Suami Bulukku Mendadak Tajir

Suami Bulukku Mendadak Tajir

Diusir dari Rumah Istri

Perkenalkan, namaku Samsul Ramadhan, berusia 27 tahun. Aku memiliki istri bernama Erlin William dan pernikahan kami baru setahun. Dia sangat cantik rupawan, seksi dan pandai sekali berkuda.

Namun, aku sangat membenci sifatnya yang angkuh dan egois. Dia tak pernah menganggap aku sebagai suaminya.

Dulu sebelum aku dan Erlin menikah, aku tinggal di sebuah desa yang cukup jauh. Di sana aku dan Erlin bertemu. Saat kami bertabrakan tak sengaja ia menjatuhkan sebuah cincin berlian. Hingga suatu waktu dia mengucapkan sumpah akan menikahi siapapun pria itu yang berhasil menemukan cincinnya.

Pak Wito, pamannya Erlin mendatangi rumahku malam - malam, meminta ku agar menikah dengan Erlin. Erlin kerap kali ditemui berbagai jenis ular, lantaran dia belum menepati janji sumpahnya. Ya, itu sebuah kepercayaan lama yang berada di desa ku, jika seseorang belum melunasi janji atau sumpahnya maka ia akan kerap kali ditemui ular. Dan yang menemukan cincinnya pada waktu itu adalah aku.

Pernikahan aku dan dia akhirnya berlangsung, meski aku tak memiliki apa - apa hanya sepasang jepit rambut yang ku berikan sebagai maharnya.

Emakku merelakan aku pergi mengikuti istriku ke kota. Berat rasanya meninggalkan beliau seorang diri di sana.

.

Di kota tempat aku tinggal ini sangat megah nan mewah bangunannya.

Perlahan aku menenteng tas ransel dan mengekor Erlin memasuki rumah. Mataku berkeliling mengamati ornamen dan dekorasi rumah. Sungguh silau aku menatapnya. Bangunan bak istana itu baru pertama kali ini aku melihatnya.

Langkahku terhenti saat istri cantikku membalikkan badan.

"Berhenti di situ!" ujarnya membuat aku tersentak. Aku langsung diam mematung.

Seorang wanita paruh baya terlihat turun dari tangga menuju arahku. Erlin sendiri langsung menghambur ke arahnya.

" Mami!" serunya seraya mengeratkan pelukannya.

"Erlin, mami tak habis pikir dengan cara kerja otakmu. Bisa - bisanya kamu menikah dengan si buluk itu!" ujar maminya seraya menunjuk ke arahku.

Nyaliku menjadi ciut, "Sabar," batinku menasihati.

"Aku tak sudi menerima kamu sebagai menantuku. Sudah kulitnya buluk, kurus, tompelan pula!" hardik mami. Aku mengusap lembut tompel yang ada di dagu sebelah kanan dengan ibu jariku, ku masukkan saja hinaan mami di telinga kiri dan aku keluarkan begitu saja di telinga kanan.

"Aku terlanjur bersumpah dan aku tak mau ketemu dengan ular lagi. Tapi tenang saja, aku juga tak kan membiarkan tubuhku disentuh olehnya." ujar Erlin yang berhasil menampar hatiku dengan cukup keras.

Papi yang lebih dulu pulang setelah acara ijab kabul waktu itu, hanya menatapku penuh jijik.

"Heh, " aku mendesah kesal.

Aku masih diam seribu bahasa. Untuk menghilangkan rasa sakit di hatiku, aku memeluk erat tas yang sejak tadi aku bawa.

Erlin berjalan ke arahku.

"Aku tak mau satu kamar denganmu. Ingat status pernikahan kita hanya di atas kertas tidak lebih. Jadi, kamu jangan mimpi untuk bisa menyentuhku!" ujarnya berbisik namun penuh penekanan.

Erlin menunjukkan kamar untukku.

"Aku akan tidur di sini?" tanyaku saat memandang isi ruangan yang kosong tanpa perabot apa pun. Hanya beberapa tumpukan kardus bekas.

"Jangan melonjak, di rumah ini tak ada pembantu, semuanya sudah pergi, sebagai imbalan uang sewa, kamu yang akan menggantikan pekerjaan mereka!"

"Dan kamar ini sangat cocok untuk kamu." Erlin berkacak pinggang seraya berlalu meninggalkan aku yang masih melongo.

Aku perlahan memasuki kamar itu, "Biarlah aku tinggal di sini, sepertinya kardus - kardus bekas ini bisa aku gunakan untuk alas tidur".

