Alvaro menepikan motornya di jalan yang cukup sepi, ia melepas helm dan memperhatikan seseorang yang tak jauh dari dirinya, orang yang Al lihat adalah Aron bersama Dinar, terlihat mereka sedang bertengkar, lebih tepatnya Aron yang sedang memarahi Dinar seperti biasa.
Aron membentak Dinar bahkan cowok itu mendorong Dinar yang membuat gadis itu terhuyung kebelakang, dengan tega Aron meninggalkan Dinar di pinggir jalan,
gadis itu menangis mencegah Aron untuk pergi, namun Aron tidak peduli ia tetap pergi meninggalkan gadis itu seorang diri.
Dinar menangis tersedu di atas trotoar, Al segera memakai helmnya lagi dan mendekati Dinar.
Dinar mendongak ketika deru suara motor menghampirinya, wajahnya berubah panik, ia takut orang ini akan berniat jahat, Dinar berdiri dan beringsut sedikit menjauh.
"Nggak usah takut ini gue Alvaro." ucap Al ketika ia sudah melepaskan helmnya.
Dinar bernapas lega dan tersenyum kikuk karena berpikir Al orang jahat. "Gue nggak akan tanya kenapa lo bisa di sini. Karena gue sudah tau apa yang terjadi, sekarang gue mau. ngajak lo pulang bareng gue." Alvaro tersenyum menatap Dinar, ia menyuruh gadis itu agar cepat naik ke motornya.
Dengan berpikir cukup lama akhirnya Dinar mau pulang di antar oleh Alvaro.
Di perjalanan mereka saling diam, Dinar diam karena tidak tau ingin bicara apa, sedang kan Alvaro, Cowok itu sedang menetralkan detak jantungnya yang terasa berdebar, ia begitu gugup, ada pula rasa bahagia bisa membonceng Dinar.
entah kenapa rasanya bahagia bisa sedekat ini pada gadis itu.
Tiba-tiba setitik air menetes di tubuh mereka yang lama-kelamaan berubah menjadi butiran besar, hujan sangat deras membuat Al terpaksa berhenti di sebuah teras toko yang sudah tutup.
Alvaro mengandeng tangan Dinar untuk berteduh di sana. "Kita di sini dulu ya, hujannya semakin deras, kita nggak mungkin terobos." ucap Al sedikit berteriak karena hujan yang terlalu deras. Dinar hanya mengangguk lalu menatap langit yang sangat gelap tertutup mendung.
Dinar menggosok-gosok lengannya karena dingin mulai menusuk kulit, Alvaro yang peka mengeluarkan jaket yang tidak ia pakai dari dalam tas, lalu ia sampirkan ke tubuh Dinar, membuat gadis itu terkejut lalu melihat ke arah Al yang tengah tersenyum kepadanya.
"Biar nggak dingin." ucap Al yang masih tersenyum manis kearah Dinar.
Dinar diam menatap Al, jujur baru kali ini ia di perlakukan manis oleh seorang cowok, pacarnya saja tidak pernah melakukan ini.
Hatinya menghangat, ia jadi berandai-andai, jika yang melakukan ini adalah Aron mungkin ia akan bahagia.
Tapi ia sadar mana mungkin Aron melakukan itu, membayangkannya hanya akan membuat hatinya kecewa, karena sampai kapan pun Aron tidak akan pernah melakukan itu kepadanya.
Al menjentikkan jarinya di depan wajah Dinar, yang sedang melamun, gadis itu buru-buru menunduk rasanya malu ketahuan sedang memperhatikan cowok itu.
Dinar lebih memilih menatap sepatunya sendiri karena kini wajahnya sudah memerah seperti kepiting rebus
Al yang tau Dinar sedang malu pun hanya terkekeh. "Tau kok.. gue emang ganteng, ya kan..." goda Al, Dinar semakin tertunduk malu tapi senyum terbit di bibirnya, walaupun gadis ini sedang menunduk cowok itu bisa lihat senyum di bibir Dinar, hatinya berdebar dan senang bisa melihat senyum itu, Al belum pernah lihat Dinar tersenyum. bahkan tertawa pun Al belum pernah melihatnya.
yang ia lihat hanya wajah sedih, ketakutan, murung dan menangis. Hati Al semakin kuat menginginkan Dinar bahagia. Dirinya juga mengagumi wajah Dinar yang terlihat semakin cantik ketika tersenyum seperti itu.
Al mendongak, awan hitam masih cukup pekat, hujan pun juga masih setia turun begitu deras, cowok itu menatap jam di pergelangan tangannya, lalu ia meraih ponsel di tasnya, ia mengetik sesuatu. Setelah selesai ia mematikan ponselnya dan memasukan kembali kedalam tas.
