Gadis itu bernama Rania Saputri. Semua orang tak ada yang tak mengenalnya. Di tahun pertama kuliah, dia adalah primadona kampus. Perempuan idaman setiap mahasiswa, termasuk Raka yang memang sudah jatuh hati padanya saat pertama kali bertemu. Tapi tidak ada yang berani mendekatinya karena ia tidak merespon siapa pun yang mendekat.
Rani adalah duta kampus. Mengharumkan nama kampus dalam setiap ajang, baik regional maupun nasional. Dikenal ramah, baik hati dan pintar. Tak salah dia dibilang cantik luar dan dalam. Namun sosok Rani yang dikenal ramah dan mudah bergaul berubah sekejap mata di tahun kedua perkuliahan. Hanya Mitha satu-satunya yang masih bertahan dan dipertahankan sebagai sahabat. Meskipun berperan sebagai sahabat, Mitha sama sekali tak mengetahui penyebab Rani berubah.
Pernah satu bulan lebih lamanya, Rani tak muncul ke kampus dan semua orang merasa kehilangan sosok Rani. Namun keadaan itu tak berlangsung lama. Bunga yang gugur pasti akan berganti dengan yang mekar kembali. Primadona kampus kini sudah tergantikan oleh mahasiswa tahun satu. Sikap Rani yang berubah serta diiringi dengan lahirnya primadona baru membuat keberadaannya langsung seperti debu tersapu hujan. Semua orang tak lagi mempedulikan dan memperhatikan keberadaannya. Begitu pula dengannya, ia juga tak peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya.
Setiap hujan turun, itulah moment paling menenangkan bagi Rani. Ia akan selalu menyambut hujan dengan setiap tetesan yang membasahi pori-porinya. Ia akan menikmati hujan seperti saat dilihat Raka di waktu yang lalu. Seperti ada sebuah cerita yang ia pendam.
Ada kisah apa antara hujan dan dirinya?
* * * * *
Setelah meninggalkan kantin, Rani langsung menuju Perpustakaan. Tempat yang paling sering ia kunjungi. Ia mengambil sebuah buku yang sangat tebal yang selalu ia pinjam setiap kali ke perpustakaan. Lalu ia menuju sebuah kursi di pojok ruangan yang berdekatan dengan jendela. Cahaya matahari dapat langsung menembus dengan tenang, ikut menemaninya meresapi kesibukkan dengan buku yang ia pinjam.
Lalu ia mengeluarkan post it card atau kertas catatan tempel dan mulai menuliskan sesuatu. Lalu menempelkannya pada buku itu. Tak ada yang tahu apa yang ia tulis. Sebab tak pernah ada satu pun orang yang tertarik meminjam ataupun membaca buku setebal itu. Setelah selesai menempelkan post it card itu, Rani menutup dan menghimpit buku itu dengan kedua lengannya, melipat kedua tangannya dan mengadahkan kepalanya ke langit-langit seperti tengah mengingat atau mengenang sesuatu. Perlahan tampak bola matanya berkaca-kaca, air mata tampak berlinang di pelupuk matanya. Entah apa penyebabnya, dia menjadi seperti itu?
Di saat menyadari air mata sudah membasahi pipinya, ia pun mengusapnya. Melihat ke arah jam dinding, di sana menunjukkan pukul setengah empat sore. Tanpa ia sadari ternyata ia sudah berlama-lama di sini. Ini sudah waktunya untuk pergi. Perpustakaan akan segera ditutup.
Ia lalu berjalan gontai keluar dari Perpustakaan, menuju halte tempat biasanya ia menunggu bus yang mengantarkannya menuju rumah. Namun langit kembali merajuk mendung, hujan mulai turun gerimis. Rani langsung mempercepat langkahnya menuju halte agar ia tak kebasahan. Namun seseorang yang tak ingin dijumpainya sudah berada di sana menunggunya.
Raka sudah sepuluh menit berada di halte bus tersebut. Melihat seseorang menuju ke arahnya langsung membuatnya bahagia. Hal itu tergambar dari garis senyum yang terlukis di wajah rupawannya. Ia sengaja menunggu Rani tiba di halte ini.
