Rani mendapatkan posisi duduk di dalam bus. Saat bus hendak berjalan, Raka sengaja menuju tempat di dekat Rani. Ia sengaja duduk bersebelahan meskipun di dalam bus masih banyak tempat duduk yang kosong. "Boleh duduk?" tanya Raka ke arah sebelah Rani.
Tak ada jawaban atas pertanyaannya. Rani hanya diam. Menurut Raka jika orang diam itu, tandanya ia setuju. Raka sudah duduk di sampingnya tapi Rani tetap mengacuhkannya. Ia mengeluarkan earphone dari saku kecil tasnya. Ia sangat menghindari untuk dekat apalagi berbicara berdua. Lalu ia memasang earphonenya di kedua telinganya dan memutarkan sebuah melodi pada ponselnya. Alunan musik mulai terdengar dan dinikmatinya. Ia seperti sengaja melakukan itu karena ia tak ingin diganggu.
Sadar bahwa dirinya diacuhkan, Raka menarik sebelah earphone dari telinga kanan Rani. Sontak Rani pun terkejut, ia menatap tajam ke arah Raka, "Biarkan aku mendengar ini bersamamu atau kamu ingin bicara denganku?" ujar Raka.
Rani mengalihkan pandangannya, ia tidak mempedulikan dan membiarkan Raka berbuat semaunya. Ia biarkan saja Raka merebut sebelah earphonenya karena ia takkan bicara sepatah kata pun dengannya.
Musik yang terdengar indah. Sebuah melodi yang tak dikenal oleh Raka. Ia mencoba-coba untuk menebak tapi tak satu pun judul melodi terbesit di benaknya. Ia lalu melirik Rani yang tampak sangat menghayati melodi itu. Menggerakkan jari-jemarinya dengan pelan mengikuti irama melodi. Matanya tertutup, membuat jantung Raka terasa seperti berhenti berdetak. Situasi macam apa ini? Ingin rasanya Raka menggenggam tangan Rani. Namun dengan perlawanan yang sangat berat, ia menahan gejolak tersebut.
Tiba-tiba bus berhenti mendadak dan membuat seluruh penumpang sontak kaget. Rani yang sedang menikmati irama melodi ikut terdorong ke depan. Lalu dengan cepat Raka menggerakkan tangannya ke arah dahi Rani, sehingga ia bisa menahan kepala Rani agar tidak terbentur kursi yang ada di depannya. Kelakuan Raka yang tiba-tiba membuat Rani terkejut. Langsung dia memukul tangan Raka dan menjatuhkannya dari dahinya.
"Apaan sih!" Rani terdengar kesal,
"Maaf, tadi itu refleks." Raka membela diri.
Rani kembali diam tapi mukanya terlihat masam. Kemudian dia menarik earphone yang terpasang di telinga Raka. "Sudah, gak usah sok dekat," ketus Rani.
"Galak amat," bisik Raka. "Awas sana, aku mau turun," ujar Rani menyuruh Raka menyingkir karena Raka menghalangi jalannya untuk turun. Rani melihat sekitar, inilah pemberhentiannya. Ia segera turun dari bus.
Di satu sisi Raka menikmati waktu ini, dia sangat bahagia meskipun respon dari Rani masih hambar. Dia bisa mendekati Rani, meskipun Rani terlihat tidak menyukai. Dia jadi lebih sering mendengar suara Rani, meskipun Rani terdengar terpaksa berbicara dengannya.
Raka membiarkan Rani turun. Jika dia masih mengikuti, akan buruk nantinya. Pasti Rani takkan memberinya kesempatan. Pasti Rani akan kehilangan respect terhadapnya. Ini saja sepertinya Rani sudah sangat terganggu.
Lalu Raka memperhatikan ke arah mana Rani menuju. Tampak olehnya Rani memasuki sebuah rumah kecil di pinggir jalan. Saat Rani masuk, ia langsung di sambut gembira oleh beberapa anak-anak di sekitarnya, memeluk Rani dan sangat menyayangi Rani. Rumah itu meskipun kecil tapi tampak di sekitarnya ditumbuhi pepohonan pinus nan rindang, rumah yang dilapisi cat tembok berwarna-warni yang memberikan kesan layaknya tempat berlindung.
Di samping rumah itu tampak sebuah papan bertuliskan Rumah KITA. Tempat di mana anak-anak kurang beruntung bisa meraih impiannya dengan belajar literasi, yakni dengan menulis, membaca, berhitung dan bercerita. Sewaktu-waktu anak-anak di sini juga akan diberi keterampilan. Rani sendiri yang mengajar atau terkadang Rani mendatang relawan yang menyukai dunia anak-anak. Lalu pada setiap 30 Maret akan digelar pertunjukkan seni di sana. Siapapun bisa menyaksikan. Semua itu Rani yang mengurusnya dan dibantu oleh seorang ibu berusia setengah abad.
"Kak Rani bawa bukunya tidak?" ujar seorang anak kecil meraih tangan Rani saat Rani baru saja masuk kedalam rumah.
"Maaf sayang, Kak Rani belum bawa buku yang kalian inginkan. Kak Rani juga belum sempat mencarinya. Maafin kak Rani ya," Rani menjawab dengan lembut.
"Yaaah kak Rani," ujar mereka kecewa, "Jangan cemberut dong, nih kak Rani bawain pensil warna baru." Rani mengeluarkan bermacam-macam pensil warna dari tasnya.
"Yee ... makasih kak Rani." Kekecewaan langsung berubah dengan raut kebahagiaan. Mereka satu per satu mengucapkan terimakasih dan mengecup pipi Rani. "Belajar yang rajin dan buatkan kak Rani gambar yang bagus," ucap Rani sambil mengelus rambut anak terakhir yang mengecup pipinya.
*****
Silahkan rate, vote, like dan komen untuk mendukung author guyss💙💙
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Li Na
semangaat
2020-06-24
1
Sasa (fb. Sasa Sungkar)
hi thor..
cerita nya baguuus..
aq mampir bawa boomlike, komen dan rate5..
feedback cerita ku yaa..
When Kama Meet Sutra..
ditunggu kunjungan nya readers.. 🤗
2020-06-07
1