Alvaro menoleh melihat Dinar yang hanya diam memandangi hujan, ia yakin, pasti ada yang di pikirkan oleh gadis itu, saat ini Al belum ingin bertanya, nanti saja jika ia sudah semakin dekat dengan gadis itu, dia akan bertanya agar lebih dekat.
"Lo pulang duluan ya, hujannya nggak reda-reda. Ini sudah semakin sore ntar lo di cariin lagi." ucap Al, Dinar menatap Alvaro bingung.
Dinar bingung ingin pulang dengan apa, tidak ada kendaraan umum di sini.
"Lo tenang aja, gue udah pesanin taksi online buat lo." ucapnya seolah ia tau apa yang sedang Dinar pikirkan.
Dinar tercengang tidak menyangka Al begitu baik kepadanya. "Lo nggak usah repot-repot. Gue nggak apa-apa nunggu di sini." Al tidak menjawab, ia hanya tersenyum lalu mengusap rambut Dinar, gadis itu mematung dan jantungnya berdetak cukup kencang lagi.
Kenapa dirinya harus seperti ini ketika bersama Alvaro, kenapa rasanya beda sekali saat bersama Aron yang jelas-jelas pacarnya.
Tidak lama taksi yang Alvaro pesan datang, ia merentangkan tasnya di kepala Dinar. "Ayo taksinya sudah datang." belum reda debaran di jantungnya, ke gugupannya menambah ketika jarak mereka semakin dekat, bahkan Dinar bisa menghirup aroma parfum yang cowok itu gunakan.
"Ayo." ajak Al lagi. Dinar mengangguk lalu mengikuti Alvaro yang berlari menuju taksi.
Dinar masuk setelah itu Al menutup pintu dan mengetuk pintu bagian depan. "Pak. Tolong antar teman saya sesuai alamat yang dia bilang ya.. Dan ini ongkosnya. lebihnya buat bapak aja." Alvaro mengulurkan uang seratus ribu dua lembar, Dinar sudah mencoba menolak biar dia yang bayar sendiri, tapi Al menolak.
Dinar pasrah ia benar-benar berterima kasih kepada Alvaro. Cowok itu benar-benst baik kepadanya.
Setelah taksi sudah pergi Al berteduh kembali, lagi-lagi ia mendongak menatap awan hitam yang sedikit menghilang berubah menjadi awan putih, ia menatap jam di tangannya lagi, sudah sangat sore, ia harus seger pulang. Alvaro tidak mau membuat Bundanya khawatir. Apa lagi ponselnya mati sengaja ia matikan karena hujan.
Lagipula bajunya sudah basah percuma juga harus menunggu lagi, Dengan nekat Al berlari ke arah motornya, memakai helmnya dan melaju di derasnya hujan.
***
"Assalamualaikum.." salam Alvaro ketika sudah sampai di rumahnya.
"Waalaikumsalam.." jawab Ayah dan Bundanya yang sedang duduk berdua di ruang tamu.
"Astagfirullah Al,, kenapa bisa basah kuyup gitu nak.." tanya Bundanya yang begitu kaget melihat Alvaro basah.
Al hanya nyengir dan menatap dirinya sendiri yang memang basah. "Tadinya Al neduh Bun. Cuma karena hujannya nggak reda-reda.. Dari pada Al nginep di emper toko orang, ya kan. Mending nekat aja.." jawab Al sangat santai sambil terkekeh geli.
Ayahnya ikut terkekeh mendengar jawaban putranya, sementara Bundanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan anaknya yang begitu nyeleneh.
"Al pamit naik ke atas dulu ya Yah, Bun." pamit Al, ia sudah berlari kecil menaiki tangga.
"Kelakuan anak kamu tuh.." ucap Bundanya lalu menyadarkan kepalanya di depan dada sang ayah, suaminya terkekeh lalu mencium puncak kepala sang istri beberapa kali.
Di kamar Al sudah selesai mandi, kini ia sedang duduk di meja belajar, menatap ponsel yang sedang di cas, ia tersenyum memandangi ponselnya. Karena tadi diam-diam Al mengambil gambar Dinar yang sedang melamun tanpa sepengetahuan gadis itu.
Ia meraba dadanya yang sedang berdebar hanya karena menatap foto gadis itu. Apa lagi teringat senyum Dinar tadi. Wajah gadis itu terlihat semakin cantik. Mungkin benar ia sudah jatuh cinta dengan Dinar.
