5
Kepikiran
(Masih Pov. Diana)
Lewat tengah malam mataku masih belum bisa terpejam. Ini sudah lewat jauh dari jam tidurku. Aku masih teringat aksi heroic yang kulakukan tadi. Kejadian itu masih begitu hangat membekas dan selalu mengganggu pikiranku.
"Mario kenapa-kenapa gak ya? Kayaknya tadi aku nendangnya kenceng banget. Betisku aja rasanya sampe kram gara-gara nendangnya full power." Gumamku dalam hati. Jujur ada sedikit penyesalan telah menyakiti orang lain. Tapi bila aku tidak melakukan perlawanan tadi, tentu wajah aku yang dipastikan membiru terkena pukulan dari Mario. Yah, Mario pantas mendapatkannya kalau begitu.
Tiba-tiba kecemasanku semakin bertambah hingga keringat dingin mulai berembun di dahiku, "Muka aku tadi dikenali gak ya? Bisa gawat kalo Mario sampe tau kalo aku yang nendang dia." Pikiran-pikiran itu membuatku gelisah dan sulit tidur.
Aku jadi kepikiran konsekuensi apa yang nanti aku terima kalau sampai Mario tau aku yang menendang perutnya hingga terjerembab ke belakang. Rasa sakit yang Mario rasakan pasti membuatnya begitu marah. Apalagi Mario pergi dengan wajah penuh amarah.
Kelihatannya Mario itu tipe orang yang pendendam. Kalo enggak, mana mingkin dia ngeroyok itu cowok jika bukan karena menyimpan masalah pribadi. Kenapa tidak dibicarakan baik-baik saja? Ah, anak laki-laki suka sekali bertindak dengan otot.
Apa Mario bakal bales nendang perutku? Tapi masak sih, dia mau nendang cewek. Biasa jatuh harga diri dong sebagai cowok kalo nyerang cewek. Aku akan melaporkannya pada guru BP kalau sampai hal itu benar terjadi menimpaku. Biar saja seluruh orang di sekolah tau kalau murid kebanggaannya tak lebih dari berandalan tengil yang kasar dan pengecut. Hei, kenapa aku yang malah menaruh dendam?
Kira-kira masalah apa ya kok Mario sampai main keroyokan begitu? Apa masalah rebutan pacar? Hahaha, sepertinya aku terlalu banyak menonton sinetron.
Oh iya, cowok itu. Sepertinya lumayan parah luka-lukanya. Hidungnya sampai mimisan.
"Dia nyampe rumah dengan selamat gak ya? Kalo dicegat lagi di jalan sama gengnya Mario gimana ya? Atau misal tiba-tiba pingsan dijalan gimana ya?" Gumamku.
Aku jadi merasa tidak enak kok tidak terpikir menawarkan untuk mengantar dia ke puskesmas dulu tadi untuk mendapat perawatan. Minimal aku bisa memastikan dia ditangani dengan benar dan tidak meninggalkannya begitu saja.
Ah, biarlah. Untuk apa aku kepikiran sampai segitunya. Aku sudah menolongnya semampuku. Setidaknya dia pasti akan lebih babak belur kalau aku tidak berbaik hati menolongnya tadi. Sisanya biar Tuhan yang mengatur takdirnya.
Aku kembali termenung menatap langit-langit balok kayu dari ranjang susun tingkat atas dimana menjadi tempat tidur Tania, adikku.
"Nasib aku selanjutnya gimana ya? Mengingat aku pasti akan sering bertemu Mario karna kita satu sekolah. Kalo cowok itu sih, gak tau siapa dia. Sepertinya aku tidak pernah berjumpa dengannya sebelumnya".
Aku berusaha memejamkan mataku agar segera terlelap. Bayang-bayang peristiwa tadi masih begitu mengusik pikiranku. Namun ada satu hal yang menggelitik di pikiranku, membuatku menutup mulutku rapat-rapat mencegah tawaku pecah. Yah, detik-detik akhir peristiwa tadi.
Aku memeluk gulingku menyamping. Tersenyum sendiri sambil sesekali membenamkan wajahku tertutup guling.
Bagaimana bisa aku berpikir kalau cowok tadi hantu gara-gara tidak ada suara apapun yang kudengar di belakangku selepas kakiku mulai beranjak dari tempat itu. Ditambah lagi seketika suasana sangat sunyi dengan hawa dingin setelah aku berjalan semakin menjauh. Konyolnya aku menoleh untuk memastikan lagi cowok itu betul manusia atau hantu. Melihat empat musuh yang siap menyerangku sebelumnya, tidak ada gentar dan kecemasan sedikitpun, namun ketika berpikir tentang hantu nyaliku langsung ciut. Hahaha..
Aku tidak tau apa aku sanggup berlari bila benar-benar hantu yang akan aku lihat saat itu.
Sampai malu rasanya ternyata cowok itu masih menapak di tanah dan memperhatikan aku dari jauh sambil tersenyum pula ketika aku menoleh.
Aduh, apa dia tau apa yang aku pikirkan? Menyangka dirinya hantu? Aku pasti ditertawai habis-habisan. Malunya aku..
Tapi kenapa dia tidak langsung pergi? Malah memperhatikan aku sampai begitu lama?
Aku baru mendengar sayup-sayup suara motor dinyalakan saat aku sudah sampai di bibir gang. Tetap saja aneh.
"Siapa sih tadi namanya? Wi? Willy..?"
Mataku terus menatap langit-langit dan tanpa sadar bibirku tersenyum-senyum mengikuti alur lamunanku. Sedang asik melamun tiba-tiba ada kepala yang menengok dari atas.
Astaga! Hantu?
"Mbak Di, udah tidur? Anterin pipis dong mbak."
Lamunanku langsung buyar karena saking terkejutnya.
"Tania!" ucapku setengah berteriak. Kaget, kesal, bercampur menjadi satu. Kebiasaan sekali adikku satu ini. Oh tidak, cukup satu saja.
Benar, dia adalah Tania adikku. Ranjang kami adalah ranjang susun. Adikku tidur di ranjang atas, atas kemauannya dan aku mengalah tidur di ranjang bawah dengan keterpaksaan.
"Kamu itu kebiasaan nengok-nengok kebawah tiba-tiba. Mbak kan jadi kaget. Trus kalo jatuh nyungsep kebawah gimana? Nangis dah ntar.."
"Iya mbak, maaf. Ayok anterin pipis.."
"Ya udah ayok cepetan! Mbak udah ngantuk."
...
Author's cuap:
Dasar Tania, kalau jadi adek aku udah aku pites pites kayak semut semut..
Terimakasih temen-temen udah baca episode nya sampe habis.
Jangan lupa klik tanda jempol di bawah, sebagai bentuk support kamu buat author.
Kalo jempolnya banyak, author jadi full power buat updatenya
Like, Comment, Vote, Bunga Kopi yaaa..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
eMakPetiR
🤣🤣🤣
ambyar wiss gegara Tania
2022-04-21
0
Hesti Ariani
ceritanya ringan tapi lucu, eh masih abege kan ya😁
keren deh
2021-09-24
0