"Mmh. Lihat nanti. Pekerjaanku menguras tenaga dan pikiran."
Ferdi melepas tangan Arya. "Ah, maaf."
Arya berjalan menuruni anak tangga di ikuti Mariko. Ferdi mengejarnya. "Kakak mau apa besok, nanti aku beli deh."
Arya masih menuruni anak tangga. Tak perduli.
"Pizza, martabak, gorengan, coklat?" Ferdi masih terus menawari.
"Coklat?" Mariko terlihat tertarik.
Tapi Ferdi masih mengejar Arya. "Film porno barangkali." Katanya setengah berbisik.
Langkah Arya terhenti. Ia melirik Ferdi yang sudah ada di sampingnya, kemudian Mariko.
"Wow, film porno." Mariko menatap Ferdi seperti takjub.
"Hei, kamu pikir apa?" Arya malah menekan dahi Mariko dengan telunjuknya.
"Itu kak, katanya film porno." Mariko menunjuk Ferdi pada Arya.
Arya menutup telinga Mariko dengan kedua tangannya dan memandang Ferdi dengan pandangan kesal. "Aku sudah bilang, jangan ajari adikku macam-macam. Apa kamu tidak ingat?"
Ferdi menggigit bibirnya. Ia telah salah bicara.
"Ayo, kita pulang." Arya menggandeng tangan Mariko dan menuruni anak tangga langsung menuju pintu depan.
Ferdi masih mengikuti dengan wajah tak tahu harus mengatakan apa. Arya membuka sendiri kunci pintu depan dengan tangannya.
"Sudah mau pulang ya?" Mami Ferdi datang menghampiri.
"Oh ibu, saya pulang dulu. Sudah malam." Arya berpamitan.
"Eh, iya. Terimakasih ya sudah mau menemani Ferdi. Memang dia sedikit kesepian, tak punya teman."
"Iya Bu. Mari." Sekilas Arya melirik Ferdi yang dengan wajah berharap, menatap Arya.
Mariko dan Arya segera keluar. Mereka segera menaiki motor dan mengendarainya pulang.
"Aduh, capek." Arya menghela napas.
Mereka memasuki rumah. Arya baru saja menutup pintu, tapi tiba-tiba Mariko memeluknya. "Kakak hebat." Ia mendongak menatap Arya. Wajahnya terlihat begitu senang.
"Eh, aku tidak suka ah, kamu begitu! Aku kan sudah bilang kamu tidak boleh sembarang peluk pria." Arya mendorong Mariko menjauh.
"Oh, maaf." Mariko menurunkan tangannya.
Tapi Arya merasa sayang tubuh itu menjauh. Ia malah menggandeng Mariko duduk di sofa. "Bagaimana kalau kamu temani aku nonton tv dulu."
"Nonton apa kak?"
"Nonton apa saja. Aku sedang tidak ingin kembali ke kamar." Arya duduk di posisi yang sama seperti kemarin sambil melingkarkan tangannya di pinggang Mariko. Ia menyalakan tv.
Mariko meletakkan kedua tangannya di dada bidang Arya dan menatap wajah pria itu dari dekat. "Tapi aku sedang tidak ingin makan apa-apa. Sudah kenyang."
"Sama. Temani aku saja nonton tv sebentar."
Mariko menurunkan tangannya dan menggantinya dengan sandaran kepalanya di sana. Terasa hangat dan nyaman.
Sebenarnya Mariko tidak mengerti apa yang di inginkan Arya. Mereka berdua sama-sama lelah dan tertidur berdua di kursi sofa tanpa mereka sadari hingga pagi.
Arya membuka matanya perlahan. Terdengar sayup-sayup suara azan subuh menggema. Mmh, nyaman dan hangat. Eh, aku ....
Arya menatap ke bawah tubuhnya. Ia sedang mendekap Mariko yang juga sedang memeluk tubuhnya. Mereka berdua tidur dalam posisi duduk di kursi sofa. Bahkan Mariko mengangkat kakinya dan memeluk tubuhnya. Aduh, Mariko! Selalu saja ceroboh.
Arya menepuk-nepuk bahu Mariko.
"Mmh!" Mariko seperti antara mengantuk dan mengamuk. Ia makin mengeratkan pelukan.
Arya hampir tertawa. Wajahnya saat tidur itu lucu sekali. Menggemaskan. Ingin rasanya ia mendekapnya lebih erat. Tapi, Astaga. Air liurnya ....
Arya kembali membangunkan Mariko dengan jari telunjuknya. Ia mendorong dahi itu pelan, beberapa kali.
"Mmh ...!" Erangannya makin panjang dan pelukannya makin erat. Arya tertawa tanpa suara.
