Eca menghentikan motornya ketika sudah sampai di alamat yang ditujunya.
Eca berjalan sambil menatap gerbang tinggi berwarna hitam yang membuatnya terpesona.
Dari bentuk pagar nya udah kayak gini apalagi dalamnya.
Eca menekan bel sekali, tapi tak ada tanda tanda yang menunjukkan gerbang itu akan terbuka.
Dua kali menekan masih tak kunjung terbuka.
Ketika Eca hendak menekan untuk ketiga kalinya barulah gerbang itu terbuka dan memunculkan sosok paruh baya berseragam security.
"Selamat malam, ada yang bisa saya bantu?" tanya Pak Satpam ramah.
"Malam Pak, ini saya mau mengantar kan pesanan atas nama ibu Laura" balas Eca tak kalah ramah.
Pak satpam tampak berbicara di talkie- walkie, untuk beberapa saat Eca hanya memandang rumah besar dari sela-sela gerbang yang terbuka.
"Silahkan masuk" ucap pak Satpam setelah kurang lebih 3 menit.
"Terimakasih Pak" jawab Eca sambil menganggukkan kepalanya.
Eca melangkahkan kakinya menuju rumah besar nan mewah itu,catnya yang berwarna gading membuat rumah itu terkesan lebih elegan menurut Eca.
Eca mengetuk pintu kayu besar itu dengan cukup kuat, entah apa maksud sang empunya rumah untuk tidak memasang bel di sini.
"Permisi paket" teriak Eca setelah mengetuk pintu kurang lebih tiga kali.
Merah nggak tuh tangan,haha.
Eca menghembuskan nafasnya ketika pintu itu tak kunjung terbuka, kalau kayak begini ceritanya pulang dari sini tangannya sudah tak tertolong.
Eca bersiap untuk mengetuk sekali lagi, but pintunya udah kebuka duluan.
Untungnya tangan Eca masih menggantung di udara kalau tidak bukan pada pintu tangan Eca mendarat melainkan pada sosok yang ada di depannya.
Mereka sama-sama tertegun untuk beberapa saat.
Eca menatap laki-laki di depannya, menurut perkiraan Eca umurnya kurang lebih 40 tahunan, wajah nya yang bersih dan tubuh yang tinggi tegap membuat ia tampak gagah, usia seakan-akan tak memudarkan pesonanya.
"Anjir, tuanya aja kayak gini begimane waktu mudanya, fix ini om-om pasti fukcboy dimasanya" jerit batin Eca memandang sosok di depannya.
"Hm, ini pak ada pesanan kue atas nama ibu Laura" Eca menyodorkan kotak kue setelah memastikan sekali lagi nama pemesan nya.
Laki-laki itu hanya diam menatap wajah Eca dengan ekspresi yang sulit di artikan.
Ada perasaan akrab yang mengalir di dadanya, semacam perasaan yang membuat kita ingin terus melindungi orang itu.
Laki-laki itu berdehem.
"Baik, terimakasih" ujarnya setelah menerima kontak dari Eca.
"Selamat menikmati, permisi" ujar Eca sambil menundukkan kepalanya kemudian berlalu meninggalkan laki-laki itu.
Entah apa yang Eca rasakan, ada rasa nyaman dan aman yang dirasakan ketika dekat dengan laki-laki itu.
Eca segera membuang jauh-jauh perasaan itu.
"Apaan orang juga kagak kenal sama dia, Bokap kagak, Om juga kagak, sinting lo Ca" rutuknya di dalam hati sambil memukul-mukul ringan kepalanya.
Eca melirik jam tangan hitam yang melingkar indah di pergelangan tangan kirinya.
15 menit lagi pertukaran shift di tempatnya bekerja.
Eca langsung menancap gas menuju mini market, menyalip beberapa kendaraan yang sekiranya menghalangi jalannya.
Eca bukan ugal-ugalan tapi Eca hanya menerapkan pepatah ' biar cepat asal selamat ' iya nggak sih? tapi Eca tak ada waktu untuk mengkonfirmasi pepatah itu , yang terpenting sekarang harus sampai tepat waktu, anggap saja pepatah itu benar.
......................
Eca berlari kecil memasuki mini market tempat nya bekerja, pembeli tampak ramai, keluar masuk silih berganti seperti pada hari hari biasanya.
"Maaf kak telat" ujar Eca ketika melihat teman kerjanya yang kerepotan melayani pembeli.
"Sans Ca" jawab kasir itu ketika melirik sekilas pada Eca sembari tersenyum tipis.
Eca menganggukkan kepalanya dan mulai melayani pembeli dengan senyum manisnya ia melayani dengan ramah, mulai dari kalangan ibu-ibu, bapak-bapak, anak remaja, intinya Eca tersenyum ramah kepada semua orang dari berbagai kalangan usia yang berstatus pembeli.
Eca mengecek ponselnya walaupun ia tau tak kan ada notifikasi alias sepi, lebih sepi dari pada kuburan.
Jam di ponselnya menunjukkan pukul 10:39 wib, yang artinya sekitar satu jaman lagi jam kerjanya habis.
Eca meletakkan kembali ponselnya kedalam saku celananya ketika melihat pembeli berjalan ke arahnya.
Eca menajamkan matanya ketika melihat siapa gerangan yang ada di depannya,ya pembeli itu tak lain tak bukan adalah Arga, iya Arga pacarnya Citra tapi bedanya gandengan nya bukan Citra melainkan perempuan cantik seperti mahasiswa.
"Sama sapa lo?" tanya Eca ketika Arga menyerahkan keranjang yang berisi belanjaan.
"Pacar lo?"
Arga tampak terkejut ketika melihat kehadiran Eca di minimarket ini, pasalnya ia jarang berbelanja seperti ini.
"Hah?" Arga bengong, otaknya nge laq.
"Gue nanya Lo sama siapa? pacar lo?" jawab Eca sambil mengisyaratkan dengan matanya menunjuk perempuan di sebelah Arga.
"Oh eh, enggak lah pacar gue kan si Citra" sangkal nya setelah mencerna pertanyaan Eca.
"Terus?" tanya Eca lagi.
Kepo dong, kalau ada apa-apa sama mereka nanti Eca juga yang jadi korban curhatan si Citra, bukannya kagak mau jadi tempat curhat tapi kadang Citra itu suka kagak ngotak kalau curhat.
"Oh ini, kenalin Tante gue" jawabnya sambil tersenyum kecil.
"Tante?" Eca bingung dong, Tante dari mana ini? usia mereka aja kagak beda jauh, atau jangan jangan Tante Tante an.
Melihat tatapan dan reaksi Eca, Arga buru-buru menjelaskan kalau tidak bisa menjadi salah paham yang berkelanjutan ini.
"Beneran, adek Bokap gue ini, ya nggak Tan?" jelasnya sambil berkata dengan mengkonfirmasi ke arah perempuan itu.
Perempuan itu mengangguk sambil tersenyum manis.
Eca yang melihat Tante Arga yang tersenyum membalas dengan senyuman ramah biasanya.
"Oh, totalnya Rp.380.000,00, mau cash or debit?" tanya Eca setelah selesai mengemas belanjaan Arga.
"Oh iya, cash aja" jawabnya sambil memberikan 4 lembar uang seratus ribuan.
"Ini kembaliannya, terimakasih sudah berbelanja" Eca berkata sambil memberikan uang kembalian pada Arga.
"Oh iya, duluan ya" pamit Arga setelah mengambil uang kembalian dari Eca.
Eca hanya mengangguk kan kepalanya, dia sedikit mengantuk rasanya.
Eca berjalan ke arah lemari pendingin dan mengambil sebotol air mineral, meneguk nya sampai tersisa separuh, air ternyata cukup efektif untuk mengurangi rasa ngantuk.
Eca menyangga dagunya dengan tangan, menatap lurus ke depan, sudah berlalu 1 tahun ternyata ia bekerja di sini.
Kadang Eca merasa capek, di sekolah pada siang hari otaknya diperas, dan di malam hari fisiknya terkuras, wajar kan jika ia bilang capek?
Namun ketika Eca kembali mengingat wajah lelah Bunda yang sering menangis sendirian rasanya capek yang Eca rasakan sekarang belum ada apa-apanya, ibarat kata Eca masih bisa lah ditoleransi.
Bagi Eca Bundanya adalah wanita paling tangguh yang pernah ia temui dan Bundanya adalah satu-satunya alasan yang membuat ia bertahan di siklus hidup seperti sekarang.
Setau Eca Bundanya single parent, Eca tak tau siapa ayahnya, Bundanya tak pernah mengungkit tentang ayahnya, yang Eca tau dia punya ayah sah karena pernah secara tidak sengaja Eca melihat buku nikah Bundanya, bagi Eca itu sudah cukup.
Selama kurang lebih dari 15 tahun Bundanya membesarkan Eca dan Elin, memaksa tulangnya yang rapuh untuk memastikan semua kebutuhannya anaknya terpenuhi, menjadi sosok ibu sekaligus ayah untuk putri-putrinya.
Eca menghapus setitik air matanya yang mengalir di pipi putihnya itu, Eca tersenyum tipis ia rela menukar rasa capek dan lelah Bundanya, ia tak apa lelah agar mengurangi sedikit lelah Bundanya.
...****************...
Terimakasih buat yang sudah memberikan like nya.
Semoga betah ya di sini.
Tinggalkan jejak ya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Ayah nya Eca lepas tanggung jawab ya,,gak takut di tanya malaikat waktu mati nya nanti di alam SANA,,
2022-12-15
0
Qaisaa Nazarudin
Apa jangan-jangan itu ayahnya,,
2022-12-15
0