Keringat mengucur di kening Arya tepat di bawah topinya. Ia mengusap keningnya dengan tangan.
"Eh, kotor tanganmu." Mariko menahan tangan Arya. Ia mengusap peluh di wajah pria itu dengan saputangan yang ia punya dengan hati-hati.
"Saputangan itu ku beli untuk menutup mulutmu dari debu yang berterbangan di sini. Kenapa ...."
"Sudah ...." Mariko memotong Arya bicara. "Nanti aku pindahkan kursiku agak menjauh jadi tidak kena debu."
"Di sana panas." Arya masih mengomel. Ia bisa melihat tempat yang di sebut Mariko terpapar sinar matahari langsung.
"Aku kan juga beli topi kak." Mariko masih mengusap wajah Arya.
"Kurang. Bajumu tangan pendek."
"Ya sudah, nanti aku pindah ke dalam."
"Jangan, nanti aku sendiri di sini." Arya menatap Mariko. Perhatian Mariko yang menghapus keringat di wajahnya sangat menghiburnya.
Mariko tertawa. "Orang sebanyak ini kamu bilang sendiri?"
Gersang. Pria semua dengan udara sepanas ini? Hanya melihatmu saja yang menyejukkanku. Arya diam dengan menikmati semua perhatian Mariko.
"Mungkin besok bawa handuk kecil saja, sepertinya lebih berguna."
Reina datang dengan membawa sepiring potongan semangka. Mariko buru-buru menurunkan tangannya.
"Ini ada semangka dingin, siapa mau?"
"Ah, aku mau, aku mau." Mariko terlihat senang.
"Terimakasih kak." Arya melihat Reina meletakkan piring itu di atas meja.
"Iya, sama-sama." Kemudian Reinapun kembali ke dalam.
Mariko segera duduk dan mengambil satu bagiannya. "Mmh, enak. Dingin."
Aryapun mengambil satu. Merekapun memakan semangka itu sebagai penawar dahaga dari udara yang kian terik.
Hari beranjak temaram. Senja mulai menghilang di ufuk barat, membuat rumah itu mulai di hiasi lampu yang di hidupkan untuk membuat suasana rumah lebih hangat. Beruntung Chris juga memasang lampu di dua sudut di taman belakang sehingga pekerja masih bisa melakukan pekerjaannya walaupun hari sudah mulai gelap. Tapi tidak lama. Penerangan yang kurang terang menyebabkan pekerjaan yang di harapkan bisa lembur hari itu terpaksa di tunda hingga esok hari. Arya menghentikan pekerjaan dan meminta tukang untuk bersiap untuk esok hari. Ia menemui Chris.
"Pak, sebenarnya Sabtu dan Minggu itu libur. Tapi karena kemarin menemani bapak jadi jadwal tertunda sehari dan juga hari Minggu harus pasang pagar jadi kami akan bekerja pada hari itu juga. Maaf mungkin akan mengganggu kenyamanan bapak istirahat di rumah. Soalnya saya mengejar pengecoran, agar Senin sudah tidak ada lagi pekerjaan. Tapi saya tidak tahu kalau ada kendala lain menjelang Senin. Jadi Senin itu kemungkinan terakhir kerja, dan kami akan libur dulu selama 2 Minggu menunggu corannya benar-benar kering."
"Mmh, tidak apa-apa. Tapi kau datang kan ke pestaku?"
Arya melirik Mariko. "Akan kami usahakan."
"Jangan sampai tidak datang lho. Istriku bisa marah."
Arya tersenyum dengan segannya. Akhirnya Mariko dan Arya pamit.
Seperti biasa, mobil truk mengantar mereka sampai ke rumah. Arya menutup pintunya.
"Kamu jangan tidur dulu. Aku hanya mandi sebentar."
"Iya." Marikopun masuk ke kamarnya dan mandi. Setelah bertukar baju ia pun keluar.
Karena menanti Arya yang belum keluar, Mariko mengisi waktunya dengan main hp sambil duduk di sofa. Ia melihat pesan dari ferdi di hpnya dan membukanya.
'Kamu tidak bisa datang ya, ke sini dengan kakakmu itu? Hah, menyebalkan. Mengisi hari-hari yang hampa di malam hari sebagai jombloer dan pria sejati. Pria itu butuh di temani bahkan di goda. Oh, kapan ya aku bisa ketemu dengan wanita yang bisa menggodaku? Hopeless. (tak ada harapan)'
Mariko tertawa melihat pesan singkat Ferdi. Ia hendak menjawabnya tapi terlanjur Arya keluar dari kamarnya membuat Mariko menutup pesan singkat Ferdi.
"Ada apa kak?" Mariko bertanya.
"Mmh, apa?" Arya mendatangi sofa dan duduk di tempat biasa. Ia juga menghidupkan tv.
"Kakak ada perlu apa?"
"Tidak ada. Kita nonton tv sebentar." Arya melingkarkan tangannya pada pinggang Mariko dan menariknya mendekat.
"Eh."
"Kenapa, kamu tidak mau?"
Tiba-tiba Mariko teringat isi pesan singkat Ferdi dan tergoda ingin membuktikannya.
"Aku mengantuk ingin tidur." Mariko bangkit dari duduknya.
Arya langsung menangkap pergelangan tangan Mariko. "Eh, kenapa buru-buru. Sebentar saja."
Mariko melihat sekilas tangannya yang di gengam Arya. Apakah ....
"Tidur saja di sampingku, nanti kalau kamu sudah tidur aku akan gendong ke kamar."
Mariko hampir tak percaya mendengarnya. Terlihat acuh tapi seperti butuh. Ferdi benar.
Mariko kembali duduk dan beringsut mendekati tubuh Arya. Ia bersandar. Dengan pikiran yang masih bingung, ia berusaha menyatukan kembali kepingan-kepingan puzzle (teka teki) dari tingkah aneh Arya yang masih belum bisa ia mengerti hingga saat ini.
Kembali Arya melingkarkan tangannya ke pinggang Mariko dari belakang. Kadang ia mengeratkannya sambil menonton. Sesekali ia melihat ke bawah tubuhnya dan mengecup pucuk kepala Mariko.
Apakah ia juga butuh di goda? Mariko memutar tubuhnya ke arah Arya yang masih menonton tv dengan mata yang sedikit lelah. Dengan masih bersandar, Mariko mulai menyentuh dada bidang Arya dengan pelan dan penuh perasaan.
Tapi tak ada reaksi dari Arya. Ia masih menonton tv. Mariko kemudian mencoba membuka kancing baju piyama Arya dari tengah dan menyusupkan jari-jari tangannya kedalam tubuh Arya lalu mengusap dada bidang itu dengan lembut.
Arya merasakan sesuatu yang aneh di tubuhnya. Tiba-tiba tangannya menarik keluar tangan Mariko yang tertangkap basah menyusup ke dalam bajunya, dan mendorong tubuh Mariko menjauh.
"Mariko! Kamu sedang apa?" Arya berteriak.
Bukannya takut, Mariko tergelak.
"Mariko, ini tidak lucu!" Arya benar-benar marah.
"Semua pria, sama. Ingin di goda dan tergoda." Mariko masih belum berhenti tertawa.
"Mariko ... Apa kau tidak pernah memikirkan perasaan orang lain?"
"Perasaan apa?" Mariko mengusap air matanya yang keluar karena tawanya yang tak kunjung berhenti.
"Bagaimana kalau orang yang kau goda serius padamu?"
"Kamu? Ya, tidak mungkin lah." Mariko masih menyelesaikan sisa tawanya.
"Aku serius padamu."
"Mmh?" Mariko menghentikan tawanya dan menatap Arya. "Kamu bercanda kan?"
"Aku menyukaimu."
Mariko termangu. Kemudian ia tersenyum. "Iya, iya. Baiklah. Aku salah."
"Aku mencintaimu Mariko."
Mariko terlihat bingung. "Kak, jangan buat aku bingung."
Arya tiba-tiba mendekatkan wajahnya dan melingkarkan tangannya pada pinggang Mariko. Ia kemudian mulai menciumi wajah Mariko dengan menyusuri kening, pelipis, mata lalu turun ke pipi. Karena kesal, hawa nafsunya mulai benar-benar telah menjeratnya.
"Kak ...." Mariko makin bingung antara diam atau mengikuti arus.
"Apa ...?" Napas Arya mulai terengah-engah. Oh, apa yang kulakukan? Aku mulai gila.
Ia segera melepas dekapannya pada Mariko tapi wanita itu dengan cepat mengalungkan lengannya pada leher Arya. Pria itu terpana. Mariko mulai mendekatkan wajahnya pada Arya.
"Jangan Mariko, jangan." Arya memalingkan wajahnya.
"Kenapa?"
"Itu dosa. Maaf aku terlanjur."
Mariko menurunkan tangannya. "Tapi kan kau tidak bisa menikah denganku? Bagaimana kalau kita tidur bersama saja."
Arya menatap Mariko. "Tidak. Berarti aku mengajarkanmu hal yang buruk. Kata siapa kita tidak bisa menikah? Aku akan mencari ayahmu." Ia memegang tangan Mariko.
Mariko menghempas tangan Arya dengan kesal. "Kalau begitu, lupakan. Aku tidak mau ke Jepang."
Mariko turun dari sofa dan berlari ke kamar. Arya segera mengejarnya. Di depan pintu Arya kembali menangkap pergelangan tangan Mariko. Wanita itu berusaha melepas diri tapi Arya tak membiarkan itu terjadi.
"Mariko dengar dulu."
"Tidak, aku tidak ingin pulang! Aku tidak ingin ke Jepang ...." Mariko mendorong Arya sehingga pegangan tangan itu terlepas.
Mariko segera masuk ke kamarnya dan menutup pintu tapi Arya masih mengejarnya sehingga kepalanya terantuk pintu yang di tutup secara tiba-tiba.
Pakk!
"Mariko, aduhh ...!" Arya memegangi kepalanya.
Mariko yang mendengar suara benturan di pintu segera membuka kembali pintunya. Ia mendapati Arya sedang mengusap kepalanya karena benturan di pintu tadi.
"Kamu ...!" Mariko kesal tapi bingung mau bicara apa lagi? "Kak, aku tidak mau ke Jepang, kenapa kamu tidak mau mengerti juga sih?" Mariko menghentakkan kakinya karena kesal. "Kenapa kita tidak tinggal bersama saja. Itu kan lebih baik. Aku tidak akan menuntut apa-apa darimu, aku janji. Lagipula, kalau kau sudah bosan padaku, aku akan pergi. Bukankah itu lebih memudahkanmu dalam menjalin hubungan?"
"Apa selama ini kau merasa dirimu hanya barang? Apa kau tidak punya harga diri?" Arya menatap Mariko dengan kesal.
"Apa?"
"Aku bukan orang seperti itu. Aku orang yang serius dalam berhubungan. Saat aku menyukai seseorang, aku ingin menikah dengannya. Tidak ada dalam kamusku, aku bosan lalu meninggalkannya. Tidak ada. Aku memang telah gagal dengan pernikahanku yang sebelumnya. Tapi itu bukan karena aku bosan, tapi karena tidak ada cinta di antara kami. Saat aku menemukanmu aku menemukan cinta. Karena itu kau sangat penting bagiku. Aku ingin mengikatmu dengan sebuah pernikahan karena bagiku pernikahan adalah restu yang di berikan Allah pada tiap pasangan yang saling mencintai. Aku ingin menikah denganmu Mariko, karena aku sangat mencintaimu."
Mariko menitikkan air mata. "Tawaranmu sangat indah tapi posisiku sangat sulit, kak. Kakak tahu kan, sangat berbahaya untukku kembali ke sana. Aku takut kak." Ia menjawab sambil menunduk.
Arya mendekat dan memeluk Mariko. "Kalau kamu tidak ingin ikut, tidak apa-apa. Aku akan mencarinya sendiri."
"Tapi ayahku. Dia di penjara." Mariko mendongak menatap nanar Arya.
Arya mengerutkan keningnya melihat ke arah Mariko. "Dari mana kau tahu?"
"Ia mengunjungiku saat aku koma. Aku bisa mendengar orang bicara saat itu."
"Bagaimana ia bisa menemukanmu? Pak Chris yang membawanya?"
"Sepertinya begitu."
"Jadi pak Chris tahu di mana ayahmu?"
Mariko menunduk. "Maaf. Ayahku juga bukan orang baik-baik."
"Kenapa kamu berpikir seperti itu?" Arya menyipitkan matanya.
"Aku bukan siapa-siapa kak, apa kau yakin ingin menikah denganku?" Mariko mengangkat kembali kepalanya.
"Di mata Allah semua manusia sama."
Kembali air mata Mariko tergenang. "Indahnya. Allah itu sangat baik. Tapi Kakak kan manusia, bukan tuhan. Bagaimana nanti keluargamu melihatku? Keluargamu pasti sangat berkelas. Aku tidak punya harta untuk di pamerkan. Menikah denganku bukankah pilihan yang sangat sulit untukmu? Aku tidak apa-apa kalau harus tinggal bersama saja denganmu sampai kamu menemukan wanita lain yang lebih pantas untukmu. Aku bersedia kak." Ia mengucapkannya dengan raut sedih.
"Mariko!" Arya membentaknya. Ia mengangkat jari telunjuknya. "Aku tidak mau ya, kau kembali ke kehidupanmu yang dulu. Hanya tinggal bersama dengan seorang pria. Kehidupan macam apa itu! Kenapa sih, kamu selalu memikirkan hal yang salah? Aku memasukkanmu Islam agar kau kembali ke jalan yang benar. Aku mengajarimu. Aku ingin komitmenmu masuk Islam. Aku ini minta pertanggungjawabanmu. Apa kau bisa mendengar kata-kataku?" Arya mengatakannya dengan tegas membuat Mariko bingung. Ia mengatakan ini agar wanita itu tidak lemah dan meninggalkannya. Ia sangat takut Mariko pergi dari sisinya.
Arya menghela napas. "Mariko." Ia mulai berbicara pelan dan mengangkat kedua tangannya. Ia mengusap air mata Mariko yang terlanjur jatuh. "Biarkan sisanya aku yang mengurus. Kalau kau marah, atau kau sakit hati, atau kalau ada yang mengganggumu, katakan saja padaku. Jangan kau pendam sendiri. Aku akan mengurusnya untukmu. Ok?"
Mariko mengangguk. Kemudian Arya memeluknya sebentar. "Sudah malam, kau tidurlah." Arya mengecup kening Mariko, dan membalikkan tubuhnya.
"Kak."
"Ya?" Baru saja Arya membalikkan kembali tubuhnya, tangan Mariko sudah mengalungi lehernya. Dengan berjinjit, Mariko mengecup bibir Arya.
"Oyasumi.(Selamat tidur)." Mariko melambai sambil menutup pintunya.
Arya terkejut tapi tak sempat berkomentar karena pintu telah di tutup oleh Mariko. Di balik pintu keduanya menyentuh bibirnya dengan jari dan kemudian tersenyum. Mereka kemudian melangkah ke pembaringan masing-masing.
Mariko setelah mengambil bonekanya, segera menyelimuti tubuhnya di tempat tidur.
Ya Allah. Aku ingin bertanya. Apa aku berjodoh dengan kak Arya? Seperti mimpi ia mengatakan itu padaku. Kalau itu hanya mimpi, tolong panjangkan tidurku. Bahkan aku tidak ingin terbangun sebab aku takut patah hati.
Ya Allah. Apa ia di kirim untuk menyenangkan hatiku? Tapi kata-katanya membuatku makin jatuh cinta padanya. Bagaimana ini? Bolehkah aku bergantung padanya?
Mata Mariko kembali tergenang. Biarkan aku jatuh cinta padanya, ya Allah. Aku menginginkannya. Selamatkanlah dia dari bahaya apapun yang akan datang padanya. Karena aku ingin. Ingin sekali berjodoh dengannya ....
-----------+++------------
Pagi itu mereka telah bersiap-siap. Arya terlihat canggung pada Mariko.
"Pagi kak." Mariko tersenyum.
"Iya."
"Mau sarapan apa kak?" Mariko memiringkan kepalanya.
"Coba gayamu jangan seperti perempuan karena kamu masih menyamar jadi Ricky." Arya memprotes gaya bicara dan gerak tubuh Mariko yang sedikit berubah.
"Oh."
"Professional sedikit." Arya sedikit marah.
"Baiklah." Mariko menadahkan tangannya.
Arya mengambil dompetnya dan menyerahkan selembar uang biru pada Mariko. "Bubur ayam saja."
"Baiklah." Mariko pergi dengan melangkah sedikit melompat-lompat.
"Ricky, kakimu!" Teriak Arya.
"Oh, ya." Kembali Mariko melangkah seperti biasa.
"Aduhh ...." Arya mengusap wajahnya.
Setelah sarapan, mobil truk datang seperti biasa menjemput mereka dan mengantar sampai ke rumah Chris. Tak lama truk Ferdipun datang ke rumah Chris membawa pesanan semen dan besi yang di minta. Mariko segera mengatur pegawai Ferdi dan Arya melangkah ke dalam.
Ferdi mengekor Mariko dan Arya melihatnya. Mereka berbincang-bincang dan Mariko terlihat tertawa. Mereka terlihat sangat akrab membuat Arya kesal.
"Hei, Ricky. Kerjakan tugasmu, jangan bercanda!" Teriak Arya dari tempatnya berdiri.
Ferdi dan Mariko menoleh.
Mariko tersenyum. "Iya kak." Kembali ia berbincang dengan Ferdi sambil memperhatikan pekerja Ferdi yang sedang membawa besi.
"Awas saja kalau kamu berikan banyak senyum pada pria bodoh itu." Arya melangkah masuk ke dalam rumah dalam keadaan kesal.
Di dalam rumah Arya bertemu dengan Chris yang sudah berpakaian rapi sedang makan bersama anak-anak.
"Assalamualaikum."
"Waalaikum salam." Chris dan anak-anak menyahut.
"Oh, Arya. Sudah sarapan?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
Ria Diana Santi
Wah, ternyata dugaan ku benar. Si Mariko itu memang orang Jepang.
Em, Mariko sebaiknya kamu menuruti kata-kata Arya! Itu yang terbaik untuk kalian. 😌💪🏻👌🏻❤️
2021-07-10
1