Inggit masuk ke ruangan Revano setelah menyelesaikan tugasnya, seperti yang diperintahkan lelaki itu di ruang meeting tadi. Inggit tidak sadar jika ada orang lain di ruangan itu. Seseorang itu menatapnya penuh selidik.
Perempuan itu baru sadar jika ia tak sendiri ketika ia berbalik setelah menutup rapat pintu kayu ruangan itu.
"Kamu mau bersih-bersih?" tanya perempuan cantik yang duduk di sofa merah.
Inggit mengangguk ragu, bingung harus mengatakan apa.
"Saya istrinya bos kamu," ucap perempuan cantik itu.
Inggit langsung menciut mendengar ucapan perempuan itu. Ia sedang berhadapan dengan sang istri direktur ini, dan statusnya yang sebagai simpanan lelaki itu membuat Inggit tak habis pikir. Kenapa Revano menyia-nyiakan perempuan cantik ini dan lebih memintanya menjadi simpanan. Dibandingkan dirinya yang pas-pasan ini, Inggit yakin ia kalah jauh. Ah, memangnya ia mau bersaing apa sama istri Revano?
"Kamu mau bersih-bersih?" tanya perempuan itu.
Inggit mengucap syukur karena ia masih memegang sapu di tangannya.
"Iya, Bu. Maaf, kalau mengganggu," ucap Inggit pelan.
"Ah, tiddak masalah. Selesaikan tugasmu, saya akan duduk antdng di sini," sahut perempuan itu acuh. Mauren menilai penampilan office girl di depannya itu dengan pandangan tajam. Ia akui kalau wajah natural office girl ini cantik luar dalam, tapi perempuan itu mungkin tidak sadar akan kecantikannya sendiri.
Inggit menjalankan tugasnya. Ia pura-pura membersihkan ruangan itu, tapi sesekali matanya memperhatikan penampilan istri sang direktur itu. Betapa dalam hati Inggit menjerit iri, melihat penampilan dan kecantikan perempuan itu.
"Ada apa?"
Inggit tergagap karena kepergok oleh perempuan itu.
"Nggak apa-apa, Bu. Saya hanya memuji ibu yang begitu cantik dan modis," ucap Inggit jujur.
Mauren hanya mengendik acuh. Kembali sibuk dengan handphonenya. Tidak lama dari itu pintu ruangan kembali dibuka. Kedua perempuan itu serentak menoleh ke arah pintu.
Revano masuk ke dalam ruangan, dan moodnya langsung jatuh ketika menemukan Mauren di ruangannya. Sejenak ia menatap tajam Inggit yang berdiri kaku di samping meja kerjanya. Lalu mengalihkan pandangan pada Mauren. Lelaki itu berjalan santai untuk duduk di kursi kerjanya, tapi langkahnya terhenti oleh kelakuan Mauren.
"Sayang, lama banget meetingnya...."
Mauren langsung mengalungkan tangannya di leher lelaki itu tanpa malu dengan kehadiran Inggit di ruangan itu. Inggit sendiri ingin keluar dari ruangan itu, tapi terhenti oleh suara datar sang direktur.
"Lanjutkan pekerjaanmu!"
Inggit ingin meneriaki dan menggetok kepala Revano rasanya. Lelaki itu membuatnya harus menyaksikan kemesraannya bersama sang istri.
'Ish menyebalkan sekali! Setidaknya kalau mau mesra-mesraan jangan dihadapanku,' gerutunya di hati.
"Sayang, aku mau ajak kamu makan bareng," ucap Mauren sambil bergelayut manja di lengan Revano.
"Makan sendiri! Aku sudah makam bersama klien tadi," sahut Revano datar.
Mauren merutuki Revano dalam hati. Lelaki itu mempermalukannya ketika ada office girl di dekat mereka. Apa lelaki itu tidak bisa diajak kerja sama sedikit untuk berpura-pura bahwa mereka ini adalah pasangan yang harmonis dan romantis.
"Oh, gitu ya. Ya udah deh, aku cuma mau bilang, Mama menyuruh kita ke rumah nanti malam. Mas Dave pulang katanya hari ini," ucap Mauren acuh.
Ia melepaskan tangannya dari lengan Revano. Menatap sejenak pada Inggit yang masih pura-pura sibuk membersihkan ruangan itu, Mauren berlalu keluar. Tinggallah dua orang itu dalam keheningan.
"Kemari!"