Kali ini berbeda, Rani dalam keadaan kering. Jadi Raka tak perlu lagi gugup harus memberikannya sweater atau tidak. Padahal Raka selalu sedia sweater di dalam tasnya. Jaga-jaga jika terjadi lagi hal seperti sebelumnya. Namun kali ini dengan niat mantap, dia akan mengeluarkannya dan memberikannya pada Rani. Sebab ia sudah pernah berbicara meskipun tidak diberi respon dengan baik.
"Hai—" Raka memberanikan diri untuk menyapa saat Rani sampai di halte. Tapi tetap saja, tidak ada balasan dari Rani. Dia hanya mengacuhkan keberadaan Raka. Hal tersebut tidak membuat Raka putus asa, dia masih berusaha memulai percakapan dengan Rani sampai ia mau membalasnya. Meskipun hanya satu atau dua patah kata. "Kenapa kamu tidak pernah tertarik berbicara denganku?" tanya Raka. Namun Rani hanya melirik tak tertarik.
"Apa aku pernah membuat kesalahan padamu?" tanya Raka lagi, tapi Rani tetap saja diam. Raka menarik napas dalam-dalam. "Aku tidak tahu lagi harus bicara apa." Ia mulai terdengar menyerah.
"Tidak usah bicara," jawab Rani singkat tanpa diduga. Raka yang mendengar langsung tersontak kaget. "Akhirnya dia mau bicara," batin Raka mensyukurinya karena usahanya tak sia-sia sudah memancingnya untuk berbicara.
"Apa gunanya lidah kalau bukan untuk bicara?" Raka sengaja menjawab seperti itu untuk memancing Rani kembali berbicara. "Lidah adalah salah satu alat indera yang berfungsi untuk mengecap." Rani jawab dengan nyeletuk.
Raka bingung, ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Tidak tahu lagi harus bicara apa. Sulit sekali melakukan pendekatan dengan Rani. Tapi ia harus berusaha, tak boleh menyerah. Namun tiba-tiba saja, Mitha lewat dengan sebuah payung, ia sengaja mendekat dan bergabung setelah melihat Raka dan Rani dari kejauhan. "Hai Raka," sapa Mitha datang dari balik Rani. Ia tersenyum lebar menyapa Raka.
Namun Rani sontak kaget dengan kedatangan Mitha. Begitu pula dengan Raka. Bagimana bisa Mitha tiba-tiba datang? Darimana datangnya? Tak biasanya ia di sini, dia kan biasa menggunakan mobil? Benar-benar perusak suasana pedekate mereka. Lalu Raka hanya tersenyum membalas sapaan Mitha. Kemudian bus yang ditunggu dan hendak dinaiki Rani tiba. Tanpa basa-basi Rani langsung menaikinya. Lalu Raka juga ikut naik, meskipun itu bukan bus yang biasa ia naiki. Ia hanya ingin menghindari Mitha, sebab ia tidak nyaman dekat dengan Mitha. Oleh karena itu, Raka ikut serta menaiki bus tersebut. "Aku pergi duluan," ujar Raka pamit meninggalkan Mitha.
Mitha yang tak tahu tujuan Raka sebenarnya, hanya bisa menelan kekecewaan mengiyakan kepergian Raka. Rani yang tahu bahwa Raka mengikutinya hanya mengernyitkan keningnya dan juga berpamitan pada Mitha. "Daah Mitha," ujar Rani melambaikan tangannya pada Mitha dan masuk ke dalam bus yang diiringi bersama dengan Raka. Mitha pun hanya menatap kesal dengan kepergian bus itu. Ia merasa kesal, kenapa Raka seperti menghindarinya?
*****
Berikan cinta kalian dengan rate like, komen, vote dan favorite. Terimakasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Li Na
next
2020-06-24
1
⚜🌲ʀͨᴀͫʜͬᴍᴀ ᴅͭᴀͤɴͭɪͤᴀͪ ᵛˡ༻
bisa jadi pendiam banget dari yg dulunya ceria ?
pasti ada pengalaman yg sangat traumatik sehingga bisa merubah sifat seseorang , dan hati yg keras
2020-06-08
2
kiki rizki
bukannya ketemu raka pas ospek rani udah pendiem ya?
2020-03-29
2