Akhirnya identitasku terkuak kalau aku adalah cucu dari seorang pria tua bernama Ramadhan Kamal. Aku mewarisi semua kekayaannya hingga memiliki tambang emas yang tidak akan habis aku gunakan seumur hidupku.
Aku kini sedang berada di area berkuda.
Ku lihat kakek sangat lihai menunggang kuda. Meski umurnya tak muda lagi, tapi semangat mudanya sungguh luar biasa.
“Samsul, sekarang giliran kamu. Naiklah!” pinta kakek padaku. Awalnya aku ragu, tapi aku yakinkan diriku kalau aku bisa.
Seorang pengawal yang sejak tadi menuntun kuda kini ia memberikan kuda itu padaku dan memintaku untuk naik.
“Alamak, bagaimana bisa aku naik kuda, naik pohon saja selalu jatuh, apalagi naik kuda, bisa jungkir balik aku dibuatnya.” gumamku dalam hati seraya berjalan mendekati kuda hitam yang terlihat garang itu.
“Samsul takut Kek,” ujarku kikuk, sepertinya itu alasan logis yang dapat ku lontarkan.
“Pengawal, bantu dia!” perintah kakek. Pengawal yang kakek suruh itu segera memegangi tali kekang kuda dan membantuku naik.
Awalnya ngeri juga. Aku teringat lagi dengan istri cantikku. Rasanya ingin sekali berkuda berdua dengannya. Akhh, lamunanku padanya membuat luka di hatiku terbuka. Kenapa aku sulit sekali untuk melupakan Erlin?
Kuda yang aku tunggangi berjalan pelan. Perlahan juga aku bisa mengendalikan tali kekang. Pengawal juga masih setia menemani aku.
“Samsul, mari kita berpacu kuda!” ajak kakek. Aku tak bisa menolak.
“Tapi Kek, aku belum mahir benar.” ujarku berharap kakek mengurungkan ajakannya.
“Kamu akan terbiasa, ayo kejar aku!” kakek lebih dulu memacu kudanya. Dan dengan cepat kudanya berlari.
“Bismillah, ayo jalan!” ku gerakkan kakiku menepuknya, dan kuda ku pun lari menyusul kakek.
Jantungku tak karuan berdetak. Aliran darahku semakin cepat.
“Bagaimana ini, kuda ini cepat sekali lari nya?” ujarku ngeri, aku hampir terjatuh, ku pegang erat tali kekangnya.
Aku tak mampu lagi menyusul kakek. Meski memakai peralatan yang aman, jujur aku masih sangat takut.
Setelah beberapa menit kemudian, aku lepas kendali dan jatuh.
“Awwww ...!” teriakku histeris.
Pantat aku terasa terbakar, lututku juga sama saat aku mendarat paksa si atas padang rumput.
Kakek yang melihatku terjatuh segera berbalik dan menyusulku. Kakek Rama turun dari kudanya dan mengarahkan pengawal untuk mengangkat tubuhku dengan tandu yang sengaja sudah dipersiapkan. Aku dibawa ke sebuah klinik.
“Kamu masih merasa sakit, atau aku perlu membawa kamu ke rumah sakit?” tawar kakek.
“Tidak Kek, tidak perlu, aku akan baik – baik saja. Hanya kakiku yang masih sakit.” ujarku sembari meringis menahan sakit.
Kakek mengamati seorang petugas medis yang telaten membebat lukaku.
“Apa lukanya cukup serius?” tanya kakek pada petugas medis.
“Tidak, dia hanya perlu istirahat dua atau tiga hari, jalannya akan sedikit pincang,” ujar petugas medis.
“Samsul, maafkan kakek yang memaksa kamu untuk berkuda.” ucap kakek Rama menyesal.
“Ini bukan salah Kakek, Kakek tidak perlu repot - repot meminta maaf padaku. Lain kali aku akan belajar berkuda, agar suatu saat nanti bisa mengalahkan Kakek,” ujarku seraya tersenyum untuk menghapus wajah kakek yang terlihat sedih.
“Jika besok keadaan kamu belum membaik, aku akan membawamu ke rumah sakit.” kakek Rama ngotot ingin mengajak berobat ke rumah sakit.
“Sudahlah Kek, dokter mana pun juga akan mengatakan hal yang sama pada Kakek. Aku akan sembuh dua atau tiga hari lagi,” ujarku sedikit memberontak padanya.
Kakek luluh juga dan seketika itu beliau mengajakku pulang, tak jadi berkuda. Ya itu lebih baik bagiku, karena aku benar – benar lelah saat ini. Aku ingin segera pulang dan tidur di kasurku yang empuk.
Sesampainya di rumah, aku dipapah pengawal untuk sampai ke kamar. Segera berbaring dan merilekskan tubuh ini.?
Menjelang malam pun tiba, saatnya makan malam, perutku sudah sangat lapar. Aku berusaha untuk berjalan, namun rasa sakit masih terasa. Aku tak ingin melewatkan makan malam bersama kakek di bawah sana.Tinggal bersama kakek Rama membuatku seperti seseorang yang amat rakus dengan makanan.
“Samsul, kamu mau kemana?” kakek lebih dulu membuka pintu saat aku berusaha menggapai handel pintu.
“Samsul mau turun ke bawah,” sahutku datar.
“Tidak perlu, pelayan sudah datang membawakan kamu makanan!” larang kakek, terlihat dua orang pelayan membawakan baki yang berisi penuh dengan piring – piring.
“Alamak, banyak banget makanannya, bisa – bisa aku cepat gendut tinggal di sini.” batinku tak bisa menolak. Makanan yang menggoda itu seperti menari -nari di atas kepalaku.
“Baiklah, aku makan di kamar saja, padahal aku ingin bergabung bersama Kakek,” ujarku dengan cemberut.
Kakek terkekeh, “Ya nanti, setelah kaki kamu sudah pulih sungguhan.” ujarnya menghiburku. Kemudian kakek pergi sebelumnya berpesan padaku agar aku tak lupa untuk minum obat. Dua pelayan setelah meletakkan baki pun ikut mengikuti bayangan kakek.
Aku segera melahap semua makanan yang tersaji di atas meja.
“Alhamdulillah,” aku mengusap perutku bak ibu hamil 5 bulan ini.
Sangking kenyang nya akhirnya aku tertidur. Sebelumnya aku minum obat dulu.
Tiga hari kemudian, kakiku sudah sembuh total.
“Cucuku, kamu satu – satunya pewaris yang aku punya, semua hartaku ini akan menjadi milikmu.” ujar kakek Rama.
Aku tak percaya dengan kehidupan aku yang sekarang. Padahal aku berniat hanya tinggal beberapa hari di sini sampai aku menemukan pekerjaan yang layak.
“Kakek, izinkan aku mengubah namaku menjadi Samuel!” ujarku saat menemui kakek di ruang keluarga.
“Itu terserah kamu, kamu memiliki kebebasan untuk menjadikan seperti apa dirimu.” terang kakek yang tak keberatan dengan ucapanku.
“Kemarilah!” kakek meminta aku untuk mendekat.
“Ini untukmu,” kakek mengeluarkan kotak persegi panjang dari laci.
“Apa ini Kek?” tanyaku seraya menerima.
“Buka saja!” perintahnya. Aku segera membuka bingkisan itu.
“Alamak, ini ponsel!” gumamku tak percaya.
“Ponsel Kek?” aku memastikan kalau ini untukku.
“Ya, gunakanlah!”
“Terima kasih Kek, lalu untuk siapa kotak yang ada di samping Kakek itu?” aku menunjuk pada kotak persegi yang ukurannya agak besar dari yang baru saja aku buka.
“Ini juga untuk kamu, “ kakek menyodorkan benda itu padaku.
“Apa ini Kek?” aku segera membuka bingkisan yang kedua.
“Laptop!” seruku.
“Kamu bisa menggunakan ini juga. Sebentar lagi semua bisnis yang aku jalani akan berpindah padamu.”
“Aku tak bisa mengoperasikan benda ini.” sahutku jujur, memang demikian adanya, sejak SMA dulu di desaku belajar hanya menggunakan buku tulis.
“Itu mudah, aku akan mengajarkan kamu.” Kakek berdiri menuju lemari yang tak jauh darinya. Membuka lemari dan mengambil setumpuk kertas.
Kakek Rama menyodorkan setumpuk kertas itu dan memintaku untuk membacanya.
“Apa kamu mengerti?” tanya beliau setelah aku selesai membaca.
“Em, tidak Kek,” sahutku jujur.
“Ini adalah berkas yang akan menuntun kamu. Kamu akan melanjutkan bisnis kakek. Mengelola tambang emas di Batam dan beberapa perusahaan.”
“Tapi aku hanya lulusan SMA, mana cocok berbisnis seperti yang Kakek katakan,” elakku, karena aku pikir kakek keliru dalam memilih pewaris.
“Semua di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin, hanya dengan mengandalkan rupiah saja bisa mudah kamu dapatkan.”
Setelah berkata demikian, kakek mengajakku pergi ke Batam yang terletak di kepulauan Riau. Di sana aku diajarkan cara berbisnis. Dan dengan mudah aku menerima pelajaran dari kakek yang sangat berguna ini.
Tak hanya ponsel, laptop yang aku kuasai sekarang, berdagang yang sudah aku tekuni sejak dulu adalah kunci utama aku bisa belajar memaknai kata berbisnis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
范妮·廉姆
mantap jiwa kalau ak punya suami gn wmwnw
2024-05-02
0
Tarfin Alfa Rizky
Thor gimana dgn emaknya
2022-07-14
0
Nyoman dkesuma
ini Samsul yang lupa ama kulit nya... atau thor yang lupa ama awal cetita nya ya....
2022-06-21
0