Suara bass nan datar Revano itu membuat Inggit terkesiap. Wanita itu melepaskan sapu yang dipegangnya, berjalan gusar mendekati sang direktur yang duduk di kursi kerjanya.
Inggit mengamit lengannya gelisah ketika ia sudah berdiri di depan lelaki itu.
"Duduk di sini!" Revano menepuk pahanya. Meminta Inggit segera menuruti permintaannya.
"Ng--"
"Kenapa selalu melawan?" Revano menarik lengan wanita itu hingga Inggit jatuh di pangkuan nya.
"Pak...." Inggit memberengut kesal.
"Diamlah! Kamu benar-benar membuat saya gila," gumam Revano menyandarkan kepalanya di bahu perempuan itu.
Inggit menahan diri agar tidak menggeluarkan suara. Lelaki itu sibuk memberikan sentuhan di titik-titik sensitifnya. Inggit mendorong kepala lelaki itu hingga menjauh darinya, dan menahan bahu Revano memberi jarak. Napas wanita itu memburu. Ia menormalkan debaran jantungnya yang menggila.
"Sa--saya takut ada orang," ucap Inggit tak enak melihat tatapan tajam Revano.
"Pintunya sudah saya kunci otomatis," sahut lelaki itu datar.
Inggit tak bisa berkelit lagi ketika Revano sudah menyerangnya habis-habisan. Mereka kembali melakukan sesi permainan di atas meja kerja lelaki itu. Inggit rasa, ia juga sudah mulai tak waras, karena menyukai sentuhan Revano. Meski tak ada kelembutan sama sekali dari perlakuan lelaki itu.
...........
Inggit pulang di jam 5 sore. Ia melihat tidak ada mobil Revano yang terparkir di halaman rumah. Ia tahu kalau lelaki itu pasti pulang ke rumah sang istri untuk acara makan malam keluarga.
Melangkahkan kaki dengan gontai, Inggit masuk ke kamar. Tubuhnya lelah sekali, seharian kerja dan juga melayani lelaki itu tadi siang, membuat tenaganya benar-benar terkuras habis.
....
Inggit mengecek saldo tabungannya malam ini. Ia membelalak kaget ketika angka 500 juta tertera di layar mesin ATM. Ya, malam ini ia pergi ke ATM untuk iseng saja mengecek saldo rekeningnya. Ia pikir, Revano akan berbohong dengan uang 500 juta itu, tapi ternyata ia salah. Lelaki itu benar-benar menstransfer uang senilai nominal yang ia janjikan. Inggit tak habis pikir sekaya apa lelaki itu sehingga gampang sekali membuang uang sebanyak itu.
"Ya, ampun! Aku beneran bisa kuliah sama beli rumah ini," gumam Inggit tak percaya. Kakinya sampai gemetar melihat nominal angka itu.
Inggit menarik 1 juta untuk keperluan pribadinya. Setelah dari mesin ATM, wanita itu pergi ke mini market yang juga dekat dari sana. Ia perlu membeli kebutuhan yang ia rasa perlukan.
____
"Darimana kamu?"
Inggit yang baru masuk ke dalam rumah langsung menoleh ke suara itu. Ia mendapati Revano yang duduk berpangku di sofa dengan pakaian formal lelaki itu.
"Dari mini market depan," jawab Inggit menunjukkan kantong belanjaannya.
Revano tak bersuara lagi. Inggit rasa lelaki itu sudah selesai mengajaknya bicara, ia pun hendak berlalu, tapi suara lelaki itu kembali menghentikan langkahnya.
"Kamu mengkonsumsi pil pencegah, kan?"
Inggit berbalik, menatap Revano yang juga menatapnya datar. Pil pencegah? Pil KB? Seingatnya ia belum membeli pil itu. Oh, Inggit ceroboh! Kenapa ia tidak sampai berpikiran sampai situ. Bagaimana kalau dia hamil?
"Umur 21. Kamu belum berniat untuk mengandung, kan?"
Inggit menggeleng cepat. Ia tidak mau. Apalagi status dirinya yang sebagai seorang simpanan. Ah, ingatkan Inggit untuk membeli pil pencegah kehamilan itu.
To Be Continue....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Jasmine
udh dipakai berkali2 koq baru diingatkan minum pil kb gmn atuh..kebobolan atuh..mana setiap ketemu harus gencett dan memakan durasi yg lama
2022-12-14
0
Julio Stevaning
jangan 2 dah hamil duluan
2022-10-22
0
💖syakilah💖
next...
2022-09-17
0