“Bang, kan aku udah bilang. Kenapa bisa kecolongan lagi, sih. Perasaan berapa kali aku bahas soal itu, deh.”
Nadin tak henti menggerutu sejak keluar dari dalam gedung tempat dia dibayar untuk tampil di sana. Dalam sebuah acara yang dibuat untuk anak-anak muda. Awalnya dia sangat antusias karena akan tampil bersama para entertainer muda yang membuatnya kagum. Sampai akhirnya, tadi dia cukup terkejut setelah seorang caleg tiba-tiba naik ke atas panggung. Memberikan pidato yang sebenarnya merupakan kampanye terselubung.
“Tapi acaranya memang bukan buat kampanye. Aku saja gak dengar orang itu bakal datang.”
“Apa pun alasannya, aku gak mau berhubungan sama hal-hal berbau politik!”
Nadin masuk ke dalam mobil dan menutup pintunya dengan cukup keras. Tyo hanya bisa menghembuskan napas, dan pasrah akan mendengar omelan di sepanjang perjalanan.
Bukan tanpa alasan Nadin merasa tidak suka. Dulu dia sempat diundang untuk tampil di sebuah acara yang diadakan oleh salah satu caleg. Tentu Nadin tidak pernah menolak tawaran yang bagus, apalagi bayarannya cukup tinggi. Tapi saat itu dia tidak pernah menyangka hal selanjutnya yang akan terjadi.
Selang satu hari setelah acara tersebut selesai, media sosial sempat dibuat ramai oleh sebuah artikel. Nama Nadin muncul di judulnya sebagai salah satu artis yang mendukung caleg dan partai itu.
Bahkan di dalam artikel, sempat ada kutipan wawancara dari si caleg yang berkata dengan percaya diri bahwa dia mendapatkan dukungan penuh dari Nadin. Hal yang tampak sepele, namun cukup membuat Nadin kerepotan karena banyak penggemarnya tidak menyukai partai si caleg.
Sejak saat itu, Nadin sama sekali tidak mau berhubungan dengan hal-hal berbau politik, sesedikit apa pun itu.
“Aku gak mau tau kalau sampai besok ramai kayak waktu itu lagi ya, Bang!” sambung Nadin, saat Tyo baru saja masuk ke dalam mobil.
“Iya. Harusnya yang sekarang gak akan kayak gitu. Acaranya benar-benar diadakan sama komunitas, kok.”
“Protes gih, Bang sama mereka. Masa gak kasih info kalau mau ada orang itu datang.”
Tyo hanya bisa tersenyum, menghibur diri sendiri. Nadin yang kesal selalu berhasil membuatnya repot. “Gak usah. Yang ada nanti namamu yang jadi jelek.”
“Tapi kan gak bisa gitu. Kalau tau dari awal, aku mau tolak aja permintaannya.”
Akhirnya, Tyo hanya diam dan mulai menjalankan mobilnya. Membiarkan Nadin mengoceh seorang diri di bangku belakang. ‘Ya Tuhan, tolong buat jalanan lancar sebentar saja,’ ucapnya dalam
hati.
Sekitar empat puluh menit, mobil pun terparkir di basement gedung Manajemen Athena. Tyo bergegas turun, dan tak sabar mengistirahatkan telinganya yang terasa panas. Sementara Nadin sesekali masih terus mengocehkan hal yang sama.
Nadin menggendong tas gitarnya yang berwarna putih. Lalu mengekor pada Tyo yang melangkah lebih cepat dibanding biasanya.
“Bang, acara weekend ini cek sekali lagi ya. Lagi dekat-dekat pemilu, pokoknya hati-hati!”
“Iya, iya…”
“Uhh, kenapa sih orang kayak gitu masih aja ada.”
Tiba-tiba, Nadin spontan berhenti saat melihat ada seseorang yang muncul dari belokan. Hampir saja mereka bertabrakan dengan cukup keras.
Seorang laki-laki seusianya tampak berjalan bersama tiga temannya yang lain. Mereka berpakaian serba hitam, seperti pengendara moge. Namun rambut mereka diwarnai dengan warna yang berbeda-beda. Merah, putih, biru, abu. Hal itu selalu membaut Nadin ingin tertawa.
“Baru beres acara?” sapa si lelaki berambut merah panjang.
“Iya,” balas Nadin singkat. “Kalian baru mau berangkat?”
“Enggak, baru beres latihan buat acara besok.”
“Oh… good luck, ya.”
Mereka berempat adalah personel boyband semi-rock bernama Hybrid. Terbilang cukup sukses karena lagu-lagu mereka terinspirasi dari musik-musik Korea. Bahkan salah satu pengarang lagunya pun memang sengaja didatangkan dari sana. Teknik marketing yang cukup bagus, mengingat anak muda saat ini banyak sekali yang tergila-gila dengan Korea.
Setelah keempat orang tadi pergi, Nadin pun lanjut berjalan. Dia baru sadar kalau Tyo sudah tidak ada di dekatnya.
Di saat yang bersamaan, seorang laki-laki lain muncul dari balik pintu sebuah ruangan. Dia salah satu personel dari boyband tadi. Dengan rambut cokelat—yang sengaja dibuat berantakan dan kulit kecokelatan. Dia keluar ruangan sembari menggigit sehelai roti tawar.
