawab Andi, yang kembali mendapat pukulan dari Sita di kepalanya.
"Kakak nih ngapa sih, entar aku oon dipukul mulu!" Kesal Andi yang kegiatannya diganggu sang kakak.
Sita lantas beranjak kembali menuju dapur, ingin melihat keadaan sang ibu yang tak terdengar suaranya.
"Mak?" Panggilnya langsung menuju pintu belakang yang terbuka.
Sita menggeleng melihat air mendidih di dalam panci yang hampir asat itu, dia lantas mematikan kompor sembari menuju belakang rumah.
"Mak!" Panggilnya lagi, karena mendengar suara terbahak sang ibu yang sepertinya tengah berghibah dengan tetangga.
Sita akhirnya menghampiri asal suara sang ibu, sebab panggilannya tak membuahkan hasil.
"Buset dah Mak—" ucapannya terpotong kala sang ibu yang terkejut lantas memukul bahunya.
"Sakit Mak!" Keluh Sita sambil mengusap bahunya dan menatap ibunya kesal.
"Lagian ngagetin aja, kalo Mak jantungan gimana?" Gerutu Sari tak kalah sewot, sebab obrolannya dengan tetangga terlerai akibat panggilan putrinya itu.
"Hilih ... jantung Emak pasti kuat, gimana ngga kuat, dari aku orok Emak kan rajin seriosaan," kelakarnya lantas berlari dari sana, menghindar dari lemparan sandal japit andalan ibunya yang pasti berbeda warna tali, sebab dengan kelihaian dan mode pelitnya, sang ibu selalu menyimpan sandal ber cap burung walet itu jika salah satu talinya ada yang putus.
"Dasar!! Emak kawinin beneran kamu, biar jadi anak sholehah!" Gerutu sang ibu, yang mau tak mau ikut kembali kedalam rumah.
.
.
.
Malam menjelang, selepas menunaikan ibadah sholat Maghrib, mereka semua berkumpul kembali di ruang keluarga, yang menyatu dengan ruang tamu, hanya terdapat sofa dan karpet yang membuat fungsi kedua ruangan berbeda.
Mereka duduk di karpet dengan Andi yang masih tak melepaskan gadgetnya, Sita menatap sebal sang adik hingga kembali menarik telinga Andi yang duduk di sebelahnya, yang masih khusyuk menatap ponsel.
"Aduh ... duh, apan sih Kak! Kalah kan jadinya!" Gerutu Andi lantas memunggungi sang kakak.
"Lagian dari pagi ampe malem sibuk mulu kakak liat kamu Ndi! Sarung lepas dulu, katanya mau ngerjain pr!" Sita menagih janji sang adik sore tadi.
"Au tuh anak, hp Emak ngga sekalipun Emak bisa megang, palingan kalo kamu telpon doang Ta, apa Emak mau telpon, padahal kan Emak juga mau selfi, sama tektokan," sungut sang ibu dibalas decakan sebal Sita.
"Ngapain Emak maen tektok, jangan aneh-aneh Mak!" Jawab Sita, dia tak akan membiarkan sang ibu mengunduh aplikasi itu, bisa malu dia, jika sang ibu mengupload hal aneh-aneh.
Sari hanya menyeringai menjawab pertanyaan anak sulungnya, dia juga tau diri, tak mungkin dirinya melakukan hal kekanakan seperti itu.
Andi yang sudah melepas sarung serta kopiahnya, keluar dengan menenteng tas sekolah lantas duduk di hadapan sang kakak dengan raut wajah di buat menggemaskan, namun menurut Sita yang melihatnya malah menyebalkan.
"Paan?" Terkanya yang tau akan maksud adiknya itu.
Andi tertawa garing sebelum menjawab pertanyaan kakanya. "Kak, kalo nanti jadi nikah sama bang Agung, beliin Andi hape ya?" Rayunya.
"Kagak!" Tolak Sita tegas, bukan karena permintaan sang adik. Namun, dia tersinggung sebab adiknya meminta sebuah ponsel karena dirinya yang akan dinikahkan dengan orang yang enggan ia terima.
Andi memasang mimik wajah cemberut saat mendengar jawaban sang kakak. "Dasar pelit!!" Ujarnya kesal lantas segera menuju meja ruang tamu dan menyelesaikan tugas sekolahnya.
Sita dan Sari hanya menggeleng mendengar gerutuan Andi sesaat tadi.
"Jangan di pikirin Ta—" belum selesai sang ibu berkata, sudah terpotong oleh Sita yang menanyakan hal lain.
"Jam berapa sih Mak mereka datengnya?" Sambil melirik jam dinding yang terdapat diatas meja televisi di belakang mereka.
"Katanya abis isya, ya udah sana kamu dandan yang cantik, jangan ngomong aneh-aneh, ngomong nyablaknya di kurang-kurangin, mereka kan bahasanya lembut," titah sang ibu.
"Lembut apaan! Kaya orang keraton gitu? njih kang mas, kulo ngertos," ( iya mas, saya paham) ucap Sita menirukan bahasa jawa halus yang dia tau.
"Elah kagak gitu juga! Emang entu artinya apaan Ta?" Tanya sang ibu bingung.
Sita lantas tertawa terbahak-bahak, dia sampai memegang perutnya yang kaku sebab melihat raut wajah bingung sang ibu yang mendengar ucapannya kala tadi.
"Dasar kampret! Pas lah Ta, jadi mantunya almarhum pak Haji Anshori, dia kan orang jawa, tapi ngga tau jawa mana."
Sita menyeka air mata yang keluar dari sudut matanya, akibat tertawanya yang terbahak-bahak itu, dia lantas mendekati sang adik, yang saat ini terlihat sedang konsentrasi penuh menatap buku di hadapannya.
"Wih, semangat empat lima banget Bang, kira-kira bener ngga nih jawaban!" Ledek Sita.
"Berisik Kak! sana gih ah, biar cepet kelar, bentar lagi kan calon kakak mau dateng," Balas Andi balik meledek sang kakak.
Sita tak menjawab, hanya memukul kepala sang adik dengan lembaran kertas yang dia gulung, sudah pasti tak terasa sakit sedikit pun bagi Andi.
.
.
.
Waktu yang di nanti akhirnya tiba, selepas isya, dia berdandan di depan meja rias, bukan berarti dia bersiap menerima pinangan lelaki itu, hanya untuk menghargai dirinya sendiri saja.
Sari masuk ke kamar Sita tanpa mengetuk pintu, lantas segera menghampiri sang putri yang masih setia duduk di depan meja riasnya.
"Kamu sariawan Ta? Merah gini bibirnya?"
Sita memutar bola matanya malas sebelum menjawab, "ini namanya cara pake lipstik ombre Mak!"
Sari mengernyit heran dengan teknik makeup jaman sekarang, dia yang melihat bibir bagian depan sang putri yang nampak tipis dan pucat sedang bagian dalamnya berwarna merah, hanya menggeleng.
"Orang mah, lipstikan merah ya merah full, kagak separo-separo gitu!"
"ke menoran entar, malah keliatan tua,"
Terdengar suara ketukan pintu dan seseorang mengucap salam, Sari lantas segera keluar dari kamar sang putri untuk menyambut tamunya, dia meminta Sita untuk menunggu di dalam kamar sebelum ia datang menjemput nanti.
Sita lantas mengangguk, dia duduk di tepi ranjang dan memainkan ponselnya, ingin sekali bercerita kepada sahabat-sahabatnya, namun dia pasti akan di ledek habis-habisan nanti.
Jadi dia hanya menscroll aplikasi belanja online favoritnya, berharap menemukan suatu barang yang ia inginkan.
Hingga tak lama, sang ibu memintanya keluar untuk menemui tamu mereka.
Jantung Sita sudah berdebar-debar tak karuan, dia tak tau bagaimana cara menolak mereka nanti.
.
.
.
tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Biicandra
wkwk emakknya nggak gila pilem ikatan rambut cinaa yee. .😂😂😂 biasanya udah kesemsem ngalahin sayur asem sama pemeran ganteng nyaa. .😬😬🙈🙈
2022-09-27
0
Neo
otor seru nih ceritanya berbeda dgn yg lain
2021-08-25
2
Yulian
semangat
2021-08-16
2