Malam pun tiba, perutku sangat lapar. Aku hendak mencari Erlin.

Terdengar gelak tawa yang riuh, aku segera menghampiri sumber suara.

"Hei, kamu, siapa yang menyuruh kamu berdiri di situ! Cepat bereskan meja makan ini!" ujar mami seraya beranjak dari kursi. Nampaknya beliau baru saja selesai makan malam.

"Di mana Erlin?" tanyaku sopan saat aku tak menjumpai dia di ruang makan. Hanya kedua mertuaku dan seorang wanita cantik yang usianya tak jauh beda dari Erlin.

"Berani sekali kamu memanggil putriku dengan namanya, panggil dia dengan no-na!" gertak papi padaku membuat aku menunduk.

"Siapa dia, Mami?" gadis itu menunjuk ke arahku.

"Dia pembantu baru di rumah ini." ujar mami yang perkataannya masih bisa aku mentolerir.

Gadis itu hanya melempar senyum ke arahku. Aku membalasnya dengan sedikit kikuk.

Aku berjalan mendekati meja makan dan merapikan semuanya. Terdapat sisa makanan yang sangat menggodaku.

"Eliana, ayo pergi!" ajak mami pada gadis itu, ternyata dia adalah adiknya Erlin. Eliana segera meneguk air sampai tak tersisa, terlihat anggun. Barulah dia mengikuti mami. Papi pun juga beranjak. Tinggallah aku yang masih menatap sisa makanan di meja.

"Kamu belum makan?" suara yang tak asing bagiku mengagetkan aku dari belakang tubuhku. Segera aku membalikkan badan.

"Erlin, em, maksudku No - na," ucapku sedikit ragu. Erlin hanya mengerutkan dahi. Dia tak ambil pusing dengan sebutan yang baru saja terlontar dari bibirku.

"Nih," Erlin menyodorkan sesuatu, sepertinya sebungkus makanan. Aku menerimanya dengan senang, perutku semakin melilit. Tapi saat menatap wajah Erlin aku sudah tak merasa lapar lagi. Entah mengapa hatiku mendadak berdesir.

"Mulai besok, kamu sudah bisa melakukan pekerjaan rumah tangga," ujarnya seraya menyerahkan selembar kertas. Setelah aku baca, alamak ... ternyata daftar kegiatanku selama aku tinggal di rumah istriku. Erlin menuntun akan menuju dapur, memperlihatkan kulkas beserta isinya. Menunjukkan cara menggunakan mesin cuci juga.

Tak apalah, suatu hari aku pasti bisa membuat dia menyukai aku dengan ketulusan hatinya. Hanya butuh pengorbanan saja untuk saat ini.

Keesokan paginya, saat semua orang belum bangun, aku sudah terlebih dahulu mengepel seluruh lantai. Dengan begitu aku tahu seluk beluk ruangan di rumah, kecuali lantai atas, kamar mertua, Erlin dan Eliana.

Selesai mengepel aku memasak, pekerjaan ini begitu mudah kujalani, aku sudah terbiasa melakukan ini, emak ku yang ada di desa yang mengajarkan ini semua. Terlihat beberapa bahan di dalam kulkas. Hanya butuh waktu satu jam aku menyelesaian urusan dapur. Setelah itu aku mencuci baju.

"Apaan ini!" terdengar pekikan papi saat aku berada di dapur. Bergegas aku mengintip di belakang koridor.

"Dasar tompelan, masak menu ndeso, bisa sakit perut aku!" gerutu mami memperjelas kekesalannya pada masakan yang aku hidangkan.

"Cih, menjijikkan!" decak Erlin membuat sakit hatiku. Tapi sebisa mungkin aku menepis rasa sakit itu. Biar pun demikian, aku yakin ada sisi baik di hati Erlin.

"Enak kok!" Eliana menimpali, seraya mengunyah tumis kangkung buatanku. Aku mengulum senyum, ternyata Eliana baik juga ya tak seperti kedua orang tuanya yang tak menghargai orang lain.

"Syukurlah, masih ada yang menyukai masakanku," batinku menghibur.

"Kuli ...!" teriak Erlin, pasti yang dimaksud itu aku, aku mempercepat langkahku menghampiri mejanya.

"Iya Non," sahutku seraya mengelap kedua tanganku yang masih basah pada lengan baju.

"Kamu bikin selera makan aku hilang. Aku tak suka makanan ini." ujarnya seraya meletakkan sendok dengan kasar.

"Maaf Non, kalau boleh tahu apa ya makanan kesukaan Nona?" tanyaku berharap bisa membuatkan menu kesukaannya.

"Spaghetti, xxx ..." dan masih banyak yang lainnya, aku tak mengerti satu pun jenis makanan itu. Aku menggaruk kepalaku yang tak gatal.

"Maaf Non, saya tak mengerti," sahutku seraya mencoba menghafal menu tadi, siapa tahu aku bisa belajar membuatnya.

"Sudahlah Kak, lagi pula menu lain juga ada, nih," Eliana menunjuk piring satunya yang berisi sambal terong.

"Apa lagi ini ...!" pekiknya seraya memukul meja dengan telapak tangannya. Dia terlihat kesal. Erlin pergi begitu saja tanpa menyentuh satu pun makanan buatanku. Begitu pula papi dan mami juga pergi, tinggallah Eliana yang sedang menikmati masakanku.

"Masakan kamu enak," ujarnya menghiburku, aku hanya mengangguk seraya tersenyum padanya.

Saat aku akan pergi, dia berkata sesuatu.

"Nama kamu siapa?" tanyanya.

"Samsul," sahutku setelah membalikkan badan menatapnya.

"Aku Eliana, salam kenal," sambungnya lagi, aku hanya mengangguk.

Sudah hampir satu bulan aku sibuk mengurus pekerjaan rumah, dan aku juga sudah bisa membuat makanan kesukaan orang - orang, tentu dengan bantuan Eliana.

Aku membuka dompet dan merogoh setiap saku celana dan bajuku, tak satu peser pun uang yang aku temukan di sana. Aku sangat lapar, aku ingin makan nasi jagung kesukaanku. Terkadang saat akan makan, ada saja perintah mami dan papi yang membuat aku menunda makan. Saat malam tiba, aku baru bisa menyendok sesuap nasi, dengan cepat satu porsi nasi goreng berpindah ke perutku. Rasa lelah dan kenyang membuat aku tertidur.

Erlin sendiri tak begitu peduli padaku. Malu juga jika aku meminta uang padanya.

Saat keesokan harinya di sore hari, dia tengah duduk bersantai di teras depan sambil memainkan ponselnya, aku memberanikan diri menghampirinya.

"Non, bisa kita bicara sebentar?"

"Aku sibuk!" sahutnya acuh tanpa melihat ke arahku.

"Sebentar kok Non, 5 menit," ujarku menyakinkan. Dia hanya terdiam, ku anggap saja dia mendengarkan aku.

"Aku ingin bekerja, aku tidak punya uang." tuturku.

Baru dia melihat ke arahku, "Bekerja? Ini kota, mana ada perusahaan yang menerima karyawan buluk seperti mu, jangan mimpi, dasar kuli!"

"Kalau belum dicoba, kita tak kan tahu rejeki orang." tuturku membuat dia berpikir.

"Jika kamu bekerja, siapa yang akan mengurus rumah?"

"Itu gampang Non, aku akan menyelesaikan semua pekerjaan rumah sebelum berangkat bekerja,"

Erlin hanya diam, aku anggap jawaban dia adalah boleh. Aku segera meninggalkan dia yang masih mengabaikanku.

Keesokan paginya, semua pekerjaan telah selesai aku kerjakan. Aku kenakan kaos oblong dan celana panjang serta topi.

Saat berpapasan di ambang pintu rumah, Erlin menatapku intens.

"Mau kemana?" tanyanya, baru kali pertama dia bertanya mengenai diriku.

"Mau kerja," sahutku datar.

Sebelum aku pergi untuk pertama kalinya juga keluar rumah, aku menyodorkan punggung tanganku padanya.

"Apaan ...." ujarnya seraya mengernyitkan dahi.

"Sebelum suami pergi bekerja, alangkah indahnya jika seorang istri mencium punggung tangan suaminya."

"Idih, amit - amit, mending aku cium tembok dari pada cium tangan yang buluk itu!" ujarnya membuat aku menurunkan tangan. Erlin segera masuk kedalam setelah pergi joging.

Aku pergi dengan sedikit luka di hati, aku pikir jika membiarkan saja luka di hati ini akan hilang, nyatanya semakin hari semakin sakit.

Kini aku bekerja sebagai penjual kerupuk uyel lagi, salah satu pekerjaan yang pernah aku geluti di desa. Untungnya, pak Wito memiliki cabang di kota, jadi aku lebih mudah untuk menjajakan kerupuk karena sudah terbiasa.