***
Senyum indah terus menghiasi wajah tampan Alvaro, ia tidak bisa berhenti memikirkan kejadian kemarin, saat ia bisa membonceng gadis yang sudah mengusik pikirannya dari pertama kali dia sekolah barunya.
Walaupun tidak bisa mengantar sampai rumah, tapi Al tetap bersyukur bisa bersama gadis itu meski hanya sebentar, dan rasanya ia ingin moment seperti itu terulang kembali.
"Woy!!" teriak Niko yang baru datang bersama Heru.
Al menatap tajam kearah Niko karena sudah merusak moodnya.
"Berisik." ucap Al kesal.
"Tadi aja.. Senyum-senyum, Sekarang galak kaya emak-emak" Heru ikut bersuara yang di dukung Niko yang mengacungkan jempolnya kearah Heru.
"Sekali lagi lo ribut. Nggak jadi gue ajak lo kerumah gue main PS!" ancam Al sukses menghentikan cekikikan Niko dan Heru.
"Yaelah lo mah baperan banget sih Al!" Heru merayu Al dengan menggeser duduknya. "Lo baik kok Al, sahabat terbaik cuma lo doang, iya kan Nik." mata Heru melirik tajam kearah Nico meminta dukungan.
"Iya Al. lo mah beda dari yang lain. selain ganteng lo juga baik hati. rayu Niko sambil mengedipkan matanya kearah Al.
Al bergidik ngeri melihat Niko mengedipkan mata kepadanya. "Bas. Lo betah ya selama ini temanan sama mereka." bisik Al pada Bastian.
"Terpaksa!" jawab Bastian santai sambil mengeluarkan bukunya dari dalam tasnya.
"Untung sekolah gue di sini cuma beberapa bulan doang," gumam Al yang masih bisa di dengar oleh Niko dan Heru.
"Ya Ampun.. Al kita nggak seburuk itu kali." ucap Heru dengan wajah kesal yang di buat-buat.
Al terkekeh melihat raut wajah para sahabat barunya itu. "Iya ya. Ntar pulang sekolah kalian bareng gue. Kita main sampai puas." Niko dan Heru bersorak senang bergoyang-goyang hingga para murid melihat kelakuan duo absurd itu, Al dan Bastian menghela napas menggeleng kan kepalanya.
***
Alvaro sedang bersama sahabatnya di kantin, mereka sedang tertawa bersama karena lelucon yang di buat oleh Niko, tapi itu tidak lama karena seseorang yang muncul di hadapan Alvaro. membuat mereka berhenti tertawa bahkan kini kantin sepi tidak ada yang bersuara.
"Gue mau balikin jaket lo. Sekali lagi makasih ya." ucap orang itu. yang tak lain adalah Dinar.
Al masih duduk lalu memakan kacang yang ia buka kulitnya, menatap mata indah milik Dinar. "Nggak di kembalikan juga nggak apa-apa. Itung-itung kenang-kenangan dari gue." Dinar hanya diam, gelagatnya juga sedang was-was, Alvaro tau kenapa Dinar seperti itu.
Alvaro berdeham sebentar. "Nggak usah takut, kalau dia datang. Ada gue yang belain lo." Dinar sempat terkejut karena Al bisa tau jika dirinya takut jika Aron tiba-tiba datang, ia pun hanya bisa mengangguk dan berpamitan pergi.
"Gila lo Al.. Gimana ceritanya jaket lo bisa sama dia?" heboh Heru menatap Al.
"Lo jalan bareng?" kini giliran Niko yang bertanya.
"Kemarin nggak sengaja gue ketemu dia di jalan. nggak taunya pas gue anterin pulang malah hujan. Ya udah gue pesanin taksi buat dia." cerita Al dengan santai.
"Wahh.. Cari mati lo! Gimana kalau sampai Aron tau." heboh Heru menatap Al khawatir.
"Gue nggak takut. Justru gue mau nolongin Dinar dari cowok itu." kedua sahabatnya melotot tidak percaya. Berbeda dengan Bastian yang santai seperti biasa aja.
"Lo udah jatuh cinta sama itu cewek?" ucap Niko makin penasaran.
Al menaikan bahunya. "Maybe." lalu meneguk es tehnya hingga tandas.
Niko dan Heru saling pandang dan mengangguk-angguk mengerti. Al menatap Bastian. Cowok itu tersenyum kepada Al seolah menyetujui apa yang Al lakukan.
***
"Gimana sudah lo balikin?" tanya teman sebangku Dinar.
"Sudah." jawab Dinar singkat.
"Din. Lo tau nggak, gue lebih seneng lo sama anak baru itu, dari pada sama Aron." ucap teman Dinar yang bernama Selly.
"Kok lo ngomong gitu, gue kan nggak kenal sama anak baru itu. Kebetulan aja kemarin kita ketemu,"
"Iya lah. gue lebih suka lo sama anak baru itu dari pada sama Aron. Tiap hari lo makan hati ngadepin sifat temperamentalnya dia. Lagian gue heran sama lo Din. Kok lo bisa betah si punya pacar yang bisanya kasarin lo." Dinar diam memainkan pulpen di atas mejanya.
"Lo kan tau Sell.. Gue kaya gini juga karena apa. kalau boleh jujur gue cape. Gue pingin bebas dari Aron." Dinar menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Ia mulai terisak merebahkan kepalanya di meja dengan tangan sebagai bantalnya. Selly mengusap punggung Dinar, ia merasa kasihan dengan sahabatnya andai ia bisa bantu pasti dia akan bantu.
"Sabar ya Din. gue yakin sesuatu saat nanti lo juga bisa bebas dari cowok brengsek itu." Dinar mendongak lalu mengusap air matanya.
"Makasih ya Sell. Cuma lo sahabat terbaik gue." mereka saling senyum.
***
Alvaro kini sudah bersama keluarganya di sebuah restoran, ayah Al mengajak sekeluarga makan di luar. ini sudah menjadi kebiasaan keluarga Airlangga jika satu bulan sekali sang Ayah akan mengajak anak dan istrinya menikmati kebersamaan lewat makan malam di luar.
"Yah. Qilla sama Rani boleh pesan es krim yang banyak kan?"
"Boleh dong sayang." kata sang Ayah, membuat anak kembarnya bersorak riang.
"Kebiasaan, kalau lagi makan di luar pasti aja es krim yang di minta. nonton nggak kreatif." cibir Al kepada adik kembarnya.
"Biarin, wlee.." olok sang adik. Al hanya mendengus lalu memain game di ponselnya.
Tidak lama pelayan restoran Itu pun datang. "Silahkan Pak. Ini buku menunya." ucap pelayan itu sambil memberikan buku menu kepada mereka.
Alvaro menghentikan permainannya di ponsel, menerima buku menu yang pelayan itu berikan, matanya membola ketika melihat siapa pelayan itu.
"Alvaro."
"Dinar." ucap mereka berbarengan.
"Lo kerja di sini?" tanya Al yang di angguki Dinar dengan canggung.
"Kalian saling kenal?" tanya Bundanya.
"Iya Bunda. Kita satu sekolah beda kelas." jawab Al tanpa mengalihkan pandangan dari gadis yang berdiri di hadapannya.
"Jadi mau pesan apa?" tanya Dinar ketika melihat Alvaro hanya diam.
Al tersadar dari lamunannya, semua sudah menentukan pesanan mereka. "Samain aja deh.." ucap Al sambil mengaruk tengkuknya yang tak gatal.
Dinar mengulang lagi menu-menu yang sudah di pesan sekali lagi agar tidak salah, selesai mencatat semua Dinar pun meninggalkan keluarga Airlangga itu.
Al memperhatikan Dinar dari jauh. Membuat kedua orangnya saling pandang dan tersenyum.
"Hai bro.. Sorry lama. Kirain nggak jadi kesini." sapa seseorang lalu duduk di samping Ayah Angga.
"Nggak apa-apa santai aja.. Ya jadi lah Kan gue sudah janji, ngomong-ngomong usaha lo makin sukses, kelihatan rame gini." ujar Ayah Angga memperhatikan suasana restoran itu.
"Ini juga berkat lo bro. Kalau bukan karena dukungan dan saran dari lo. restoran ini nggak akan seramai ini."
"jangan ngomong gitu, usaha lo bisa sukses itu, karena lo sendiri. Karena lo mau berusaha dan terus berdoa."
"Hehehe.. Thank Ngga.. lo memang sahabat terbaik gue.. Oh iya terus usaha lo yang di Surabaya gimana?"
"Udah gue serahin semuanya sama Andre, biar dia yang megang. Gue percaya sama dia." ucap Ayah Angga, sahabat Ayahnya yang bernama Tama ini memperhatikan Al yang sedari tadi masih saja fokus memperhatikan Dinar bekerja.
"Anak lo kenapa? Dari tadi gue perhatiin lihatin karyawan gue terus." bisik Om Tama, Ayah Angga terkekeh lalu ikut berbisik.
"Kayanya lagi falling in love" bisik Ayah Angga, ide jail pun muncul di otak sahabat Ayahnya ini.
"Alvaro..." panggil Om Tama.
Sayangnya yang di panggil masih asyik sendiri.
"Pantes Om di cuekin. Lihatin cewek cantik sih.." ucap Om Tama, kedua orang tuanya terkekeh melihat anaknya sedang di kerjain oleh sahabat ayahnya.
"Cantik ya Al.. Naksir ya?" goda Om Tama.
"Iyq Om.. Dia cantik,, Ahh Om bis..." Al menoleh dengan cepat ketika sadar dia sedang di kerjain, Alvaro melihat ketiga orang dewasa sedang senyum-senyum kepadanya, hal itu membuatnya tertunduk malu. Ayah, Bunda dan Om Tama pun langsung tertawa melihat reaksi Alvaro.
"Ohh.. Jadi anak Ayah lagi jatuh cinta ya sekarang?" goda sang Ayah. Al hanya tersenyum malu.
Tiba-tiba Al mendongak menatap Om Tama. "Om. Dinar sudah lama kerja di sini?" tanya Al penasaran.
"Hmm.. Kalau nggak salah sekitar dua bulanan lah.." jawab Om Tama.
"Terus dia pulangnya jam berapa Om?" tanya lagi. Om Tama memandang Ayah Angga sambil tersenyum lalu menatap Al lagi.
"Dia kerjanya dari sore, jadi pulangnya jam sebelas malam" Al manggut-manggut menatap Dinar lagi.
"Kenapa Al. Kamu mau anterin dia pulang?" tanya Ayahnya.
Al tersenyum memperlihatkan gigi putihnya dan bertanya. "Memangnya boleh Yah?"
Ayahnya nampak berpikir menoleh ke arah Bunda. "Gimana Bun.. Boleh nggak?"
Bundanya tersenyum lalu menatap sang Ayah. "Bunda sih terserah Ayah aja."
"Ok. Kalau gitu gimana si kembar, kalau kita pulangnya naik taksi aja, nggak apa-apa kan?" Ayahnya kini giliran bertanya pada si kembar.
Qilla dan Rani saling pandang "Demi Kakak yang lagi lope-lope nggak apa-apa deh.." jawab Rani, membuat semua tertawa kecuali Al yang hanya mendengus menatap sang adik.
"Nanti biar kita pulang naik taksi, mobil kamu pakai aja buat antar dia," Al nampak berbinar.
"Beneran Yah?" Ayahnya mengangguk lalu tersenyum lembut kepada putranya.
"Terima kasih ya Yah. Bun." orang tuanya mengangguk, mereka tersenyum bahagia melihat putranya sedang jatuh cinta mengingatkan mereka pada masa muda dulu.
Tidak lama pesanan mereka datang, Al berharap yang mengantarkan itu adalah Dinar, tapi sayangnya bukan Dinar, gadis itu tengah sibuk melayani pengunjung lain.
Rasa penasaran Al kepada Dinar pun kian menjadi, untuk apa ia bekerja. Lalu orang tuanya kemana, tadi Al sempat bertanya lagi kepada Om Tama, apakah Dinar pulangnya bersama laki-laki. Om Tama menjawab jika Dinar selalu pulang sendiri, tidak ada sama sekali seseorang yang menjemput Dinar.
Mendengar jawaban dari Om Tama, tanpa sadar tangannya terkepal ia tidak habis pikir dengan Aron. Kalau dia mencintai dan menyayangi Dinar harusnya dia bisa menjemput dan mengantar Dinar sampai rumah, Al tersadar akan kelakuan Aron jangan kan mau mengantar jemput Dinar.
Berlaku baik aja sepertinya nggak mungkin, ia berpikir dia harus segera mencari tau. Agar cepat terjawab dari semua pertanyaan yang selalu muncul dalam pikirannya.
Alvaro menatap indahnya gemerlap bintang yang ada di langit malam, kini ia sedang duduk di cap depan mobil sambil menunggu Dinar, setelah makan malam Ayahnya mengobrol lagi dengan Om Tama hingga adik kembarnya mengeluh jika sudah mengantuk, dan Om Tama mau mengantar Ayah, Bunda dan adik kembarnya itu.
Alvaro pun memutuskan menunggu Dinar di luar saja sambil menikmati angin malam, ketika ia sedang memejamkan matanya menikmati angin yang menerpa wajahnya, tiba-tiba suara seseorang memanggilnya, membuatnya membuka mata dan menoleh kearah orang tersebut.
"Alvaro." Al tersenyum lalu menghampiri orang itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments