Alvaro." Al menoleh tersenyum lalu menghampiri gadis itu.
"Hai.." sapa Al.
"Kok lo ada di sini? mau ngapain? Alvaro hanya diam sambil terus berjalan kearah gadis itu.
"Gue nungguin lo." Jawab Al setelah cowok itu sampai tepat di hadapan Dinar.
Dinar terkejut, ia tertunduk memainkan jari-jarinya.
"Ke..kenapa lo nungguin gue.." tanya Dinar yang mulai gugup. Al mengernyit sesaat setelah itu tiba-tiba Al menarik tangan Dinar untuk masuk medalam mobil.
"Gue sengaja nungguin lo. Karena gue mau anterin lo pulang." perkataan cowok itu membuat Dinar menarik tangan yang di genggam Alvaro lalu mundur satu langkah.
"Ngg__ nggak usah, gue sudah biasa pulang sendiri kok." tolak Dinar halus.
"Sudah biasa?" kata Al mengulang perkataan Dinar.
Dinar mengangguk sambil terus menunduk.
Alvaro menghela napas, menaruh kedua tangannya di pinggang. "Din. lo tau nggak ini udah malam. Dan lo itu seorang cewek!. Lo juga pasti nggak tau kan. Kalau misalnya ada yang berniat jahat sama lo! Lagian gue heran sama cowok lo. Nggak ada perhatian-perhatiannya sama sekali, tega banget biarin ceweknya pulang sendiri tengah malam kayak gini! cowok macam apa itu!" cerca Al.
Dinar masih setia menunduk namun Al bisa melihat dengan jelas jika pipi gadis itu basah oleh air mata.
Melihat itu Alvaro meraup wajahnya dengan kasar, harusnya ia tidak emosi. Alvaro paling tidak bisa jika melihat seorang wanita menangis, apa lagi itu karena dirinya, Pasti akan merasa bersalah.
"Maafin gue, Gue nggak bermaksud buat lo nangis." Dinar mengusap air matanya lalu mendongak menatap wajah Al yang terlihat sekali rasa bersalahnya.
"Bukan lo yang bikin gue nangis, ada sesuatu hal yang buat gue nangis." Al memandang mata hazel milik gadis yang sedang menatapnya dengan sendu.
"Boleh gue tau. Masalah apa itu?" Dinar tersenyum simpul mengalihkan pandangannya dari cowok yang sudah membuat jantungnya sedari tadi berdetak sangat cepat.
"Untuk apa." jawab Dinar. Menatap kembali kearah Alvaro. "Kita baru aja kenal. Bahkan kita belum bisa di katakan saling kenal. Kita ketemu juga karena lo nolongin gue dari Aron." Alvaro menghembuskan napas, ia memberanikan diri memegang pundak gadis yang terlihat sangat rapuh ini.
"Oke kalau lo nggak mau cerita sekarang nggak masalah. Gue nggak akan maksa. Yang terpenting sekarang lo mau gue antar pulang." Dinar diam menegang ketika Al memegang pundaknya.
tangan cowok itu masih betah bertengger di pundaknya.
Membuat Dinar akhirnya mengangguk karena ingin terbebas dari detak jantungnya yang semakin menggila.
Cowok itu terlihat sangat tersenyum bahagia setelah Dinar mengangguk. Alvaro mengusap beberapa kali puncak kepala Dinar. gadis itu melotot dan diam seperti patung. Alvaro yang melihat itu justru terkekeh, dan menarik dengan lembut tangan Dinar agar cepat masuk ke dalam mobil.
Di perjalanan menuju rumah Dinar, tidak ada yang saling bicara, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Sebenernya Alvaro ingin sekali bertanya, ada banyak pertanyaan yang ingin dia tanyakan kepada Dinar, tapi ia tidak yakin jika gadis itu akan mau menjawab pertanyaan, biarlah dia akan cari tau sendiri secara pelan-pelan yang terpenting sekarang Dinar sudah mau di antar pulang dengannya.
Sekitar lima belas menit mobil Alvaro berhenti di depan gang kecil, tempatnya sepi dan sedikit gelap, Al mengerutkan kening dan bertanya pada Dinar.
