Author's cuap :
Terimakasih teman-teman pembaca sudah lanjut ke episode ini.
Kalo teman-teman pembaca pada antusias dengan jalan cerita yang aku tulis, aku jadi makin semangat dong buat lanjut..
Oh ya, jangan lupa setelah membaca episode ini, klik tanda jempol di bawah sebagai bentuk support kamu untuk author,
yuk ah, next..
#2
Jiwa Kesatria
Aku masih terpaku menatap kerumunan beberapa orang di tengah-tengah gang yang bagaikan lorong panjang gelap gulita tersebut. Aku masih ingin memastikan bahwa mereka benar-benar manusia dengan kaki yang menapak tanah. Jujur aku orangnya sedikit penakut untuk urusan dedemit.
Sayup-sayup ku dengar kata-kata kasar, ancaman, dan sumpah serapah keluar dari mulut mereka. Kalau didengar dari suaranya, mereka seperti kumpulan beberapa remaja laki-laki yang mungkin usianya tak jauh denganku.
Aku semakin menajamkan mata dan telingaku. Tak berapa lama kemudian, terlihat empat orang diantaranya memukuli seseorang lagi yang telah terpojok di dinding bangunan gedung tua yang menjulang tinggi. Aku membekap mulutku menutupi rasa terkejut atas apa yang aku lihat.
Sebenarnya bukan urusanku untuk turut ikut campur. Tetapi, rasanya tidak tega melihat ketidak adilan terpampang didepan mata seperti ini. Bila mereka berkelahi satu lawan satu sih, kubiarkan saja. Karena ini lawan yang tidak seimbang aku tidak bisa diam saja. Bagaimana bila nanti dia mati? Berarti aku akan turut menanggung dosa membiarkan ada angkara murka yang seharusnya bisa aku cegah. Apalagi suasana sekeliling memang sepi. Apa memang harus aku yang menolongnya? Ah, aku harus turun tangan.
Sepertinya mereka hanya sekumpulan anak-anak berandalan pengecut yang akan kabur ketika ada orang lain yang melihat aksi mereka. Dari suara yang masih cempreng dan postur tubuh mereka yang tidak begitu besar dariku, aku yakin mereka benar-benar masih bocah. Tapi mereka bawa senjata tidak ya? Lebih baik aku tidak dating denga tangan kosong.
Aku mencari sesuatu sebagai senjata untuk menakut-nakuti mereka. Tapi kalau terpaksa akan kugunakan sebagai pelindung diri sehingga memberi kesempatan aku untuk kabur apabila terdesak. Aku kan juga tidak mau malah menjadi korban berikutnya. Kalau situasi memang tidak baik, aku akan kabur dan berteriak mencari bantuan. Anggap saja itu planning B.
Kuambil balok kayu ukurang lengan orang dewasa dan beberapa kaleng bekas di tumpukan rongsokan yang berada di bibir gang itu. Cukup lah..
Kupasang penutup kepala jaketku untuk menutupi wajahku supaya tidak sampai dikenali. Lebih tepatnya lebih baik aku harus terlihat sebagai laki-laki. Mereka akan meremehkan aku bila tau aku perempuan. Jangan salah, satu tingkat lagi aku sedang menuju sabuk hitam. (Sombong sedikit)
Aku mulai berjalan perlahan mendekati mereka. Dari jarak kurang dari lima meter aku dapat melihat wajah-wajah pengroyok itu. Kutandai kalian ya..
Tunggu! Aku seperti mengenali salah satu diantara mereka.
"Itu terlihat seperti Mario," gumamku tanpa bersuara.
Mario adalah teman seangkatanku namun berbeda kelas. Dia adalah salah satu siswa yang cukup populer di sekolahku. Dia adalah kapten di tim futsal sekolah, dia juga merupakan salah satu personil band sekolah, dan dengan tampang yang rupawan pula sudah pasti menjadi bintang yang cukup dikenal oleh para siswa maupun para guru. Fans fanatiknya sudah tidak terhitung. Apa benar dia sekeren itu?
Aku melonggarkan tenggorokanku berusaha menciptakan suara barritone se-garang mungkin.
"Woooiii... Jangan main keroyokan!" teriakku sambil melempar kaleng bekas ke arah
mereka untuk menarik perhatian mereka dengan menimbulkan kegaduhan.
Gila! Nekat juga aku. Aku seperti kerasukan arwah Bruce Li saja. Entah dari mana keberanian yang aku miliki sekarang.
Ku lebarkan lenganku agar tampak kekar sambil mengangkat balok kayu yang cukup besar seolah bersiap menghempaskan semut-semut nakal yang berebut batu manis alias permen.
Dengan percaya diri aku berjalan dengan langkah sedikit dipercepat mendekat ke arah mereka. Sudah cukup sangar gak sih?
"Ada yang dateng, kabur aja yuk," begitu sayup-sayup yang kudengar dari bisikan salah satu diantara mereka.
Wajah mereka berempat tampak panik melihat ada orang yang mendekat tenngah memergoki mereka
sedang melakuakn tindakan keroyokan. Namun, salah satu dari mereka lebih tepatnya seseorang yang bernama Mario tersebut berbalik menghadapku seperti sedang menantangku.
"Siapa kamu? Gak usah ikut campur urusan orang kalo gak mau kena masalah juga." Ucap Mario dengan intonasi tinggi.
Waduh! Aku sedikit tersentak. Ternyata diluar dugaanku. Diantara mereka ada yang bernyali dan balik menantangku. Aku pikir mereka akan langsung kabur terbirit-birit begitu melihat ada orang lain yang melihat aksi pengeroyokan yang mereka lakukan. Padahal aku sudah membawa pentungan balok kayu sebesar ini. Rupanya mereka bukan bocah ingusan yang mudah ditakut-takuti. Sempat menyesal karena merasa sok jagoan. Tapi karena sudah terlanjur basah begini, baiklah kalau begitu. Sepertinya hanya aku harapan pemuda yang bonyok itu.
"Sini maju kalau berani." Gertakku dengan suara yang masih dibuat se ngebass mungkin.
Tampak Mario mulai berjalan ke arah ku sambil mengepalkan tangan.
Waduh, waduh, gawat!
Aku berusaha menyembunyikan rasa panik dan bersiap mulai memasang kuda-kuda mengambil ancang-ancang memberi perlawanan balik.
"Hyaaaat.."
Nah lo.. Berantem beneran nih..
Sebelum bogeman Mario itu sampai kepadaku, kulemparkan balok itu ke perutnya untuk memberi jarak, kemudian kutendang sekaligus balok kayu yang menghantam perut Mario hingga dia terdorong ke belakang dan terjerembab ke tanah.
Tidak sia-sia aku mengikuti ekskul bela diri. Ternyata sangat berguna disaat seperti ini. Aku cuma berharap yang kulakukan ini memihak pada yang benar.
Sontak ketiga teman Mario yang lain berusaha memapah Mario untuk bangkit.
“Kita cabut aja Mar! Dari pada ntar malah banyak orang yang datang.” Bisik-bisik teman Mario.
Aku sedikit khawatir apakah tendanganku terlalu keras? Apakah menyerang bagian vital? Perasaan sih tidak!
"Awas kamu ya." Teriak Mario mengancam sambil menunjuk kearahku dan pergi menggunakan motor yang diparkir dekat sana dengan saling berboncengan.
"Fiuh.. Segitu doang. Hahaha, Selamat.." Batinku dengan sedikit rasa sombong.
Setelah yakin mereka berempat telah pergi, aku mendatangi seseorang yang sudah terduduk lemas di sudut tembok, si korban pengeroyokan.
"Kamu gak apa apa?" Tanyaku pada anak laki-laki yang sedang meringis kesakitan.
"Gak
apa-apa gimana? sakit semua ini." Sahutnya sambil berusaha berdiri.
Melihatnya sedikit kesulitan akupun memegangi lengannya dan membantunya bediri.
"Terimakasih ya," ucapnya kemudian.
"Iya sama-sama, rumah kamu disekitar sini? Apa kamu bisa pulang sendiri?"
Aku melihatnya mengernyit heran.
"Kamu cewek?" Dia malah balik bertanya sambil memasang tampang terkejut mendengar suaraku yang sudah normal kembali.
Ups, apa sebaiknya aku pura-pura pakai suara ngebass lagi?
"Iya, aku cewek, emangnya kenapa?" Jawabku sambil sedikit cengengesan.
Aku melihatnya tersenyum sambil geleng geleng kepala.
"Gila ya, berani banget kamu. Sekali lagi terimakasih ya, aku bukan orang sini. Rumah aku lumayan jauh. Aku kuat bawa motor sendiri kok,"
“Kamu bukan maling ayam kan? Atau maling jemuran?”
Cowok itu tergelak mendengar pertanyaanku. “Memangnya aku ada tampang seperti itu?”
Aku memperhatikannya sekilas. Wajahnya tidak menunjukkan tampang maling atau berandalan. Sepertinya dia anak baik-baik. Semoga saja dia adalah benar-benar korban. Jadi aku tidak perlu merasa bersalah menendang Mario barusan.
"Ya udah hati-hati, buruan pulang trus cepet diobatin lukanya. Aku balik dulu ya."
"Tunggu!" Katanya sambil meraih lenganku kemudian memberikan uluran tangan mengajakku bersalaman.
"Aku Willy,"
Aku memandangnya lagi selama beberapa saat. Meskipun bonyok-bonyok, ganteng juga ternyata. Hehehe..
"Aku Diana," Jawabku sambil tersenyum dan membalas uluran tangannya.
"Okeh, aku balik yah, hati-hati di jalan, daa daaah" Aku melambaikan tangan dan berbalik memunggunginya untuk melanjutkan perjalanan pulang. Lebih baik segera pergi takutnya Mario malah membawa massa yang lebih banyak.
"Diana, mau aku antar?"
Waduh, sebenarnya lumayan juga dapat tumpangan gratis. Tapi bisa gempar orang serumah lihat aku diantar pulang sama cowok. Tidak.. tidak..
"Gak usah, rumah aku dekat sini." Jawabku sopan lalu berbalik berlawanan arah dari arah Mario dan teman-temannya kabur tadi. Semakin jauh dari titik lokasi dan semakin mendekati bibir gang..
Tunggu sebentar,
Aneh! Tak kudengar suara motor dinyalakan atau pergerakan di belakang. Apa jangan-jangan orang itu ternyata hantu gang ini yang sedang mengerjai aku? Dan ketika aku menoleh dia sudah raib menghilang entah kemana.
Aku membuka penutup kepalaku dan tiba-tiba merasakan angin dingin meniup tengkuk leherku. Aku mulai dibuat merinding oleh suasana horor ini. Pelan-pelan kuberanikan diri menoleh kebelakang memastikan keadaan di belakang.
deg..
deg..
Ternyata...
...
Bersambung...
Author's cuap :
Ini nih, mulai horror kan..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
eMakPetiR
wihhh demen emak kl ada anak putri yg pemberani gini.. 👍
itulah salah satu guna membekali seorang anak dengan ilmu beladiri,utk hal2 kebaikan..terlebih anak putri
2022-04-21
0