Dua bulan sebelumnya.
-Gedung Manajemen Artis Athena-
Nadin tampak serius memainkan gitarnya sembari berlatih menyanyikan lagu yang dipersiapkan untuk iklan sebuah produk. Tidak terasa hampir satu jam dia terus duduk sembari melakukan hal yang sama. Dia memang sangat serius kalau sudah tenggelam dalam sesuatu yang disuka.
“Din, Nadin!”
Tyo, sang manajer memanggil-manggil sejak tadi. Tapi orang yang dia panggil tak menggubris sama sekali. Hingga dia harus berjalan mendekat dan melepas paksa earphone yang dipakai Nadin.
“Apaan, Bang?” Nadin sedikit terkejut dengan kehadiran manajer muda berumur tiga puluhan itu.
“Ingat waktu, dong. Sudah jam berapa ini?”
“Jam berapa emangnya?”
“Lima belas menit lagi jam sebelas. Kamu ada briefing buat acara besok kan, jam sebelas?”
“Aduh! Kenapa gak ingetin aku dari tadi sih, Bang!”
Tyo hanya mengembuskan napas. Sudah tidak aneh dengan sifat Nadin yang seperti itu, karena sudah hampir tiga tahun bekerja bersama.
“Ayo, cepat kita berangkat!”
“Pakai kaos gini aja gak apa kali ya?”
“Tinggal pakai luaran yang ada di mobil aja, supaya gak terlalu santai.”
Nadin Carmelia, dua puluh tujuh tahun. Seorang aktris yang memulai karirnya sebagai seorang penyanyi. Mulai bergabung dengan Manajemen Athena sejak tiga tahun lalu, setelah berhasil memenangkan sebuah ajang pencarian bakat.
Nama Nadin semakin melejit setelah sempat berduet dengan salah satu penyanyi terkenal asal Korea. Sejak saat itu makin banyak brand yang mengontraknya, hingga sempat mengadakan konser solo.
Meski merasa tidak percaya diri dalam berakting, pihak manajemen berhasil membujuknya untuk mencoba. Ternyata, banyak orang yang memuji kemampuan Nadin dan berkata bahwa sebenarnya Nadin memiliki bakat dalam dunia akting. Alhasil, wajahnya semakin sering muncul dalam film layar lebar maupun tayangan tv series. Satu hal yang pasti, Nadin kini sangat menikmati pekerjaannya itu.
“Jadi sudah jelas ya untuk *rundown *acara besok. Nadin tampil jam sepuluh, tapi tolong standby maksimal jam delapan untuk persiapan. Nanti Mba Sintia yang akan mengarahkan besok. Masih ada yang perlu ditanyakan lagi?”
Semua orang menggelang. Tyo pun turut menggeleng mewakili Nadin yang sedari tertunduk, menatap layar ponselnya sembari tersenyum-senyum.
“Ayok!”
“Lho, udah beres?”
“Main hape terus sih, daritadi!”
Nadin berdiri lalu berjalan menyusul Tyo yang melesat lebih dulu.
“Aku udah gak ada jadwal kan ya hari ini?”
“Iya, sih. Kenapa?”
“Habis ini aku gak pulang bareng Bang Tyo. Mau langsung pergi ya.”
“Ke mana? Biar aku antar.”
“Gak usah, Bang.”
“Terus, mau naik apa? Bis? Yakin?”
“Enggak, lah! Udah ada yang jemput, kok. Tuh orangnya!” Nadin menunjuk seseorang yang berdiri tak jauh dari sana.
Tanpa menunggu tanggapan Tyo, Nadin langsung melesat ke arah Juna dan memeluk kekasihnya itu dengan wajah sumringah. Seakan sudah sangat lama tidak pernah bertemu.
“Sudah beres?” tanya Juna sambil balas tersenyum.
“Iya. Yuk ah, kita makan! Aku lapar banget.”
“Hei, hei, main pergi aja,” protes Tyo. “Juna, janji sama saya, Nadin harus pulang sebelum jam tujuh ya! Besok dia harus pergi pagi-pagi.”
“Beres, Bang!”
“Jangan makan macam-macam ya! Jaga tenggorokan!”
“Iya, iya, Bang Tyo bawel ah!” protes Nadin sembari tertawa kecil. Padahal wajah Tyo tampak sangat serius. Jika dilihat, mereka memang sudah tampak seperti kakak beradik. Tyo yang merupakan anak tunggal, memang merasa bahwa Nadin adalah adik kandungnya. Mungkin itu juga yang membuat Nadin merasa nyaman saat bekerja.
“Kita pamit ya, Bang.”
“Bye, Bang Tyo! Makanya cari pacar, supaya gak kesepian!” celetuk Nadin sebelum melesat sembari menarik lengan Juna.
Keduanya menuju ke tempat parkir, dan masuk ke dalam mobil hitam Juna.
“Nih.” Si lelaki berkuncir menyodorkan sebuah paper bag kecil ke arah Nadin. Beberapa buah skin care ada di dalam sana. “Kamu pengen beli itu, kan?”
“Wah, makasih, lho! Tapi brand-nya kan baru mau masuk ke Indonesia. Kamu beli di online shop?”
“Aku baru dikontrak sama brand itu. Jadi dapat sample gratis. Lumayan.”
“Masa? Seneng banget, deh. Tapi kenapa justru kamu sih yang dapet. Kan, produknya buat cewek.”
“Mereka lagi mau launch produk buat laki-laki juga. Kemaren aku nego supaya dikasih sample yang itu gara-gara inget kamu pengen banget dari dulu.”
“Ih… terharu banget deh aku. Nangis nih…”
“Apaan, sih!” Juna pun tertawa, sembari mengusap-usap kepala Nadin cepat hingga membuat rambutnya berantakan.
Juna Adyawiguna, dua puluh sembilan tahun. Anak dari seorang pengusaha real estate terkenal. Kalau Nadin memulai karir sebagai seorang penyanyi, Juna justru memulai dari bidang olahraga. Dia sangat menyukai beladiri hingga menjadi atlet nasional taekwondo yang cukup sering mengikuti turnamen. Ketenaran yang terbangun dari prestasi juga penampilannya yang sangat tampan, membuat Juna akhirnya dilirik oleh media. Hingga tak jarang dibayar untuk menjadi model.
Sebenarnya Juna tidak tertarik untuk terjun ke dunia entertaiment. Hanya saja, waktu itu dia merasa perlu melakukannya demi Nadin, yang merasa tidak percaya diri akan bakatnya. Nadin beberapa tahun lalu sangat minder dan pemalu. Dia selalu mati-matian menolak meski ada peluang besar untuk menunjukkan bakatnya kepada semua orang.
Alhasil, Juna berkata dia akan turut bergabung ke dalam sebuah manajemen, asalkan Nadin pun mau melakukan hal yang sama. Meski akhirnya, Juna direkrut oleh manajemen yang berbeda, yaitu DC-Manajemen.
Sejak saat itu, Juna sudah sangat jarang mengikuti turnamen. Dia justru disibukkan oleh kegiatan barunya sebagai model dan aktor.
“Makan apa enaknya ya?”
“Aku sih lagi pengen makan fried chicken.”
“Jangan cari penyakit. Nanti diamuk Bang Tyo, lho.”
“Emang udah berapa tahun sih, aku jadi penyanyi? Gak akan kenapa-napa, kok…”
Nadin memasang pose memohon sembari memberikan tatapan penuh harap. Dia tahu benar biasanya sang pacar akan luluh tiap melihatnya seperti itu.
“Kita makan sushi aja ya.” Sayangnya kali ini Juna tidak semudah itu dirayu.
Nadin mendengus kencang. “Ya udah,” balasnya terpaksa sembari cemberut.
Juna hanya tersenyum kecil melihatnya.
“Makan apa aja boleh. Asal sama kamu,” sambung Nadin lagi. Lalu memeluk erat lengan kiri Juna, dan menyandarkan kepalanya di sana. Memejamkan mata sesaat sembari tak henti menyunggingkan senyuman.
Juna pun tak bisa untuk tidak tersenyum. Sudah bertahun-tahun berlalu, selalu wanita yang sama—yang ada di sisinya. Entah kenapa rasa sayangnya seakan tak pernah berkurang sedikit pun. Atau mungkin dia sudah terlalu terbiasa hingga tak sadar seperti apa perasaannya kepada Nadin saat ini? Yang pasti, dia tidak bisa membayangkan jika suatu saat sosok wanita tersebut menghilang, atau tergantikan oleh yang lain. Begitulah pikirnya saat ini.
Juna mengecup kepala Nadin lembut. Membuat wanita tersebut menolehkan wajah ke arahnya. Memberikan senyuman yang selalu tampak memesona baginya. Juna tak pernah tahan untuk tidak menyentuh bibir merah muda Nadin. Mengecupnya penuh kasih sayang, seakan tak pernah mau kehilangannya.
“Thank you,” ucap Nadin pelan.
“For what?”
“For staying by my side.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Ayu Welirang
Ini DC Manajemen yang bikin Justice League bukan? wakaowkwowk. Jadi Joker kali dia. 😂😂😂😂😂😂
2021-06-27
0
Flying-pan
Awalnya manis lama2 asem 🤪
2021-06-06
0