Kembali ia menyentuh dahi Mariko dengan jari telunjuknya. Tapi kini ia lakukannya bertubi-tubi.
Akhirnya Mariko berusaha membuka matanya. "Mmh. Kak. Ada apa?" Jawabnya malas.
"Hei, sudah subuh. Kamu kok belum bangun juga?"
"Masih enak peluk boneka kak." Mariko kembali memeluknya tanpa sadar.
Arya mencubit pipi mulus Mariko sedikit keras.
"Ahhh ...." Mata Mariko segera terbangun.
Arya segera melepas cubitannya.
"Kenapa kak, sakit ...." Mariko mengelus pipinya yang di cubit Arya.
"Mana bonekamu?" Arya mencibirnya.
Mata Mariko melihat sekeliling. Hanya ada Arya di sampingnya. "Mana ya?"
"Lihat bajuku." Arya menunjuk bajunya tepat di dada. Ada bekas noda basah di sana. "Air liurmu banyak juga ya?" Arya berusaha menahan tawanya.
"Ah, kak. Maaf." Wajah Mariko memerah. Ia juga menyadari kakinyapun naik ke atas memeluk pria di hadapannya itu. Karuan saja ia segera menurunkan kakinya itu sambil berkali-kali menundukkan kepala. "Maaf kak, maaf. Aku tidak sadar. Aku pikir aku tidur dengan boneka Kitty Chan." Ia menggaruk-garuk kepalanya.
Arya benar-benar gemas melihat Mariko dengan gaya Jepangnya yang seperti itu. Ia kembali mencubit pipi Mariko.
"Ahhh, kakak ...." Mariko memukul bahu Arya.
Arya tersenyum. Spontan ia menarik bahu Mariko dan mencium keningnya. "Mmh, baiklah. Aku maafkan kamu kali ini. Ayo siap-siap mandi. Kita akan berangkat kerja lagi."
Di rumah Chris, seperti biasa Reina menghidangkan nasi goreng favorit keluarga yang tidak pernah lekang oleh waktu. Anak-anak sudah berkumpul mengambil nasi gorengnya, tapi ke mana Chris? Reina kembali ke kamar mencarinya.
Di kamar, Chris duduk di tepi tempat tidur di sisi yang satunya sehingga posisinya memunggungi tempat tidur. Ia seperti sedang melakukan sesuatu. Reina mengerutkan keningnya.
"Da, kamu sedang apa?" Reina yang baru membuka pintu, segera masuk dan berjalan mendekat.
Chris menoleh. "Oh, Reina. Aku sudah tak tahan tanganku mulai gatal. Tapi aku juga tak bisa menggaruknya karena ada gips ini." Chris memegangi gips yang membalut tangannya itu.
Reina tersenyum. Ia duduk di samping suaminya. "Itu tandanya sudah mau sembuh. Tapi apa bisa kita membukanya hari ini?"
"Itu ide bagus. Seluruh tubuhku juga sudah gatal ingin mencumbumu hari ini."
"Ih, Uda. Nakal ah." Reina mencubit pinggang Chris.
"Aduh, jangan gitu ah. Aku serius. Aku kan suamimu. Aku harus memastikan aku masih yang dulu."
"Yang dulu apa?"
"Yang dulu masih mengusahakan bayi kita."
"Ih, gombal." Dengan wajah memerah Reina menjepit hidung Chris dengan dua buku jarinya.
Chris menangkap tangan Reina yang menjepit hidungnya. "Hei, I'm serious here, don't you want to try with me, honey?(Hei, aku serius di sini, apa kamu tidak ingin mencobanya, sayang?)" Chris mendekatkan wajahnya pada istrinya dan mengecup keningnya.
Reina mengangguk. Chris hendak mencium bibir Reina tapi sulit, karena saat menunduk ia harus memajukan gipsnya dan gips itu menghalanginya. Ia terlihat kesal. Reina malah hampir tertawa.
"Ah ...." Chris menatap ke depan menghentakkan gipsnya. Mulutnya merengut.
"Da."
"Apa?" Chris menoleh.
Tepat saat itu Reina memegangi wajah suaminya, berdiri sedikit membungkuk dan mendekati wajahnya, Reina langsung mencium bibir Chris. Mata Chris langsung terpejam menikmatinya. Tapi hanya sebentar, Reina langsung menyudahinya. Chris membuka matanya.
"Lho, kok cuma segitu?"
"Sudah ah Da, ini masih pagi." Reina bangkit dari duduknya dan melangkah ke pintu.
"Tunggu, kita belum selesai." Chris mengangkat tangan kirinya.
Reina memutar tubuhnya sebentar. "To be continued.(Bersambung)" Ia tersenyum dan melanjutkan langkahnya ke arah pintu.
"Ah, Reina. Kamu benar-benar penjahat cintaku." Chris terpaksa bangkit dan mengikuti istrinya keluar.
Reina sampai ke meja makan. Chris mengikutinya hingga duduk. Reina mengambilkannya piring dan nasi goreng sementara Chris menatap istrinya itu.
"Tapi nanti di teruskan gak nih?" Chris ternyata masih mempersoalkan yang tadi.
Aska dan Salwa menatap Reina dan chris.
"Ih, Uda nanti saja bicaranya."
"Bicara apa ma?" Salwa jadi penasaran.
"Ah, tidak. Tidak apa-apa."
"Janji ya?" Chris masih menagihnya.
"Apa? Iya. Sudah Uda makan dulu. Aku sudah bikinkan sarapan."
Chris mengambil sendok yang sudah di sediakan di piring oleh Reina. Ia mulai makan.
Sejurus kemudian anak-anak sudah selesai makan. Mereka berpamitan pada Chris dan Reina karena mang Udjo datang. Sejak Arya membangun rumah Chris, pintu utama selalu di buka pagi-pagi oleh Reina. Memudahkan akses orang berlalu lalang di pagi hari tanpa harus membuka tutup pintu.
"Sudah makan mang?" Chris yang sedang makan bertanya dengan ramah.
"Oh, sudah pak. Mau ambil kunci." Mang Ujo berdiri tepat di samping Chris.
Reina mengambilkan kunci mobil yang sudah di siapkan di atas meja makan dan memberikannya pada mang Ujo.
"Permisi." Mang Udjo pergi di ikuti oleh anak-anak.
"Ya, ya." Chris mengangguk-angguk.
Setelah makan Chris menunggu rombongan Arya di ruang tamu. Tidak butuh waktu lama, rombongan yang di nanti tiba. Chris sedang berbincang-bincang dengan Reina saat Arya dan rombongannya masuk.
"Oh, pak Chris. Maaf, saya bisa langsung bawa tukang ke dalam."
"Silahkan-silahkan." Chris memberi izin.
Seketika, orang-orang Arya masuk sambil menganggukkan kepala pada Chris dan Reina. Ada beberapa yang memberi salam pada mereka yang di jawab oleh mereka berdua.
Seperti biasa, setelah sampai di taman belakang, para tukang melanjutkan pekerjaan mereka. Mereka sedang membuat dinding sehingga ada beberapa orang yang sedang membuat semen untuk memasang batu bata.
Mariko kembali duduk di kursi dekat dinding dapur dan Arya mulai memeriksa pekerjaan tukang. Tak lama Arya kembali pada Mariko.
"Sepertinya semen dan batu bata kurang untuk hari ini. Kamu tolong pesankan lagi sebanyak kemarin."
"Oh, iya kak." Mariko mengeluarkan hpnya. "Halo. Ah, Mami Ferdi ya? Ini Ricky Mi, mau pesan batu bata dan semen sejumlah kemarin. Iya ... Iya, Mi. Ok ... Ok." Mariko menutup hpnya. Sekilas ia melihat notif masuk. Ia segera membukanya.
'Irene pulang hari ini.'
Apa ini iparnya ibu Irene ya? Siapa namanya aku tidak tahu. Kenapa dia kasih tahu aku tentang ini ya?
"Kok melamun? Apa katanya?"
Kata-kata Arya membangunkan lamunannya. "Mmh? Oh, bisa. Segera di kirim, katanya."
"Ok. Kita tunggu dulu barang datang." Arya menghempaskan tubuhnya duduk di kursi sebelahnya. Ia menoleh pada Mariko. "Nanti setelahnya kita ke klinik."
Mendengar kata 'klinik' membuat Mariko mengusap-usap bahunya.
"Masih sakit?"
"Belakangan sudah tidak."
Arya masih menatap Mariko. Rasanya aku ingin memeluknya saat ini dan memeriksa sakitnya. Sayang, lingkungan tidak mendukung. Ia meluruskan kepalanya.
Reina masih berbincang-bincang dengan Chris di ruang tamu saat Tama turun bersama Sri.
Mendengar langkah kaki Tama, Reina menoleh dan mengembangkan tangannya. "Eh, anak mama. Sini."
Tama berlari mendatangi Reina sehingga Reina bisa memeluknya.
Reina memberi kecupan di pipi. "Mmh. Anak mama, wangi deh kalau sudah mandi." Ia mengecup leher Tama yang membuat Tama geli dan tertawa. Tama mendorong wajah Reina yang membuat Reina tertawa. Reina kemudian mengusap kepala Tama dengan lembut. "Jangan nakal di sekolah ya?"
Tama mendatangi Chris. Ia mengambil punggung tangan papanya dan menciumnya. "Anak papa mulai besar ya?" Chris mengusap kepala Tama.
Tama juga melakukannya pada tangan Reina.
"Anak mama mau masuk SD ya?" Reina mencandai sambil tersenyum menahan tawa.
"SD." Mata Tama yang bulat menatap wajah Reina dengan mimik jenaka.
Chris dan Reina tertawa. Mobil Chris yang di kendarai mang Udjo datang masuk ke halaman rumah.
"Ah, Tama. Ayo berangkat." Chris mengingatkan.
Sri menggandeng tangan Tama melangkah keluar. Bertepatan dengan itu, mobil truk Ferdi datang membawa bahan bangunan yang sudah di pesan. Tak lama, Mariko berlari keluar.
"Pemuda itu gesit sekali ya?" Chris berkomentar.
"Bukan gesit. Lebih tepatnya bersemangat."
"Iya." Chris tertawa geli. "Aku membayangkan kalau dia perempuan, pasti lucu sekali ya?"
"Lucu dan menggemaskan?"
"Mmh, iya." Chris tak sadar ia menjawab pertanyaan jebakan Reina.
"Dan cantik?"
"Hah? E ... kamu." Chris mulai menyadari pertanyaan yang di lontarkan Reina tadi. "No, your the prettiest of them all.(Tidak, kamu tercantik dari semua.)"
"Mau meralat kalimatmu tadi?"
"Eh, Reina ... kamu tahu aku tidak begitu." Chris terlihat kesal. Ia mendekatkan tubuhnya pada istrinya yang duduk di sampingnya.
Reina tersenyum. Ia mengalungkan tangannya di leher Chris dari samping sambil berbisik di telinga suaminya. "Aku tahu honey, aku cuma bercanda."
Wajah Chris masih merengut. "Kalau begitu ... teruskan ...."
"Apa?"
"Yang tadi."
Reina menurunkan tangannya. "Gemes deh aku Da, sama hidung betetmu itu." Ia menyentuh hidung Chris.
Chris menangkap tangan Reina dan menciumnya. "Ayo dong honey. Kali ini kamu yang memimpin, tidak apa-apa." Chris menimang-nimang tangan istrinya.
Reina membulatkan matanya hampir tak percaya. Mulutnya terbuka mengiringi rasa heran yang meliputinya. Sepertinya penantian yang sudah di puncak. Chris benar-benar sudah tidak tahan.
"Sebenarnya tanganmu yang gatal atau ...." Reina melihat ke bawah.
"Prioritas yang bawah dulu, tangan sepertinya bisa bertahan sampai besok."
"Benar bisa tidak ke dokter hari ini?"
"Aku janji." Chris mengangkat jari telunjuk dan tengah untuk memberi jaminan. Wajahnya terlihat ceria.
Mereka akhirnya berdiri dan melangkah ke kamar. Bertepatan dengan itu, Mariko masuk.
"Ah, pak Chris."
"Ya?" Chris menoleh.
"Nanti kami mau pamit ke luar sebentar. Mau pinjam motor boleh?"
"Oh, boleh. Reina tolong."
Reina masuk ke dalam kamar dan mengambilkannya untuk Mariko. "Ini."
"Terimakasih Bu."
"Iya, tidak apa-apa."
Reina dan Chris segera masuk ke dalam kamar dan Mariko ke arah taman belakang.
"Kak."
Arya masih memperhatikan kerja tukang. Belum apa-apa lengan bajunya kotor oleh semen. "Apa?" Ia mendekati Mariko melewati tukang yang sedang mengaduk semen dengan paculnya.
"Bajumu kotor ini." Mariko menepuk-nepuk lengan Arya yang terkena debu semen.
"Oh, tidak apa-apa. Semen dan batu batanya sudah di susun di depan?"
"Belum kak."
"Lalu, kenapa kau ke sini?" Tanya Arya heran. Tidak biasanya Mariko tidak mengerjakan tugasnya.
"Itu kak, Ferdi ingin bicara dengan kakak." Suara Mariko sedikit di kecilkan. Ia tidak tahu akan reaksi Arya. Marahkah atau tak perduli.
"Oh, dia." Arya mengangguk-anggukkan kepalanya. "Aku tidak ingin bicara padanya." Jawabnya ketus.
"Kak, dia minta tolong sama aku kak."
Arya menatap Mariko yang terlihat memelas. "Kerjakan tugasmu di depan sana."
Mariko menyentuh tangan Arya.
_______________________________________
Author sangat senang karena noveltoon telah menawarkan membuat audiobooknya Senandung Cinta Jilbab Reina 1 setelah novel itu tamat. Bagi yang ingin mencoba mendengarkan audiobooknya bisa kembali ke novel pertamanya. Salam, Ingflora 💋
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments