Klinik

"Kak."

Ayo, coba. Apa kau bisa merayuku? Arya menunggu.

Sambil masih menggenggam jemari Arya, Mariko mendekati tubuh Arya dan membentur-benturkan wajahnya pada dada bidang Arya pelan, kemudian mendongakkan kepalanya ke atas melihat wajah Arya dengan tatapan sendu. Benar-benar terlihat manja dan sedikit merajuk. Wajahnya seperti melihat kucing memohon sepotong tulang. Terlihat aneh tapi benar-benar ampuh.

Huh, wanita. Punya seribu satu cara untuk menaklukkan pria. Tapi kuakui, aku luluh melihat wajah kucingnya ini. Sangat menawan. Rasanya ingin aku menculiknya dan membawanya ke suatu tempat di mana aku tidak hanya luluh tapi lepas kendali.... Oh stop. Apa yang kupikirkan? Aku belum menghalalkannya bodoh!

Arya mundur, menahan rasa agar tidak semakin jauh membawa fantasi liarnya terbang ke langit ke tujuh.

"Sudah, iya. Aku ke depan." Arya berjalan memimpin di depan. Terlihat konyol, tapi kenapa pria gampang tergoda hal-hal seperti ini ya? Apa karena dia cantik? Heh, tapi itu benar.

Mariko mengekor saja mengikuti Arya melewati ruang makan, ruang tamu hingga keluar rumah. Ia bahkan mengikutinya hingga menemui Ferdi di luar.

"Eh, kamu kenapa ke sini?" Arya melihat Mariko yang mengikutinya hingga keluar pagar.

"Itu." Mariko menunjuk Ferdi.

"Tidak, kau masuk! Lihat pekerjaanmu!" Arya dengan tegas menunjuk pada para pekerja Ferdi yang sedang menimbun semen dan batu bata di taman depan.

"Mmh? Iya." Mariko terpaksa mundur dan melangkah ke arah taman. Ia masih memperhatikan Ferdi dan Arya dari kejauhan sambil mengawasi pekerja.

"Ada apa?" Arya memulai pembicaraan. Ia melipat tangannya di depan dada.

"Eh." Ferdi sedikit ragu memulai, melihat wajah angker Arya. "Kak, jangan galak-galak kak, aku mohon. Aku minta maaf soal kemarin. Aku tidak bermaksud mengajari Ricky hal-hal yang buruk. Tidak. Aku hanya menawari kakak."

Arya terlihat semakin kesal. Ia menghela napas.

Ferdi merasa bodoh. Ia buru-buru meralatnya. "Eh, maaf aku tidak tahu kalau kakak tidak suka. A a aku minta maaf kak. Aku senang kakak bisa main denganku kemarin. Aku sudah lama tidak punya teman yang bisa bantu aku menaikkan level gamesku sampai banyak seperti kemarin. Aku benar-benar ingin main lagi sama kakak, makanya aku tanya kesukaan kakak apa tapi kakak tidak kasih tahu, jadi aku menebak-nebak saja sendiri." Jawaban jujur Ferdi sedikit meluluhkan hati Arya.

"Tapi untuk sekarang ini aku sedang banyak kerjaan." Arya bingung menjawabnya.

"Yaaa ... kakak. Sejam saja malam, masa tidak bisa kak?"

Arya menatap Ferdi dengan pandangan kesal bercampur rasa iba. "Aku tidak tahu."

"Eh, nanti kalau mau main ke rumah beri tahu Ricky ya kak, biar Ricky kasih tahu aku."

"Ya." Arya menjawabnya dengan ketus.

Tak lama, pekerjaan menurunkan barang-barang telah selesai. Ferdi pun pamit dengan membawa mobil truknya pergi.

"Kok dia langsung pergi?" Mariko datang menghampiri.

"Kan pekerjaannya sudah selesai. Kenapa, kamu suka padanya?" Mata Arya penuh selidik.

