Empat

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman,

أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى

“Aku sesuai dengan persangkaan hamba pada-Ku.” (Muttafaqun ‘alaih).

Hadits ini mengajarkan bagaimana seorang muslim harus huznuzhon pada Allah dan memiliki sikap roja‘ (harap) pada-Nya.

---

Suasana koridor tampak ramai karena banyak mahasiswa yang baru saja keluar dari kelas. Mahya menghela napas pasrah, dia yakin sekali bahwa hari ini tidak akan menemukan dosen pembimbing skripsinya. Mahya menoleh ke arah jarum jam, dia teringat sesuatu lalu dia segera merapikan tas yang dia bawa dan berlari menuju ke arah pintu keluar. Dia harus segera pulang karena waktu Dzuhur hampir tiba.

Mahya berlari ke halte saat melihat bus yang akan dia tumpangi terlihat di ujung jalan. Dia ingin segera pulang dan merencanakan banyak hal untuk kesuksesan skripsinya. Ah, sungguh benar kata senior dulu. Kuliah itu memang mudah, kita tinggal datang, duduk, mendengarkan penjelasan, mengerjakan tugas dan pulang. Tetapi ada satu hal yang paling sulit saat kita kuliah, skripsi. Bukan sekedar mengerjakan skripsi yang sulit tetapi mencari dosen pembimbing yang memiliki seribu jadwal tak kasat mata yang menyulitkan hingga bisa menyulut api di rongga dada.

Mahya segera masuk ke dalam bus, lalu dia meniti setiap tempat duduk. Dia melihat beberapa kursi terisi satu orang dan semuanya lelaki. Mahya menghela napas, lalu memutuskan untuk berdiri di kerumunan depan yang di isi banyak perempuan. Dia menunduk sambil mengucapkan doa naik kendaraan, dan selanjutnya berdzikir.

Rumah Tante Mahya memang dekat dengan kampus, tetapi dia harus naik angkutan umum satu kali karena jalannya yang lumayan berputar.

"Mbak, banyak yang kosong." Mahya menoleh ke kondektur bus.

"Dekat Pak, sebentar lagi saya turun." Mahya menggeser tubuhnya untuk memberi jalan kondektur itu. Mahya memberikan uang selembar sepuluh ribuan kepada kondektur lalu dia masih mendapatkan kembalian karena benar kata Mahya bahwa dia sebentar lagi turun.

Mahya berjalan menuju pintu depan kala dia merasa sudah sampai halte yang dia harapkan. Dia lalu turun. Saat pintu bus dibuka mesti bus tidak sempurna berhenti.

"Terima kasih, Pak." Mahya mengucapkan itu saat dia tepat melompat keluar. Dia tidak peduli dengan jawabannya yang dia pikirkan saat mengucapkan itu adalah bentuk syukurnya dan juga bentuk kasihnya kepada orang yang sudah membantunya meskipun dia mengeluarkan uang.

Mahya berjalan sambil menunduk, rumah tantenya bukan di sekitar perumahan. Tantenya tinggal di ruko yang sama dengan tempat usaha. Tantenya memiliki toko gerabah. Jadi di bagian bawah untuk dagangan di bagian atas baru untuk tempat tinggal.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh, Mahya pulang," kata Mahya absen di depan pintu.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarokatuh, pulang cepat Mbak." Dewi salah satu kasir di toko menyapa.

"Iya Mbak Dewi, saya ke atas dulu." Mahya berjalan dengan cepat menuju tangga yang ada di samping, dia segera ingin sampai di kamarnya dan mencari tahu jadwal mengajar dosen pembimbing skripsinya supaya dia biasa mengikuti.

Mahya memang memiliki rencana, yaitu dia akan selalu masuk ke dalam kelas Pak Arkan biar dosen muda itu tidak pernah manger dari jadwal bimbingannya. Mahya masuk ke dalam kamar tidak lupa dia mencuci kaki terlebih dahulu.

"Udah pulang, Ya?" tanya Tante Ambar yang baru saja keluar dari kamarnya.

"Iya Tante," jawab Mahya mendekati Tante Ambar, dia menjabat tangannya dan mencium punggung tangannya. Di sini, Tante Ambar dan Om Galih adalah orang tuanya. Jadi wajib bagi Mahya untuk menghormati keduanya, kalaupun sebenarnya antara Ambar dan Mahya itu lebih seperti saudara dibanding Tante dan keponakannya.

"Ya, sudah cepat mandi dan shalat." Mahya mengangguk lalu dia menuju kamarnya tanpa kata. Dia menaruh tas dan membuka tirai jendela. Dia bisa melihat beberapa kendaraan berlalu-lalang.

Dari kamar Mahya dia juga bisa melihat kamar Delisa, karena Delisa tinggal di depan ruko tantenya. Meski rumah keduanya berdekatan tetapi baik Mahya atau Delisa tidak terlalu dekat hanya sekedar say hallo jika bertemu.

Mahya melepas hijab lebarnya, dia mengibaskan buku untuk mencari angin. Setelah dirasa cukup dia mengambil hijab rumah yang berbahan kain kaos kalau dia keluar ke kamar menuju kamar mandi.

Kamar mandi di ruko itu memang ada dua, yang satu di lantai bawah dan yang satu di lantai atas. Jadi, setiap kamar tidak ada kamar mandinya. Jika ingin ke kamar mandi maka harus keluar kamar, jelas.

Setelah melaksanakan sholat Dzuhur Mahya berjalan menuju ruang makan, dia tampak heran saat meja makan yang tampak kosong. Lalu dia berjalan menuju tempat biasa sang Tante menyimpan makanan tetapi dia tidak menemukan apapun.

"Maaf Ya, Tante gak masak. Pesan Go-Jek aja ya?" Tante Ambar datang dari bawah.

"Gak usah Tante, Mahya mau keluar kok. Tante mungkin sudah makan?" tanya Mahya sambil menoleh ke jam dinding.

"Tante puasa hari ini, Ya. Kamu beli makan saja sekalian buat Tante buka nanti ya." Mahya hanya mengangguk lalu dia masuk ke dalam kamar. Dia bersiap untuk keluar, dia lupa jika hari ini sang Tante berpuasa dan seperti biasanya kalau sang Tante sedang berpuasa kemungkinan besar sang Tante tidak memasak akan memilih makan di luar saat berbuka.

"Ini yang buat beli makan."

"Mahya ada kok Tante."

"Gak papa, nanti beliin Tante sayur tumis juga ayam bumbu balado ya." Mahya menoleh ke arah Tante Ambar.

"Tante serius?" tanya Mahya dengan nada sedikit meningkat.

"Serius kali, Ya. Tante lagi pingin makan itu."

"Di mana belinya, Tante."

"Di rumah makan dong, Ya."

"Mahya gak tahu. Kenapa tidak lalapan atau ayam penyet."

"Ya Tante maunya itu."

"Baiklah, tapi kalau tidak ada jangan ngambek." Mahya lalu pamit untuk pergi.

Bukan mau tidak sopan dengan sang Tante, tetapi memang sedikit aneh keinginan sang Tante. Ambar lima tahun lebih tua dari Mahya, dulu Ambar adalah salah satu kakak kelasnya saat sekolah dasar. Dan kalau jodoh tidak kemana itu mungkin memang ada, nyatanya Ambar menikah dengan Galih, om Mahya. Umur Galih dan Mahya berbeda lima belas tahun dan selisih umur Galih dengan istrinya adalah sepuluh tahun.

Mahya segera mengenakan kaos kakinya sebelum dia turun, lalu dia berpamitan kepada Tante Ambar yang sedang berada di meja kasir.

"Tante, Mahya pergi dulu. Assalamualaikum," kata Mahya sambil lalu. Dia tidak menghiraukan jawaban Tante Ambar, dia sudah berjalan dengan sesekali menyapa pengunjung atau penjaga toko.

---

Senja menampilkan sebuah pesona yang elok dipandang mata. Warna Mega yang berbaur dengan warna ungu bercampur dengan warna biru membuat mata takjub memandangnya.

Seharian tadi Mahya duduk di sebuah kafe, dia mulai mengerjakan kelanjutan skripsinya. Mahya benar-benar terobsesi untuk segera lulus. Mahya menengok jam yang ada di pergelangan tangannya, dia menghela napas lalu dia membereskan segala yang ada di meja.

"Mbak boleh minta bill?" kata Mahya mencegat salah satu pelayan kafe.

"Iya Mbak tunggu sebentar." Mahya tersenyum tipis sambil mengangguk.

Mahya kembali membereskan barang-barang, dia hanya melirik ke arah bill yang ada di meja. Dia menghela napas, dia menyadari bahwa banyak gula yang masuk ke dalam tubuhnya hari ini. Bagaimana tidak? Dia sudah menghabiskan empat gelas minuman yang berbeda-beda. Mahya mengeluarkan dompetnya lalu dia menuju kasir untuk membayar.

Mahya keluar dari kafe lalu berjalan ke arah kanan, tadi dia sempat melihat ada penjual sayur matang dia akan membeli pesanan sang Tante di sana.

Mahya menatap ke arah depan, di sana dia melihat sosok cowok yang pernah memberikan minuman kepada beberapa hari yang lalu. Dia mengamati setiap gerak-gerik cowok itu, dia sedikit penasaran dengan hal yang dilakukan cowok itu di halte bus seorang diri, apa ini sebuah kebetulan?

Mahya menghela napas, lalu dia berpaling dan mengucapkan istighfar karena merasa memiliki pemikiran yang cukup melesat dan sepertinya tidak baik untuk dikembangkan. Mahya lalu menepuk keningnya, dia ingat pesanan sang Tante.

Tentang sebuah amanah, amanah itu adalah hal yang harus dilakukan, disampaikan atau diberikan. Dan hukumnya adalah wajib, olah sebab itu saat kita mengumbar janji atau semacamnya alangkah lebih baik kita selalu menyertakan Allah. Karena, pada kenyataannya Allah yang Maha Tahu segala-galanya.

Kita tidak bisa menebak apa yang akan terjadi beberapa saat kedepannya saat kita selesai mengungkapkan janji. Lalu bagaimana cara kita menyikapinya?

Kita selalu menyertakan Allah dalam setiap janji. Cara dengan mengucapkan Insya Allah, jika Allah menghendaki. Karena kalau Allah tidak menghendaki maka hal itu tidak akan terjadi.

Setelah membeli pesanan sang Tante Ambar, Mahya segera berjalan menuju ke arah halte, dia sudah tak menemukan cowok yang dia lihat tadi.

Mahya terus berjalan, tetapi belum sampai di halte ada sebuah motor berhenti di sampingnya. Mahya menghentikan langkahnya, dia menoleh ke arah kanan. Dia heran dengan sosok yang ada di sampingnya.

Mahya meniti sosok itu, dia bisa menebak jika sosok yang saat ini ada di sampingnya adalah seorang lelaki.

"Kita bertemu lagi, sepertinya kita berjodoh." Mahya mengenali suara itu, lalu dia melihat sosok lelaki yang beberapa kali dia temui. Mahya menghela napas panjang, dia saat ini sangat lelah ingin segera pulang dan membersihkan diri karena suhu panas hari ini membuat tubuh memproduksi banyak minyak dan keringat.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh." Mahya mengucapkan salam lalu dia berlalu meninggalkan lelaki itu setelah dia mendengar jawaban.

"Eh, aku berniat baik mau memberi tumpangan."

"Maaf, terima kasih tetapi saya memilih pulang sendiri menggunakan angkutan umum."

"Tapi kenapa?"

"Jujur, saya ingin menjaga kehormatan diri saya sendiri. Jadi tolong jangan halangi saya." Mahya kembali berjalan dengan cepat lalu dia memilih segera duduk di halte.

Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa antara lelaki dan perempuan dilarang berdua-duaan atau berkhalwat. Dan jika Mahya menerima tawaran lelaki itu sama saja dia berkhalwat dan itu hukumnya adalah haram.

Mahya segera turun saat bus sudah sampai di halte tujuannya, dia tak lupa mengucapkan terima kasih seperti biasanya meski dia yakin tak mendapatkan jawaban.

Mahya masuk ke dalam rumah dengan menggunakan kaki kanan terlebih dahulu. Lalu dia bergegas masuk ke dalam setelah mengucapkan salam. Mahya menaruh sayur yang dia bawa ke dapur. Tak lupa dia mencuci kaki terlebih dahulu sebelum mengangatkan sayur yang dia bawa.

"Kamu sudah pulang?" tanya Tante Ambar.

"Iya, ini aku hangatkan makanannya."

"Terima kasih. Kamu memang yang terbaik." Mahya hanya menggelengkan kepalanya.

"Kamu sudah makan?" tanya Tante Ambar yang mengeluarkan beberapa buah dari lemari es.

"Sudah, Mahya kenyang. Mahya ke kamar dulu."

"Iya," jawab Tante Ambar dan Mahya segera menuju kamarnya. Dia akan persiapan mandi sebulan adzan Maghrib berkumandang.

----

Terpopuler

Comments

Dlfar

Dlfar

😍😍😍

2020-06-18

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!