Kemarahan Revano

Inggit baru saja pulang dari jajan di depan kompleks. Ia ingin mencicipi rasa sate ayam yang jualan di depan kompleks perumahan itu, jadilah ia keluar malam ini. Tadi, ia sudah mengajak Bi Nuri, tapi wanita baya itu harus menelepon anaknya. Jadi, ia pergi sendiri.

"Darimana kamu?"

Inggit menoleh setelah menutup pintu. Didapatinya Revano yang duduk di sofa ruang tamu. Ia tidak kaget. Karena sebelum masuk tadi sudah melihat mobil lelaki itu terparkir di halaman rumah.

"Dari luar, Pak...."

Inggit berdiri dengn jarak 2 meter dari lelaki itu. Ia tak mau mendekat, takut diterkam tiba-tiba oleh Revano.

"Pak?" tanya lelaki itu menatap Inggit tajam.

"Eh... Re--vano?" Inggit membenarkan ucapannya. Ia lupa akan ucapan lelaki itu tempo hari bahwa ia tidak ingin dipanggil 'pak'.

"Tidak sopan sekali! Ganti!" ujar Revano tajam.

Inggit mengangkat alis bingung. Lah, gak mau juga diapnggil pakai nama? Aish, banyak maunya lelaki ini.

"Bang? Kakak? Mas? Tuan?" Inggit menyebutkan sederetan panggilan yang sekiranya cocok disematkan untuk lelaki itu.

"Mas...."

"Hah?" tanya Inggit bingung. Ia sudah mulai berani sekarang. Tidak takut dan sungkan lagi dengan tatapan datar Revano. Ya, waktu sebulan mengenal lelaki itu cukup membuatnya beradaptasi akan sifatnya.

"Saya mau kamu panggil degan Mas!" sahut lelaki itu dengan tangan bersedekap.

Inggit mengangguk. Ya, dia bisa apa memangnya, membantah lelaki itu adalah kesiasian belaka. Lebih baik menurut mencari aman.

Revano menilai penampilan wanita itu yang selalu sederhana. Padahal di dalam lemari ia sudah menyuruh ART mengisinya dengan pakaian yang ia pesan sendiri dari butik. Harusnya Inggit bisa menggunakannya, daripada menggunakaan celana training dan baju kaos longgar seperti yang saat ini wanita itu gunakan.

"Kamu masih bekerja? Bukannya uang yang kuberikan lebih dari cukup untuk kamu bersantai?" tanya Revano lagi dengan alis menukik tajam.

"Satu bulan lagi. Saya tidak selamanya di rumah ini, kan? Saya masih butuh pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup," jawab Inggit jujur.

"Hm...."

"Saya tidak menginap. Tapi saya butuh kamu untuk membuat mood saya membaik," ujar lelaki itu dengan mata menguliti Inggit.

"Kalau begitu, ayo!" Inggit hendak berjalan ke kamar, tapi tak jadi ketika Revano kembali bersuara.

"Di sini saja!" sahut lelaki itu menepuk sofa panjang yang saat ini ia duduki.

"Apa? Jangan bercanda, Pak... Nanti kalau Bi Nuri lihat gimana?" ucap Inggit menatap ngeri lelaki itu.

"Pak?" Revano menatap tajam.

"Ah, Mas maksudnya," ujar Inggit memperbaiki panggilannya.

"Tidak akan. Bi Nuri sudah saya titahkan untuk tidak keluar dari kamarnya," sahut Revano, bangkit dan menarik wanita itu dan menjatuhkan diri mereka di sofa.

Inggit terduduk di pangkuan lelaki itu. Revano membimbing tangan wanita itu mengalung di lehernya. Keduanya saling menatap dengan pandangan berbeda-beda. Revano dengan tatapan tajam berselimut gairahnya, dan Inggit dengan pandangan sayu menatap lekat wajah tampan lelaki itu.

"Kenapa kamu terlihat menggoda? Mantra apa yang kamu gunakan, Nona!" bisik Revano serak.

"Mantra harry potter jilid dua," jawab Inggit terkekeh menahan geli akibat kecupan-kecupan lelaki itu di lehernya.

"Kamu selalu minum pilnya, kan?" tanya Revano disela kegiatannya menyentuh daerah sensitif wanita di pangkuannya.

"Ya," jawab Inggit singkat. Meski ia baru mengkonsumsinya seminggu yang lalu, Inggit harap itu bisa mencegah. Ia juga tidak terlalu paham bagaimana kerja pil KB itu.

"Bagus. Saya tidak ingin memiliki anak sekarang," sahut Revano lagi.

"Ba-bagaimana dengan istri, Mas?" tanya Inggit terbata menahan desahannya.

Revano menghentikan kegiatannya. Menatap tajam Inggit yang ada di pangkuannya.

"Istri, ya? Kamu tidak akan paham apa yang terjadi dalam kehidupan saya. Ah, jangan membahas hal lain ketika bersama saya," ucap Revano kesal.

"Mas...."

Inggit menahan napas ketika kepala lelaki itu berada di area dadanya.

"Mau mencoba gaya baru?" tanya lelaki itu serak.

Oh, oh Inggit tidak tahu apa yang ia lakukan. Ia hanya mengangguk dengan matanya yang sayu terbakar gairah.

Kemeja lelaki itu sudah terbuka dan entah ia lempar kemana. Sedangkan, Inggit sendiri hanya menyisahkan kaos longgarnya. Lelaki itu tidak melucuti semua pakaian mereka, karena ia tak akan lama.

"Kamu pasti akan senang dengan posisi ini."

Inggit harus menahan erangannya ketika lelaki itu memasukinya. Deru napas memburu keduanya bersahutan mengisi ruang tamu rumah itu.

"Saya pergi! Istirahatlah di kamarmu," ucap Revano sambil mengancing kemejanya.

Inggit mengangguk lemas di tempatnya duduk. Revano menatapnya sekilas, mengecupnya singkat, sebelum berlalu pergi. Inggit menatap kepergian lelaki itu hingga hilang di balik pintu ganda rumah. Wanita itu bangkit, dan berjalan tertatih menuju kamarnya. Jarum jam menunjukkan angka setengah 12 malam. Ah, ia begadang malam ini, semoga besok ia tak kesiangan.

...************...

"Siapa yang membersihkan ruangan saya?" tanya suara perempuan itu menggelegar di area dapur kantor yang sedang ramai oleh pekerja kebersihan. Perempuan itu karyawan di bagian admin staf pemasaran.

"Inggit, Bu," ujar suara salah satu office girl.

"Inggit? Yang mana orangnya?" tanya perempuan berusia 30 tahunan bergincu merah itu.

"Sa--saya, Bu...."

Inggit maju selangkah dari posisinya. Menunduk dalam melihat kemarahan perempuan di depannya. Entah kesalahan apa yang ia lakukan hingga perempuan itu begitu marah.

"Kamu! Dimana hells merah saya yang ada di bawah meja? Kamu mencurinya, ya?" tuding perempuan itu menunjuk wajah Inggit.

Inggit menggeleng cepat, "tidak, Bu. Saya bahkan gak tahu kalau ada hells di bawah meja Ibu," jawab Inggit.

"Bohong! Kamu pasti yang mengambilnya, saya menaruhnya di bawah meja kemarin sebelum pulang, dan pagi ini kamu yang duluan masuk ke ruangan itu untuk membersihkannya. Ngaku kamu!" ujar perempuan itu marah, ia mendorong kepala Inggit dengan telunjuknya.

"Sungguh, Bu! Saya tidak mengambilnya dan saya benar-benar tidak melihat jika ada hells ibu di bawah meja tadi pagi," jawab Inggit gemetar. Ia benar-benar tidak tahu menahu soal hells yang ditanyakan perempuan di depannya ini.

"Saya tidak bohong, Bu! Aw...."

Inggit meringis karena jambakan perempuan itu di rambutnya.

"Apa-apaan ini?"

Suara dingin itu membuat semua orang menoleh.

"Pa--pak...." Perempuan itu segera melepaskan jambakannya di rambut Inggit.

"Kalian berdua ikut saya ke ruangan! Kalian semua kembali bekerja jika tidak ingin saya pecat!" titah Revano dingin mengetatkan rahang dengan tangan terkepal.

Inggit menunduk dengan tangan mengamit takut. Diusapnya sekilas sudut matanya yang berair. Ah, kenapa ia masih saja cengeng seperti ini. Inggit benci dirinya yang lemah dan cengeng begini.

"Duduk!"

"Jelaskan apa yang terjadi hingga kalian berdua membuat keributan di jam kerja," ucap Revano tajam.

"Office girl ini mencuri hells saya yang ada di ruangan, Pak. Saya menaruhnya di bawah meja kemarin sore sebelum pulang, dan office girl ini yang duluan masuk ke ruangan saya tadi pagi," jelas perempjan itu.

"Siapa namamu?"

"Lina Ardini, Pak."

"Darimana kamu yakin kalau dia yang mencurinya? Kamu punya bukti? Saksi mata?" ujar Revano menatap tajam perempuan bernama Lina di depannya.

"Tapi hells saya sudah tidak ada lagi di bawah meja, Pak. Saya yakin perempuan ini yang mengambilnya," sahut perempuan itu bersikeras.

"Ok. Berapa harga hellsmu itu? Saya akan menggantinya, dan sekarang silahkan keluar! Bereskan semua barangmu dan tinggalkan kantor ini!" Revano menunjuk pintu ruangannya dengan pandangan dingin menusuknya.

"Pa--pak!" Perempuan itu tergagap tak percaya. Ia dipecat?

"Sekarang!"

Perempuan itu bangkit dari tempat duduknya dan berlalu keluar dengan langkah lemas. Inggit masih menunduk di tempat duduknya, tak berani menampakkan wajah kusutnya di depan Revano.

To Be Continue....

Terpopuler

Comments

Jasmine

Jasmine

ada2 saja bikin gara2..blm tentu inggit mencuri hellsmu jeng

2022-12-14

0

Julio Stevaning

Julio Stevaning

kasihan Inggit,,, ceritanya bagus cuma kurang mendetil,,, maaf kak thor sekedar saran 🙏

2022-10-22

0

Wakhidah Dani

Wakhidah Dani

enak aja main tuduh sembarangan

2022-06-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!