"Kan biasanya dia pamit padaku?" Mariko menunjuk wajahnya.

"Itu berarti kamu tidak penting lagi baginya."

"Masa?"

"Ck! Kamu banyak bertanya. Sudah waktunya kita ke klinik. Ayo, kita pamit pada pak Chris."

"Sudah."

"Mmh? Tapi kan kita mau pinjam motornya?"

"Sudah." Mariko memperlihatkan kunci motor Chris.

"Oh, bagus kalau begitu." Arya mengambilnya dari tangan Mariko.

Mereka mendatangi garasi dan membukanya. Setelah mengeluarkan motor, kendaraan itu melesat ke klinik yang di tuju.

Klinik pagi itu tidak terlalu ramai. Mereka mendaftar dan menunggu di ruang tunggu.

"Kak, sebenarnya aku bisa datang sendiri kak."

"Mmh? Kau mengusirku?"

"Tidak. Hanya aku merasa, aku sudah ganggu kakak bekerja. Harusnya sekarang kakak kerja dan aku ke sini sendiri."

"Bukankah aku turun terlibat dengan kejadian yang melukaimu itu." Arya menatap ke lantai. Ia sendiri masih rancu dengan keterangannya sendiri tentang keterlibatan dirinya.

"Kan kakak tidak terlibat. Tidak sama sekali. Malahan kakak bantu aku hingga aku bisa berdiri di sini."

Arya menatap Mariko. Alasan ia berada di situ karena ... ingin menemaninya. "Aku hanya ingin pastikan kau benar-benar memeriksakan diri ke klinik. Kau bisa saja kan berbohong sudah padahal belum."

"Aku kan tidak begitu kak."

"Aku tidak percaya."

"Kak."

"Sudah, jangan membantah." Arya melihat ke arah lain.

Mariko mengerucutkan mulutnya.

Suster mulai memanggil nama-nama pasien. Di ruang tunggu yang besar itu terdapat beberapa poli yang mengelilingi mereka. Beberapa poli lain juga telah mulai memanggil pasiennya. Seorang ibu muda yang sedang hamil besar datang bersama pasangannya. Ia duduk tak jauh dari Mariko dan Arya. Sambil berbincang dengan suaminya sesekali ia mengelus perutnya. Sepertinya mereka sedang menanti kelahiran si buah hati.

Arya berdehem. "Kamu, kalau bertemu dengan pria yang kau suka lalu menikah. Apa ... kau ingin punya anak lagi?" Ia kembali menatap Mariko.

"Mmh?" Kenapa ia menanyakan hal-hal aneh seperti ini?

Arya menunggu.

"Apa aku harus menjawabnya?" Mariko masih sedikit bingung.

"Kau tidak ingin punya anak lagi?"

"Mungkin."

"Mungkin apa?"

"Mungkin ingin."

"Kenapa mungkin?"

Mariko menatap Arya.

"Oh, aku hanya ingin tahu apa kamu tidak trauma setelah mendapatkan Tama." Arya mencari alasan tapi ternyata yang keluar malah yang sejujurnya dari hati.

"Oh." Mariko membetulkan duduknya. "Tidak, aku tidak trauma."

"Jadi ... kenapa mungkin?" Arya masih mencecarnya.

"Mmh?" Dia mau apa sih tanya seperti ini? Aku kan risih. "Tergantung pasangannya."

"Tergantung pasangannya? Maksudnya bagaimana?"

"Ibu Mariko. Ibu Mariko Wiraguna." Suster memanggil nama pasien berikutnya.

"Itu pakai namamu?" Mariko heran mendengar nama belakang namanya.

"Ayo, kita sudah di panggil." Arya berdiri dan menarik tangan Mariko.

Mereka masuk ke ruangan praktek dokter.

"Oh, kalian." Dokter itu langsung berdiri. "Ayo, langsung periksa saja."