Setiap hari aku berkeliling di pinggir kota untuk berjualan. Saat merasa lelah, aku menghentikan motor yang sengaja diberikan pabrik kerupuk untuk mempermudah pekerjaanku. Aku meneguk air mineral yang sudah aku bawa dari rumah untuk menghemat pengeluaranku.

Tatapanku jatuh pada sosok wanita yang tak jauh dari tempat aku beristirahat.

"Erlin," gumamku pelan, aku yakin wanita itu adalah istriku.

"Siapa laki - laki yang bersamanya itu?" hatiku semakin sakit, aku kecewa, aku gagal menjadi seorang suami. Apa karena hidupku yang miskin ini, dia tega menyakiti perasaanku bermesraan dengan pria lain.

Aku menitikkan air mata bersamaan peluh yang semakin deras mengucur, terik matahari menambah rasa panas di hati.

"Erlin, jika aku kaya, apa kamu akan kembali padaku?" tanyaku pada diriku sendiri.

Aku segera bangkit dan melanjutkan bekerja lagi, mungkin dengan begini bisa mengurangi ingatanku tentang mereka berdua.

Setelah sampai di rumah, aku segera mandi dan menemui Erlin untuk menanyakan siapa pria yang siang tadi ia temui.

Aku mengetuk pintu kamarnya.

Dia segera keluar dengan mengenakan baju yang seksi. Sudah sepatutnya aku menikmati tubuh itu.

"Apa?" tanyanya ketus.

"Siapa pria tadi?" tanyaku menginterogasi. Dia sedikit pucat setelah mendengar pertanyaan dariku.

"Itu bukan urusanmu,"

"Kami hanya berteman," sambungnya lagi setelah aku diam cukup lama menatapnya.

"Jika aku kaya nanti, apa kamu baru bisa menerimaku sebagai suami kamu?" tanyaku.

"Kaya? Kaya monyet maksudmu, udah jangan sombong deh, baru bekerja beberapa hari saja lagaknya seperti orang sukses saja. Ingat, Kuli, pernikahan kita hanya di atas kertas. Jadi, stop untuk mengurusi hidup aku, atau lebih baik kita bercerai saja, hah!" pernyataannya membuat aku tersentak.

"Bercerai dilarang oleh agama, seharusnya kita menjalani hubungan rumah tangga yang harmonis dan ..." aku mengeratkan gigi.

"Harmonis dari Hongkong," ujarnya menyela kalimatku.

"Buluk, berani sekali kamu mendatangi kamar putri ku!" bentak papi membuatku menunduk.

"Sana pergi!" usirnya, aku langsung bergegas menuruni tangga.

Keesokan harinya, setelah melakukan pekerjaan rumah tangga, aku bersiap berangkat kerja.

Mami menuruni tangga sembari berteriak histeris.

"Perhiasan mami hilang!" pekiknya seraya terisak.

"Siapa yang mencuri perhiasan Mami?" tanya papi yang baru datang.

"Pasti Kuli, Pi, dia kan lagi butuh uang!" Erlin menunjuk ke arahku.

Dengan segera papi menuju kamarku tanpa meminta izin dariku lebih dulu.

Semua orang mengikuti papi termasuk aku juga.

Aku membulatkan mata tak percaya, kotak merah yang berisi perhiasan mewah ditemukan tergeletak di bawah kardus.

Mami sangat marah, dan seketika itu juga aku diusir dari rumah. Aku membantah tuduhan itu. Tapi tak satu pun yang mempercayainya. Aku pergi dari rumah tanpa membawa barang apa pun.

Jangan lupa mampir ke karya author terbaru, yang berjudul, Buih Jadi Permadani. Jangan lupa beri like, vote, hadiah dan komentarnya.

Terima kasih 😘😘😘😘😘

Terpopuler

Comments

Asmarali

Asmarali

tega nya memfitnah suami sah

2023-03-19

0

𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓

𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓

Kak, karya kakka semua bagus banget....
sampai bs audio books

2023-02-24

0

Anonymous

Anonymous

baru sampe

2022-07-06

0

lihat semua
Episodes
1 Diusir dari Rumah Istri
2 Bertemu Kakek
3 Aku adalah Cucu Kakek
4 Melanjutkan Bisnis
5 Operasi Wajah.
6 Aku tak Salah Lihat
7 Aku Berlomba dengan Istriku
8 Bertemu Adik Ipar
9 Panggil Saja Aku Sam
10 Berdansa
11 Siapa yang Salah ?
12 Mengejar Alphard Abu - Abu
13 Erlin Pov
14 Hampir Ketahuan
15 Kehancuran Keluarga William
16 Seperti Mimpi Saja
17 Tinggal Serumah
18 Seperti Aku Dulu
19 Bertanding dengan Si Otak Udang
20 Menagih Hutang
21 Kencan dengan Dua Wanita Sekaligus
22 Kemana Semua Orang?
23 Aku Hampir Menangis
24 Sekedar Ingin Tahu
25 Kado Untuk Eliana
26 Erlin Pingsan
27 Erlin Pov : Aku Sudah Tahu
28 Perhatian Khusus
29 Aku Bukan Bayi Lagi
30 Samsul, Selamat Ulang Tahun!
31 Cemburu
32 Kecemburuan Eliana
33 Eliana Pov
34 Terbongkarnya Sebuah Rahasia
35 Pernikahan Sakral
36 Ke Desa
37 Si Kecil yang Usil
38 Anak Asuh
39 Galau
40 Lima Centi
41 Dibikin Happy Aja!
42 Pergi ke Luar Negeri
43 Menolak untuk Operasi Wajah
44 Erlin Pov : Mengerjai Pelakor
45 Pembohong Besar
46 Emely Bangkrut
47 Ngebut Bikin Adik
48 Salah Paham
49 Maafkan Aku
50 Tak Bisa Hamil Lagi
51 Panggil Aku, Papa!
52 Keluarga Baru
53 Berakhirnya Masa Lajang
54 Kepulangan Eliana
55 Eliana Menginap di Rumah Kakek
56 Erlin Pov : Salahkah Aku?
57 Ketakutan Ku
58 Nasehat Kakek
59 Pov Eliana : Aku Masih Ada Rasa
60 Hamil
61 Aku Harus Bagaimana?
62 Menikah Karena Terpaksa
63 Aku Egois
64 Rumah Tangga Seperti Apa Ini?
65 Akhirnya Dia yang Mengalah
Episodes

Updated 65 Episodes

1
Diusir dari Rumah Istri
2
Bertemu Kakek
3
Aku adalah Cucu Kakek
4
Melanjutkan Bisnis
5
Operasi Wajah.
6
Aku tak Salah Lihat
7
Aku Berlomba dengan Istriku
8
Bertemu Adik Ipar
9
Panggil Saja Aku Sam
10
Berdansa
11
Siapa yang Salah ?
12
Mengejar Alphard Abu - Abu
13
Erlin Pov
14
Hampir Ketahuan
15
Kehancuran Keluarga William
16
Seperti Mimpi Saja
17
Tinggal Serumah
18
Seperti Aku Dulu
19
Bertanding dengan Si Otak Udang
20
Menagih Hutang
21
Kencan dengan Dua Wanita Sekaligus
22
Kemana Semua Orang?
23
Aku Hampir Menangis
24
Sekedar Ingin Tahu
25
Kado Untuk Eliana
26
Erlin Pingsan
27
Erlin Pov : Aku Sudah Tahu
28
Perhatian Khusus
29
Aku Bukan Bayi Lagi
30
Samsul, Selamat Ulang Tahun!
31
Cemburu
32
Kecemburuan Eliana
33
Eliana Pov
34
Terbongkarnya Sebuah Rahasia
35
Pernikahan Sakral
36
Ke Desa
37
Si Kecil yang Usil
38
Anak Asuh
39
Galau
40
Lima Centi
41
Dibikin Happy Aja!
42
Pergi ke Luar Negeri
43
Menolak untuk Operasi Wajah
44
Erlin Pov : Mengerjai Pelakor
45
Pembohong Besar
46
Emely Bangkrut
47
Ngebut Bikin Adik
48
Salah Paham
49
Maafkan Aku
50
Tak Bisa Hamil Lagi
51
Panggil Aku, Papa!
52
Keluarga Baru
53
Berakhirnya Masa Lajang
54
Kepulangan Eliana
55
Eliana Menginap di Rumah Kakek
56
Erlin Pov : Salahkah Aku?
57
Ketakutan Ku
58
Nasehat Kakek
59
Pov Eliana : Aku Masih Ada Rasa
60
Hamil
61
Aku Harus Bagaimana?
62
Menikah Karena Terpaksa
63
Aku Egois
64
Rumah Tangga Seperti Apa Ini?
65
Akhirnya Dia yang Mengalah

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!