"Rumah lo di sini?"
Dinar menoleh kearah Al dan mengangguk. "Iya rumah gue masuk gang kecil itu, nggak jauh dari sini kok." jawab Dinar, Alvaro mengangguk lalu ikut turun.
Mereka berdiri tepat di depan gang itu. "Itu rumah gue yang cat warna biru." tunjuk Dinar pada sebuah rumah kecil yang tidak jauh dari gang itu.
Alvaro mengikuti arah tunjuk Dinar, mata cowok sedikit terbuka, melihat kondisi rumah Dinar yang sangat kecil dan sedikit kumuh. tidak menyangka Dinar tinggal di rumah seperti itu, jauh sekali dengan rumahnya yang sangat besar, tanpa sadar Al mengucap syukur karena diberi tempat tinggal yang layak olah tuhan.
"Al." panggil Dinar, Alvaro segera menoleh kearah Dinar tersadar dari lamunanya.
"Makasih ya, sudah mau antar gue pulang." ucap Dinar tersenyum kepada Al. membuat cowok itu terpana dengan senyuman gadis itu.
"Alvaro." panggil Dinar lagi sambil melambaikan tangannya di depan wajah cowok itu.
Al berdehem menggaruk tengkuknya yang tak gatal, malu karena ketahuan memperhatikan gadis itu.
"Hehehe.. Iya sama-sama. Kalau gitu gue pamit dulu ya," Dinar tersenyum lagi lalu mengangguk, memperhatikan Al yang masuk kedalam mobil sampai cowok itu pergi meninggalkan ia seorang diri.
Ada rasa bahagia dan juga takut yang Dinar rasakan, ia takut jika sampai Aron tau dia pulang bersama Alvaro pasti akan bahaya, Dinar bukan takut tentang dirinya, tapi ia takut terjadi sesuatu dengan Alvaro.
Di sisi lain Dinar bahagia ternyata masih ada cowok sebaik Alvaro yang mau perhatian dengannya. ia meraba dadanya dan menghembuskan napas panjang, semoga tidak akan terjadi sesuatu setelahnya.
***
"Lo mau kemana?" tanya cowok yang kini sedang duduk bersama seorang gadis di taman belakang.
"Mau masuk kelas. Bentar lagi bel." gadis itu adalah Dinar dan cowok yang bersamanya adalah Aron.
Dinar sudah ingin beranjak dari duduknya, tapi tidak jadi setelah Aron berkata sesuatu. "Berani lo ninggalin gue. Lo tau akibatnya!" ucap Aron dingin dan datar dengan menatap Dinar tajam.
"Ta__ tapi ntar gue di hukum. Ada PR juga yang harus gue kumpulin." Dinar menunduk tidak berani melihat wajah Aron yang begitu menakutkan.
"Gue nggak peduli!! Sekarang lo pijitin kaki gue." Dinar hanya diam sambil terus menunduk. "Ayo pijitin! SEKARANG!!" bentaknya. Dinar gelagapan dan langsung mulai memijit kaki yang sudah di luruskan oleh cowok itu.
Aron meluruskan kakinya di hadapan Dinar yang duduk di bawah sementara Aron duduk di kursi bersandar di sandaran kursi sambil bersiul-siul menikmati rokok dan pijatan Dinar.
"Ron, Gue boleh tanya. sampai kapan lo kayak gini ke gue?" Aron mengernyit menatap sinis pada gadis yang duduk di bawahnya.
"ngapain lo tanya-tanya! sampai kapan itu urusan gue. lagian lo punya hutang sama gue. ingat itu!!"
"Sekarang tinggal pilih, lo mau jadi pacar gue sampai gue puas. atau lo lebih milih sesuatu yang lo bilang sangat berharga itu pergi ninggalin lo!!" ancam cowok itu.
Dinar diam tidak berani menjawab ataupun bertanya lagi, pilihan yang sangat sulit, Dinar tidak bisa memilih. mungkin sudah nasib dirinya yang harus menjadi pacar Aron.
Tanpa mereka ketahui ada seseorang yang melihat kelakuan Aron dengan geram. matanya menatap tajam, Tangannya terkepal. siapa lagi kalau bukan Alvaro, ia benar-benar tidak suka Dinar di perlakukan seperti itu.
Alvaro memutar badan, pergi meninggalkan dua orang itu. dalam hati dirinya harus segera mencari tau alasan Dinar mau di perlakukan tidak baik dan di tindas.
Benar saja Dinar mendapatkan hukuman dari gurunya karena tidak masuk kelas dan tidak mengumpulkan PRnya, Dinar di hukum mengumpulkan sampah yang ada di pinggir lapangan. dan juga setelah mengumpulkan sampah ia harus membersihkan toilet, sebenarnya membersihkan toilet itu hukuman untuk Aron, Karena cowok itu juga tidak masuk di jam pelajaran pertama, namun Aron justru menyuruh Dinar untuk menggantikan tugas dari guru.
Al yang baru keluar dari kelas dan hendak pulang, harus menghentikan langkahnya, ia melihat seorang gadis di pinggir lapangan sedang mengumpulkan sampah yang di masukkan kedalam kresek besar.
Al pun menyuruh para sahabatnya untuk pulang duluan. Setelah kepergian para sahabatnya Alvaro putar balik menuju ke lapangan.
Ia mulai memungut sampah yang ada di tengah lapangan. Dinar menoleh karena merasa ada seseorang, dan matanya membulat ketika melihat Alvaro tengah mengambil sampah yang berserakan.
"Alvaro. Lo ngapain?" Dinar Buru-buru menghampiri Al dan mencoba menghentikan apa yang cowok itu lakukan.
"Udah Al. Biar gue aja, kan ini gue yang di hukum." Dinar masih berusaha menghentikan Alvaro yang masih saja memungut sampah-sampah itu.
"Nggak apa-apa, biar cepat selesai, lo harus kerja kan?" Dinar mengangguk sebagai jawaban.
"Iya udah ayo. Biar cepat." Al mulai mengambil sampah itu lagi.
"Tapi habis ini gue masih ada hukuman lagi." Alvaro terdiam lalu berbalik menatap Dinar.
"Ada lagi? Hukuman apa?"
"Bersihin toilet." Alvaro sempat terkejut tapi sedetik berikutnya ia tersenyum.
"Oke.. gue bantu." Dinar buru-buru menggeleng.
"Nggak usah Al. Biar gue aja." tolak Dinar.
"nggak ada penolakan, pokoknya gue bantuin lo." Dinar menghela napas menghadapi keras kepala dari anak baru itu.
Alvaro terkekeh geli, melihat wajah bad mood dari Dinar, entah kenapa Al suka melihat wajah cemberut dari Dinar karena dirinya.
Hukuman pertama selesai, kini di lanjut ke toilet anak kelas tiga, Al yang terlebih dahulu mengerjakannya mulai menyiram dan menyikat WC yang terlihat kotor.
Jujur ini adalah pertama kalinya seorang Alvaro membersihkan kamar mandi, Di sekolah lamanya dia tidak pernah mendapatkan hukuman sampai harus membersihkan toilet seperti ini.
Satu jam sudah mereka membersihkan toilet, dan akhirnya selesai, Alvaro mengusap keringat yang sudah membasahi tubuhnya, baju seragamnya pun kini basah oleh keringat.
Dinar yang melihat itu merasa bersalah, harusnya cowok itu tidak perlu melakukannya.
"Al maafin gue ya." mendengar itu Al mengerutkan kening.
"Kenapa lo minta maaf?"
"Karena gue. Lo pasti cape, baju seragam lo juga basah." Alvaro justru terkekeh, lalu menghampiri Dinar.
"Kenapa lo minta maaf, kan gue yang mau bantu lo." ucapnya dengan tersenyum manis, yang di balas senyum tipis, gadis itu benar-benar tidak enak pada Alvaro.
"Ayo kita pulang, gue anter. Jam segini udah nggak ada kendaraan umum." Dinar mengangguk setuju, karena memang jam sudah mulai sore, kendaraan umum sudah sulit di temukan.
Alvaro dan Dinar jalan ber iringan di koridor sekolah menuju parkiran, hanya ada mereka, para murid-murid lain sudah pada pulang. Dinar berjalan sambil menunduk merasakan detak jantung yang selalu berdetak sangat cepat jika bersama Alvaro. Sebenarnya bukan hanya Dinar, Al pun juga merasa jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Tapi Al selalu berusaha menutupi rasa itu dengan santai dan sesekali menghembuskan napasnya.
Diam-diam Alvaro tersenyum bahagia, lagi-lagi ia bisa semakin dekat dengan Dinar, dirinya pun juga sudah yakin jika ia memang menyukai sosok gadis yang sekarang ada di sampingnya.
Alvaro mulai meninggalkan area sekolah dengan Dinar di boncengannya.
tapi sayang mereka tidak tau, jika ada seseorang tidak jauh dari mereka telah memotret kedekatan Alvaro dan juga Dinar.
***
Hal yang paling membahagiakan di dunia ini adalah ketika kita bisa berkumpul bersama keluarga tercinta, entah itu hanya mengobrol, bermain, atau bercanda gurau. Seperti cowok tampan Alvaro yang kini tengah melangkah dari lantai dua menuju ruang tengah di rumahnya, tempat keluarganya menghabiskan waktu bersama.
Seperti biasa dengan jail Al sengaja duduk di tengah-tengah adik kembarnya, Alvaro memang paling hobi menjaili adiknya itu. "Ihhh... Kakak!. Kebiasaan deh! Tempat duduk kan banyak kenapa harus duduk di sini!" Omel Rani sambil mendorong-dorong tubuh Abangnya.
"Suka-suka gue lah.." jawab santai Al lalu merebut toples berisi kripik kentang yang sedang di makan Qilla adiknya.
"Kak!... Kok di ambil semua sih..!" protesnya meraih toples itu.
Alvaro hanya menjulurkan lidahnya membuat sang adik merengut kesal.
Di sofa lain orang tua mereka tengah menatap anak-anaknya hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat kelakuan mereka yang selalu ribut.
Al melirik kearah orang tuannya yang sedang menonton televisi. Posisi sang Bunda tengah bersandar di dada pada Ayahnya, Ayahnya mengusap dan mengecup pucak kepala sang Bunda, sesekali mereka saling pandang tersenyum. Al yang melihat itu ikut tersenyum, ia sangat bahagia, mempunyai keluarga yang begitu saling mencintai, Alvaro ingin suatu saat akan seperti itu juga, Dan dalam hati ia ingin Dinar lah wanita itu.
ketika asyik menonton televisi, notif ponsel Alvaro berbunyi, ia melihat dan terdapat pesan dari Bastian. Ia beranjak dari duduknya menjauh dari keluarganya, lalu menelpon sahabatnya itu.
"Halo.."
"Halo Al?"
"Gimana?" tanya Al.
"Gue sudah dapet informasinya." Al tampak tersenyum merekah.
"Lo serius?"
"Iya lah.. Masa gue bohong! Kalau lo mau tau susul gue di cafe sekarang." jawab Bastian dan menyuruh Al segera menyusulnya.
"Oke__ Oke__ gue ke sana sekarang, lo kirim aja lokasi cafenya" Alvaro segera menutup teleponnya dan pergi ke kamar untuk mengambil jaket dan kunci motor.
cowok itu menghampiri orang tuannya untuk berpamitan. "Ayah, Bunda. Al keluar sebentar ya." pamitnyq sambil menyalami tangan orang tuannya.
"Kamu mau kemana?" tanya Bundanya bingung, karena putranya terlihat buru-buru.
"ada urusan bentar Bun." jawab Al sambil melangkah keluar rumah tidak lupa mengucapkan salam sebelum pergi.
Al segera melajukan motornya ketika pesan dari Bastian sudah masuk memberi tau alamat pertemuan mereka.
Tidak butuh waktu lama Al pun sudah sampai, matanya mengedarkan pandangannya mencari keberadaan sahabatnya itu.
Bastian melambaikan tangannya kearah Alvaro, Al tersenyum dan bergegas menghampiri Bastian.
"Ehh.. Ada lo juga ternyata?" ucap Al ketika baru sampai dan melihat dua sahabatnya yang lain.
"Iya lah.. Kalian tega banget sih.. Ada misi yang seru tapi nggak ngajak-ngajak kita." protes sahabat Al yang tak lain adalah Niko.
Bastian telah menceritakan semuanya kepada dua sahabatnya itu, karena menurut Bastian. Mereka juga berhak tau, siapa tau mereka bisa membantu.
"Bukan nggak mau ngajak. Tapi gue nggak mau kalau kalian bakal bocorin ini ke orang-orang." jujur Al kepada mereka, Niko tampak pura-pura mencibir sedangkan Heru mendengus kesal.
"Lo pikir kita lambe turah, yang nyebarin gosip!" Al terkekeh lalu meminta maaf pada mereka.
Mata Al langsung tertuju pada Bastian yang juga sedang menatapnya. "Jadi?" tanya Al menaikan alisnya.
"Ternyata Dinar mau jadi pacar Aron karena sebuah janji." Al diam mengerutkan keningnya.
"Jadi, Dinar punya hutang karena dia terpaksa meminjam uang sama Aron, untuk biaya berobat adiknya yang terkena penyakit, tapi gue nggak tau adiknya sakit apa. Aron mau meminjamkan uang itu asal Dinar mau jadi pacar dia. Dengan terpaksa Dinar mau demi adiknya. makanya kenapa Dinar sekarang bekerja. Untuk membayar hutang agar ia bisa terbebas dari cowok brengsek seperti Aron itu." Al diam namun ia sangat terkejut.
"Orang tuanya?" sedari tadi itu pertanyaan yang ingin Al tanyakan, kenapa Dinar harus bekerja keras seorang diri.
Bastian menghembuskan napas berat, menyeruput Cappucinonya terlebih dahulu dan melanjutkan ceritanya. "Nyokapnya sudah gue kurang tau kapa. Sementara bokapnya ninggalin mereka begitu aja, nggak ada yang tau kemana perginya." Al memejamkan matanya, ternyata kehidupan Dinar begitu memprihatinkan.
Rasanya dirinya harus segera membatu gadis itu agar terbebas dari cowok seperti Aron.
"Thank bro.. Lo udah mau bantuin gue,," Bastian tersenyum lalu menepuk pundak Al.
"Sama-sama Al.. Gue dari pertama kali kenal lo, langsung percaya kalau lo bisa bantuin Dinar. Jujur dari dulu gue kasihan sama dia, ketika gue lihat dia sama Aron, ada rasa ingin nolongin tapi gue nggak tau caranya."
"Tapi lo nggak ada rasa kan sama Dinar?" tanya Al menyelidik. Bastian tertawa dan menepuk-nepuk lagi pundak Al.
"Hahaha... Lo tenang aja. Gue udah punya sendiri kok. Gue tulus mau bantuin lo dan Dinar." tanpa sadar Al bernapas lega. Bastian yang melihatnya hanya terkekeh.
"Jadi selanjutnya lo mau apa?." tanya tiba-tiba Niko yang sedari tadi hanya diam.
"Gue akan cari tau, sebesar apa hutang Dinar sama Aron. Sebisa mungkin gue akan bantu." mereka mengangguk mengerti. Sementara Al terdiam sejenak memikirkan caranya.
Alvaro melirik jam yang ada di pergelangan tangannya, masih ada waktu. Batin Al, lalu ia segera beranjak dari duduknya.
"Mau kemana lo?" tanya Heru.
"Ketempat kerja Dinar." jawab Al lalu mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya.
"Ini buat kalian. Semua gue traktir, makan sepuas lo" ucapnya, menaruh uang itu di atas meja. Kedua sahabatnya bersorak gembira, Bastian menggelengkan kepalanya melihat kelakuan dua sahabat gilanya itu.
***
Al setia menunggu Dinar, ia sengaja menunggu di luar, dari sini saja ia bisa melihat gadis itu bekerja dengan semangat, walaupun sesekali Dinar menyeka keringat yang ada di keningnya. Tapi hal itu tidak melunturkan semangatnya. Alvaro sangat kagum dengan Dinar, di usianya yang masih muda Dinar mau bekerja keras, dan tidak mengabaikan tentang sekolahnya, ia masih bisa menjadi murid dengan nilai terbaik dan menjadi murid teladan, tapi karena Aron, Dinar menjadi sering kena hukum oleh guru BK padahal Dinar tidak melakukan kesalahan apa-apa.
Senyum Al semakin merekah ketika Dinar mulai berjalan keluar, Dinar terus berjalan ia belum menyadari jika di depannya ada cowok yang beberapa hari ini selalu ada untuk dirinya.
"Dinar." sapa Al, mendengar namanya di panggil sontak membuat Dinar menghentikan langkahnya, ia mendongak dan terkejut melihat siapa yang ada di hadapannya.
"Al? Ngapain lo di sini lagi?" Dinar bingung sendiri kenapa Al mau repot-repot datang terus ke tempat kerjanya.
"Jemput lo lah.. Mau apa lagi." jawab Al yang tidak melunturkan senyumnya.
Dinar menghembuskan napas lalu menggaruk keningnya yang tak gatal. "Bukan itu maksud gue Al. Maksud gue lo kenapa jemput gue terus, gue kan nggak minta." Dinar menatap Al dengan kesal, ketika ia sedang kesal cowok itu terlihat biasa-biasa saja. Justru tersenyum semakin manis.
"Gue mau ngomong sesuatu sama lo." raut wajah Al berubah lebih serius Dinar menaikan alisnya, menunggu cowok itu melanjutkan bicaranya. "Sebelumnya gue minta maaf. Tapi gue ngelakuin ini karena gue perduli sama lo." Dinar semakin bingung, omongan cowok ini terlalu berbelit-belit.
"Langsung intinya aja Al, gue bingung." Al menarik napas dan membuangnya secara kasar, di tatapnya Dinar sungguh-sungguh lalu berkata.
"Gue diam-diam cari tau tentang kehidupan lo. dan gue tau kenapa lo mau pacaran sama Aron. Itu karena lo punya hutang sama dia kan?" Dinar membulatkan matanya.
"Makanya lo selalu nurut apa yang Aron perintahkan." kini Dinar memandang tajam kearah Al.
"Maksud lo apa cari tau tentang gue!." nada bicara Dinar sedikit meninggi, Al paham pasti Dinar marah padanya.
"Gue nggak bermaksud apa-apa sama lo Din. Gue tulus mau nolongin lo."
"Nolongin gue? Untuk apa? Gue nggak butuh belas kasihan dari lo! Gue masih bisa nyelesain masalah gue sendiri!." mendengar hal itu Al langsung menggeleng kepalanya.
"Bukan gitu Din. Gue niat batuin lo karena gue memang tulus mau bantu lo. Dan gue ngelakuin itu karena..." Al terdiam sejenak ia ragu untuk melanjutkannya.
"Karena apa." Al masih diam menatap mata Dinar yang terus menatapnya dengan tajam.
"Udah lah Al.. Gue mohon sama lo. jangan ikut campur urusan pribadi gue lagi. Kita bukan siapa-siapa, oke gue terima kasih sama niat baik lo. Tapi sekali lagi. gue nggak butuh bantuan dari lo." lanjut Dinar dengan tegas.
"Dan gue harap ini terakhir. lo datang ke sini untuk jemput gue. Karena gue nggak mau berurusan lagi sama lo!" pinta Dinar dan langsung melangkah pergi meninggalkan Alvaro yang berdiri terpaku di tempatnya.
ia menatap punggung Dinar yang melangkah semakin menjauh dengan sendu, salahkah dia jika ingin menolong orang yang di cintainya. Jika salah. Katakan harus bagaimana ia harus berbuat agar gadis itu tidak pergi menjauh darinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Baby Mochie
aku mampir ni thor, mampir juga yuk di novel ku
2022-01-13
0