Mariko di ajak duduk di tempat tidur pasien yang tersedia. Gorden kemudian di tutup. Setelah beberapa lama gorden kembali terbuka. Mariko terlihat sedang mengancingi kancing kemeja terakhirnya.

Dokter itu kembali duduk di kursinya dan menatap Arya. "Sudah mulai membaik ya, tapi tetap untuk seminggu ke depan agar tetap tidak mengangkat yang berat-berat dulu karena lukanya baru menutup."

"O, iya dok."

Mariko duduk di samping Arya.

"Ini saya resepkan obat pereda nyeri dan demam tapi di minumnya saat sakit saja ya." Dokter itu menuliskan resepnya.

"Baik dok."

Dokter itu merobek kertas itu dari buku yang di tulisnya dan menyerahkannya pada Arya. "Jaga baik-baik istrinya pak."

"Oh, iya dok. Terimakasih." Arya segera bangkit.

"Eh, is ...."

Arya segera memotong ucapan Mariko. "Ayo kita keluar." Ia menarik tangan Mariko.

Di luar. "Kak, kenapa dokter itu bilang istri?"

"Oh, itu tidak penting. Apa kamu harus menceritakan seluruh kisah hidupmu pada dokter itu? Kesalahpahaman ini tidak mengganggumu kan?" Arya berjalan ke arah apotik.

"Tapi kak ...." Mariko berjalan sejajar dengan Arya.

"Apa itu mengganggumu? Kalau itu mengganggumu kita bisa balik lagi ke tempat dokter tadi praktek dan menerangkannya."

"Tidak."

"Ya sudah."

Setelah mendapatkan obat merekapun meninggalkan klinik. Saat mengendarai motornya, Arya melewati sebuah toko yang menjajakan aneka topi di depannya. Ia menghentikan motornya di depan toko itu.

"Mmh? Kita mau beli apa?"

Seorang pria berdiri di depan toko itu. Sepertinya ia adalah penjualnya.

"Pak boleh lihat topi yang itu pak?" Arya menunjuk ke sebuah topi yang di letakkan agak ke tengah.

"Yang ini?"

"Iya pak."

Pria itu mengambilkannya untuk Arya dan ia mencobanya.

Arya menatap Mariko. "Bagus tidak?"

"Mmh ...." Mariko menggigit ibu jarinya, kemudian melihat ke arah topi lainnya. "Bagaimana dengan yang itu?"

Di rumah Chris, Reina sedang mengeringkan rambutnya dengan hair dryer di kamarnya. Ia kemudian mematikan pengering rambut itu dan menarik colokannya dari stopkontak. Reina yang baru saja berdiri dari kursi meja riasnya, didatangi Chris yang merengkuh bahunya dari belakang dengan tangan kirinya. Ia mencium pucuk kepala Reina.

"Mmh. Setiap hari kau membuatku semakin nyaman denganmu, apalagi dengan penyatuan kita tadi. Rasanya seperti, tidak ada hari yang sempurna tanpa kehadiranmu. Kau membuat hari-hari sepiku dulu sebagai anak tunggal jadi berwarna. Dengan kehadiranmu, anak-anakmu dan aku berharap, anak-anak kita nanti bisa membuat cinta kita tak terpisahkan Reina. Hanya kamu, pertama dan yang terakhir bagiku."

"Da, tidak boleh begitu. Kita boleh berharap tapi kita tidak akan tahu takdir apa yang sedang menanti kita di depan sana. Yang pasti, takdir Allah yang terbaik."

"Reina, kau jangan menakutiku seakan-akan kita akan berpisah. Aku tidak mau itu terjadi pada kita. Aku tak rela." Chris mengerucutkan mulutnya dan mengeratkan pelukannya. "Apa kau menyukai pria lain selain diriku?"

Reina tersenyum simpul. "Da, aku sehari-hari bersama Uda. Mana mungkin aku punya selingkuhan?"