“Eh! Ada Mbak tim sukses…”
Nadin tak menggubris, dan melangkah santai sembari berlagak tidak melihat siapa pun di dekat sana. Melewati lelaki yang dipanggil Axel itu.
Lagi-lagi langkah Nadin dibuat terhenti, karena dia merasa tas gitarnya ditarik ke belakang. Tentu saja Axel yang melakukan itu. “Sombong banget, sih.”
“Ck! Diem, ah! Aku lagi gak mood bercanda!” protes Nadin. Dia membalikkan badan dengan cepat—untuk membuat Axel melepaskan cengkeramannya.
Axel yang cukup tinggi, mencondongkan tubuhnya kea rah Nadin. “Makanya, makan sama aku. Biar badmood-nya hilang.”
“No!” sahut Nadin dengan cepat, lalu berbalik badan dan kembali melangkah.
Axel tak menyerah begitu saja. Dia berjalan cepat ke samping Nadin. Turut berjalan sembari tak henti mengganggu wanita yang sudah memasang wajah kesal di sampingnya.
“Kenapa sih, gak pernah mau makan sama aku? Takut pacarmu marah?”
“Kenapa juga kamu harus makan sama aku?”
“Why not? Aku selalu senang makan sama cewek cantik.”
Nadin mengerlingkan mata. Merasa agak merinding mendengar kata-kata barusan. “Bukannya pacarmu ada banyak? Memangnya mereka belum cukup?”
“Aku lebih tertarik sama cewek yang misterius, dingin, dan agak jual mahal.”
“Bukang urusanku.”
Padahal Nadin bicara dengan ketus sedari tadi, tapi Axel justru tertawa kecil—seakan senang mendengarnya. Dia memang tidak pernah berhenti mengganggu Nadin tiap kali mereka bertemu.
Laki-laki berambut cokelat itu mendadak melompat ke hadapan Nadin—berusaha mencuri perhatian wanita tersebut.
“Astaga, Axel!” teriak Nadin yang terkejut. “Kamu benar-benar ya... Minggir!” bentaknya.
Beberapa orang yang ada di dekat sana sampai melongok ke sumber suara karena penasaran. Dan memberikan tatapan penuh tanya.
Kali ini Axel tidak lagi mengikuti Nadin yang melangkah dengan kesal. Dia terdiam sembari tersenyum menatap wanita tersebut. Lalu berjalan ke arah teman-temannya pergi, sembari bersiul.
Dari kelima personel, Axel dan sang kapten berambut merah menjadi anggota yang memiliki fans paling banyak. Axel sendiri dikenal sebagai sosok playboy yang entah kenapa justru berhasil memikat perhatian para fans perempuannya. Padahal skandal soal dirinya bertebaran di mana-mana. Dari mulai dia yang sering kali bergonta-ganti pasangan, hingga menjalin hubungan dengan seseorang yang jauh lebih tua. Tapi semua itu tidak mengurangi
kharismanya di mata publik.
***
“Hmm… Iya. Hu’um.”
Juna mengangguk-angguk sembari mendengarkan curhatan Nadin lewat telepon. Padahal dia masih berada di tempat kerjanya. Melakukan pemotretan untuk sebuah majalah.
Juna dan Nadin membuat kesepakatan tidak akan saling mengganggu dengan menelepon di jam kerja, kecuali jika ada sesuatu yang mendesak. Keduanya hanya sekedar berkirim pesan, dan membalas sewaktu sedang senggang. Tapi kali ini, Nadin tiba-tiba menelepon tanpa memberikan pesan apa pun sebelumnya.
“Iya… Tapi benar juga kata Bang Tyo. Kali ini kayaknya kamu gak perlu khawatir.”
Tiap kalimat yang Juna lontarkan, selalu dibalas dengan kalimat yang berkali lipat lebih panjang. Seakan berbagai hal yang ada di dalam kepala Nadin tak pernah habis.
Seorang wanita berambut hitam panjang, melambaikan tangan dari kejauhan. Lalu mengangkat sebuah paper bag di tangan kirinya. Juna membalas dengan balik melambaikan tangan, namun belum bisa beranjak dari tempatnya berada. Wanita itu berdiri menunggu sembari memastikan riasannya masih dalam keadaan baik.
“Hei, kayaknya kamu terlalu overthinking. Percaya sama aku, gak akan terjadi apa-apa… Kamu makan dulu sana. Aku harus lanjut kerja lagi. Ceritanya lanjut nanti malam saja ya.”
Setelah panggilan diputus, Juna hanya bisa menggelengkan kepala dan menghela napas panjang. Dia pun menaruh ponselnya, lalu pergi ke arah wanita yang menunggunya di pinggir ruangan.
Keduanya pun mengobrol sebentar, sebelum akhirnya pergi ke luar dari ruangan tersebut. Meninggalkan para kameramen yang sedang membereskan peralatannya, karena pekerjaan hari ini baru saja selesai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Ayu Welirang
Hmm siapakah cewek itu????
2021-06-27
0
Flying-pan
Dijebal sama hal berbau politik adalah hal yang paling naas sedunia 😔
2021-06-07
0