"Mungkin saat aku tidur?" Chris mencari cela.

Reina tertawa. "Kalau sehari-hari aku bersamamu saja kamu sudah curiga, bagaimana kalau aku punya usaha sendiri. Bisa-bisa kamu akan menyewa dektektif untuk membuntutiku setiap saat."

"Habis kamu bicaranya, seakan-akan kamu ingin pergi jauh."

Reina menengok ke samping ke arah wajah suaminya. Ia kemudian mencubit pipinya dengan mesra. "Tidak mungkin sayangku. Aku tidak mungkin bisa menemukan suami sebaik dan seperhatian seperti kamu lagi di luar sana yang wajahnya seperti ini. Tidak akan. Karena cetakannya sudah tidak ada." Ia menunjuk-nunjuk wajah Chris.

Chris akhirnya tertawa.

"Berharap saja takdir Allah itu selalu berpihak pada kita. Itu yang terbaik."

"Amin."

"Nah, begitu dong. Senyum." Reina mencolek hidung Chris. "Eh, ngomong-ngomong, aku jadi ingat perkataan Bundo soal sunat. Uda sudah di sunat?"

Chris melihat ke bawah tubuhnya. "Belum." Ia menoleh pada Reina. "Bagaimana ini?"

"Kau kan bisa tanya ke rumah sakitmu, mungkin mereka menyediakan layanan untuk itu."

"Benarkah? Aku tidak tahu kalau ada yang seperti itu di rumah sakitku. Besok saja, kalau benar ada di sana. Kan bisa sekalian. Tapi sakitkah?" Wajah Chris seperti bisa merasakan nyerinya.

"Aku tidak tahu, karena perempuan biasanya saat bayi. Tapi katanya ada yang sampai tidak terasa sakit."

"Benarkah?"

Terdengar suara mobil memasuk halaman depan.

"Oh, Tama mungkin."

Reina dan Chris keluar menyambut kedatangan pria kecil itu. Saat hampir mencapai pintu, Tama sudah masuk dan berlari mengejar Reina. Ia mencapai kaki Reina dan minta di gendong. Reina menggendongnya.

"Watashi wa nihonjin." Tama mengucapkan kata-kata itu dengan senang.

"Oh, sudah pintar bahasa Jepang ya?" Reina meledek Tama.

"Tama tadi di kelas punya teman baru dari Jepang, jadi mungkin sama-sama dari Jepang. Eh ... maaf." Sri terlanjur bicara. Yang tadinya menatap Reina kini menatap Chris dengan rasa bersalah.

Duh, kenapa aku ngomong 'sama-sama Jepang' sih? Jadi tersinggung deh, pak Chris. Marah tidak ya? Bodoh, bodoh, bodoh ... Ingin rasanya saat itu Sri membenturkan kepalanya ke dinding.

"Oh, jadi dia belajar bahasa Jepang dari teman?" Chris menatap Sri.

"Bukan pak, temannya baru datang hari ini." Sri menggoyang-goyangkan tangannya.

"Lalu siapa yang mengajarinya bahasa Jepang?"

"Oh, itu Ricky pak. Waktu bapak pergi ke pengadilan, dia ke rumah pak." Akhirnya Sri nekat memberitahu.

"Apa?"

"Oh, dia main ke rumah ya? Mungkin suka bermain dengan Tama ya?" Reina tanpa curiga menatap Tama dengan tersenyum.

Tama merebahkan kepalanya di dada Reina, sepertinya lelah. Sedang Chris kembali mengingat pembicaraannya dahulu dengan Redi.

Di saat bersamaan terdengar suara motor yang memasuki halaman rumahnya. Mariko dan Arya sudah kembali dan masuk ke dalam rumah.

Reina menyerahkan Tama pada Sri yang langsung membawanya ke atas.

"Oh, pak. Ini kuncinya." Arya menyerahkan kunci motor ke tangan Chris. "Terimakasih."

"Ricky kemarin waktu kami ke pengadilan, kamu main ke rumah ya?" Kali ini yang bertanya adalah Reina.

Mata Chris dan Arya tertuju pada Mariko.

"Eh, iya." Mariko bingung kenapa semua orang menatapnya.

"Oh, tidak apa-apa. Tama pasti senang punya teman bermain." Reina masih tersenyum.

"Eh, hanya berkunjung. Kebetulan saya sedang bekerja di restoran." Mariko tertawa dengan kikuk karena ada 2 pasang mata yang memandanginya penuh selidik. Mata Arya dan Chris, dan itu sangat tidak nyaman.

"Well, tidak apa-apa, sih. Kalian sudah kami kenal." Kata-kata Chris meredakan suasana.

"Maaf pak atas ketidak nyamanan ini." Arya meminta maaf.

"Oh, tidak apa-apa."

Karena merasa canggung, Arya segera pamit. Ia menarik Mariko ke taman belakang, sementara Chris dan Reina kembali ke kamar.

Chris mengambil laptop dan membukanya. Saat ia mulai menghidupkannya, pikirannya mulai menerawang ke percakapan dirinya dengan Redi waktu itu.

Orang Jepang itu. Benarkah Arya berteman dengan kakaknya? Kalau tidak, maka ke curigaan Redi beralasan. Untuk apa orang Jepang itu masuk rumahku?

Kata mama waktu itu, wajahnya familiar. Aku juga merasa begitu. Entah di mana aku pernah melihat wajah yang seperti itu.

Tapi apa benar Arya ingin mencurangiku? Rasanya tidak. Tapi seperti ada sesuatu, tapi entah apa. Ada benang merah yang aku tidak bisa lihat. Kalau ... Ricky ingin menculik Tama, harusnya kan dia sudah menculiknya saat itu. Tapi tidak. Hanya berkunjung. Ssssssh ... Chris menepuk-nepuk dahinya dengan telapak tangannya.

"Uda kenapa? Pusing?" Reina yang sedang berbaring di sampingnya melihat Chris menepuk-nepuk dahinya.

"Oh, tidak. Aku sedang memikirkan masalah kantor." Chris mengelak.

"Oh, kalau susah, jangan di pikir dulu Da. Tinggalkan. Nanti juga ketemu jawabannya."

Mmh, kata-kata Reina ada benarnya. Nanti saja, waktu yang akan membuktikan.

Di tempat lain di taman belakang, Arya dan Mariko duduk berdampingan di pisah oleh sebuah meja kecil. Arya meletakan satu tangannya di atas meja sambil bersandar, sedang Mariko duduk sambil menundukkan kepala.

Terpopuler

Comments

graha

graha

btw kan udah berkali2 ena2, masa reina ga tau chris udah sunat atau blm? apa jgn klo main rena merem terus ya??? wkwkwkwk

2021-12-15

2

Sinyo

Sinyo

yah belum sunat😁

2021-07-14

1

lihat semua
Episodes
1 Main
2 Godaan
3 Klinik
4 Bertandang
5 Pengakuan
6 Kejutan
7 Semangka Bicara
8 Kencan Rahasiaku
9 Cinderella
10 Mencoba
11 Demam
12 Penyamaran Ketat
13 Terbongkar
14 Membahas Dengan Mama
15 Marikoku Sayang
16 Suasana Baru
17 Penasaran
18 Jemputan
19 Bar
20 Ragu
21 Saingan 1
22 Saingan 2
23 Cincin
24 Tuan Rumah
25 Tekanan
26 Mengganggu
27 Menemanimu
28 Persiapan Pesta
29 Penemuan
30 Cinta Buta
31 Pertolongan Yang Menyakitkan
32 Foto
33 Mmh
34 Berangkat
35 I Love Trouble 1(saya suka masalah)
36 I Love Trouble 2
37 I Love Trouble 3
38 At The End Of Love (Cinta Hingga Akhir)
39 Beban
40 Nagoya Love Story (Kisah Cinta Di Nagoya)
41 Ai shiteru (Aku Cinta Padamu)
42 Mengenalmu
43 Perkiraan
44 Roda Yang Berputar
45 Mimpi dan Kenangan
46 Piknik Malam
47 Pertemuan
48 Dendam Tercipta
49 Rawat Aku
50 Sarapan
51 Pilihan
52 Tinggal Atau Pergi
53 Arti Keluarga
54 Menetapkan Hati
55 Memulai Dari 0
56 Masih Tentang Aku
57 Perkenalan Keluarga
58 Gangguan
59 Namanya
60 Yang Tersisih 1
61 Yang Tersisih 2
62 Yang Baru
63 Bersantai
64 Keputusan
65 Jogja
66 Di mana Hatimu?
67 Pertemuan Kedua
68 Pilihan
69 Putus
70 Mencoba
71 Jatuh
72 Tugas Berat
73 Menyusuri Waktu
74 Aku Siapa?
75 Layla Atau Reina?
76 Pertengkaran
77 Berbaikan
78 Melihat Tak Melihat
79 Perjalanan
80 Berpasir
81 Pelarian
82 Lolos
83 Motor Ayah
84 Gitar
85 Bantuan
86 Mimpi
87 Pelaku
88 In Action (Beraksi)
89 Jessica Yang Asli
90 Menemukan
91 Menyadarkan
92 Menerima
93 Mengenal
94 Kalimat Itu
95 Bawah Sadar
96 Kabur
97 Jessica Lagi
98 Reina, Bangunlah
99 Reina Kedua
100 Petak Umpet
101 Percayalah Padaku
102 Mencari Tahu
103 Ke Rumah Arya.
104 Pelarian Reina
105 Bermain
106 Cinta Dan Benci
107 Toko Bunga
108 Sibuk
109 Malam Bersamamu
110 Menguak Kenangan
111 Buka
112 Carlos
113 My Love(Cintaku)
114 Pengalaman Baru
115 Anggota Band 1
116 Mangga Pilihan
117 Anggota Band 2
118 Maaf 1
119 Maaf 2
120 Perhatian
121 Fatal
122 Fans
123 Kau
124 Tidak Penting
125 Pilihan
126 Jujur
127 Terbayang
128 Bebal
129 Kembali
130 Aku Mencoba
131 Negosiasi
132 Resah
133 Kau Dan Aku
134 Jangan Aku
135 The Story Of Me (Kisahku)
136 Denganmu
137 Masih Kamu
138 Pertemuan Dan Perpisahan
139 Mencarimu
140 Menemukanmu
141 Aku Di Sini
142 Rumah
143 Perang
144 Babak Baru
145 Me Love Papa Love Mama(Aku Cinta Papa Cinta Mama)
146 Tolong Aku
147 Tantangan George
148 Menolongmu
149 Janjiku 1
150 Janjiku 2
151 Janjiku 3
152 Merawatmu
153 Kehilangan
154 Kesal
155 Kotak Cincin Pertunangan
156 Tuduhan
157 Membingungkan
158 Belanja
159 Menikah
160 Melanggar Janji
161 Pengakuanku
162 Aku Milikmu
163 Hasil Akhir
164 Senandung Cinta Jilbab Reina Season 2
Episodes

Updated 164 Episodes

1
Main
2
Godaan
3
Klinik
4
Bertandang
5
Pengakuan
6
Kejutan
7
Semangka Bicara
8
Kencan Rahasiaku
9
Cinderella
10
Mencoba
11
Demam
12
Penyamaran Ketat
13
Terbongkar
14
Membahas Dengan Mama
15
Marikoku Sayang
16
Suasana Baru
17
Penasaran
18
Jemputan
19
Bar
20
Ragu
21
Saingan 1
22
Saingan 2
23
Cincin
24
Tuan Rumah
25
Tekanan
26
Mengganggu
27
Menemanimu
28
Persiapan Pesta
29
Penemuan
30
Cinta Buta
31
Pertolongan Yang Menyakitkan
32
Foto
33
Mmh
34
Berangkat
35
I Love Trouble 1(saya suka masalah)
36
I Love Trouble 2
37
I Love Trouble 3
38
At The End Of Love (Cinta Hingga Akhir)
39
Beban
40
Nagoya Love Story (Kisah Cinta Di Nagoya)
41
Ai shiteru (Aku Cinta Padamu)
42
Mengenalmu
43
Perkiraan
44
Roda Yang Berputar
45
Mimpi dan Kenangan
46
Piknik Malam
47
Pertemuan
48
Dendam Tercipta
49
Rawat Aku
50
Sarapan
51
Pilihan
52
Tinggal Atau Pergi
53
Arti Keluarga
54
Menetapkan Hati
55
Memulai Dari 0
56
Masih Tentang Aku
57
Perkenalan Keluarga
58
Gangguan
59
Namanya
60
Yang Tersisih 1
61
Yang Tersisih 2
62
Yang Baru
63
Bersantai
64
Keputusan
65
Jogja
66
Di mana Hatimu?
67
Pertemuan Kedua
68
Pilihan
69
Putus
70
Mencoba
71
Jatuh
72
Tugas Berat
73
Menyusuri Waktu
74
Aku Siapa?
75
Layla Atau Reina?
76
Pertengkaran
77
Berbaikan
78
Melihat Tak Melihat
79
Perjalanan
80
Berpasir
81
Pelarian
82
Lolos
83
Motor Ayah
84
Gitar
85
Bantuan
86
Mimpi
87
Pelaku
88
In Action (Beraksi)
89
Jessica Yang Asli
90
Menemukan
91
Menyadarkan
92
Menerima
93
Mengenal
94
Kalimat Itu
95
Bawah Sadar
96
Kabur
97
Jessica Lagi
98
Reina, Bangunlah
99
Reina Kedua
100
Petak Umpet
101
Percayalah Padaku
102
Mencari Tahu
103
Ke Rumah Arya.
104
Pelarian Reina
105
Bermain
106
Cinta Dan Benci
107
Toko Bunga
108
Sibuk
109
Malam Bersamamu
110
Menguak Kenangan
111
Buka
112
Carlos
113
My Love(Cintaku)
114
Pengalaman Baru
115
Anggota Band 1
116
Mangga Pilihan
117
Anggota Band 2
118
Maaf 1
119
Maaf 2
120
Perhatian
121
Fatal
122
Fans
123
Kau
124
Tidak Penting
125
Pilihan
126
Jujur
127
Terbayang
128
Bebal
129
Kembali
130
Aku Mencoba
131
Negosiasi
132
Resah
133
Kau Dan Aku
134
Jangan Aku
135
The Story Of Me (Kisahku)
136
Denganmu
137
Masih Kamu
138
Pertemuan Dan Perpisahan
139
Mencarimu
140
Menemukanmu
141
Aku Di Sini
142
Rumah
143
Perang
144
Babak Baru
145
Me Love Papa Love Mama(Aku Cinta Papa Cinta Mama)
146
Tolong Aku
147
Tantangan George
148
Menolongmu
149
Janjiku 1
150
Janjiku 2
151
Janjiku 3
152
Merawatmu
153
Kehilangan
154
Kesal
155
Kotak Cincin Pertunangan
156
Tuduhan
157
Membingungkan
158
Belanja
159
Menikah
160
Melanggar Janji
161
Pengakuanku
162
Aku Milikmu
163
Hasil Akhir
164
Senandung Cinta Jilbab Reina Season 2

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!