Mahya Hilyati

Mahya Hilyati

Satu

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allâh ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allâh Maha mengetahui lagi Maha Mengenal."

(Al-Hujurât:49:13)

---

Mahya Hilyati, Gadis biasa saja. Tidak terkenal justru lebih dari tak terlihat. Dia adalah mahasiswi yang mulai sibuk mengerjakan skripsi, selain itu juga sedang sibuk menata masa depannya. Ya, dia memiliki sebuah harapan besar untuk masa depannya, menikah muda.

Siang ini, udara tampak begitu panas selain suhu bumi yang meningkat juga karena sang pijar sedang mengeluarkan tenaga penuh. Mahya tampak mengeluarkan aura kesal, dia tidak kesal dengan keadaan udara tetapi dia kesal dengan seseorang dosen pembimbing lebih seknifikannya dengan seorang Arkan Arya Wijaya. mau tau mengapa? silakan ikuti saja Mahya.

Mahya berjalan cepat menuju fakultas ekonomi, dia harus bertemu dengan seseorang di sana. Mahya dikenal sebagai mahasiswi yang sombong dan angkuh. Apa bedanya? Tetapi, pada kenyataannya dia bukan perempuan yang seperti itu.

Menelusuri koridor kelas sambil menunduk, mengabaikan keberadaan beberapa mahasiswa yang sedang duduk lesehan di atas lantai. Dia bukan tak ingin menyapa, bukan. Mahya hanya bingung bagaimana cara beramah-tamah dengan orang lain, dia terlalu tertutup dengan hal baru.

"Maya, oe..." Suara seorang perempuan memanggilnya, tetapi dia tak perduli karena namanya bukan Maya tetapi Mahya. Jadi, sudah jelas dia tidak akan menoleh saat namanya diplesetkan oleh orang lain, meski itu sahabatnya sendiri.

"Kehidupan," panggil Zahra, sahabat Mahya dan masih belum juga berhenti ataupun menyahut.

"Ya Allah, punya teman satu aja begitu banget." Mahya mendengar keluhan Zahra, dia hanya menunduk sambil mengangkat sudut bibirnya samar.

"Mahya!" seru Zahra dengan cukup kencang. Mahya langsung berhenti, bukan karena takut sahabatnya marah, jelas bukan. Dia berhenti karena Zahra memanggil namanya dengan benar.

"Akhirnya berhenti juga," kata Zahra sambil Mahya untuk berjalan bersama.

"Udah bimbingan?" tanya Zahra.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh, Zahra." Mahya mengabaikan pertanyaan Zahra.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarokatuh, Mahya Hilyati." Zahra menjawab sambil nyengir. Mahya hanya tersenyum kecil.

"Kalau begini aku jadi ingat Pak Bas," kata Zahra. Mahya terdiam sejenak, dia masih berpikir apa yang diingat tentang dosen tafsir hadist itu.

"Ingat, budaya kita bukan sekedar 'say hallo' tetapi menebarkan doa dengan mengucapkan salam setiap perjumpaan."

Mahya ingat betul kalimat itu. Bagaimana tidak? Dalam setiap perkata pembukaan kuliah Pak Basyir selalu mengungkapkan pendapatnya itu. Tetapi, kalau ditanya secara pribadi Mahya akan mengatakan bahwa dia setuju dengan pendapat dosen yang cukup terkenal tegas itu.

"Ada lagi yang lebih mengena," kata Zahra.

"Apa?" tanya Mahya, dia sudah lupa. Jika menyangkut Pak Basyir dia hanya mengingat sedang salam.

"Masak kamu lupa sih, Mahya?" tanya Zahra tidak percaya, dia sampai berhenti menatap Mahya dengan wajah curiga.

"Kalau memilih calon suami atau istri ingat 3B bibit, bebet dan bobot." Mahya tertawa kecil, dia ingat hal itu. Tapi, jujur saja dia sudah melupakan.

"Kamu ingat aja kalau yang begituan." Mahya berkomentar lalu kembali berjalan.

"Itu penting Mahya." Zahra kembali menyusul langkah Mahya.

"Iya, percaya." Mahya masih tertawa geli, memang sedikit aneh jika membahas masalah jodoh, tetapi dia juga tidak memungkiri bahwa dia juga merencanakan banyak hal untuk masa depannya.

"Sudah bertemu pak Arkan? Bagaimana bab dua?" tanya Zahra mengingatkan Mahya dengan kekesalan yang sempat hilang sejenak.

"Hari ini pak Arkan ada jam ngajar," kata Mahya dengan nada kesal. Dia heran, dari sepuluh anak bimbingan sepertinya hanya dirinya yang amat kesulitan. Karena hanya dirinya yang belum juga beranjak dari bab satu, bahkan ada salah satu temannya yang sudah sampai bab empat. Mahya heran, mengapa setiap janjian dengan dirinya dosen itu selalu gagal hadir.

"Maklumlah, Pak Arkan salah satu dosen yang jam terbangnya cukup banyak. Apa lagi Beliau salah satu dosen yang jarang mau interaksi dengan kaum hawa macam kita."

"Aku juga heran, mengapa Pak Arkan mau jadi dosen pembimbing aku kalau begitu."

"Entahlah, kamu penggenap sembilan cowok." Mahya hanya berdecak pelan lalu berjalan dengan cepat. Dia lelah, sungguh lelah.

---

Mahya terdiam di tempatnya, dia masih berdiri dengan tegak sedangkan kedua matanya sedang mengamati adegan yang cukup menakjubkan. Sungguh, ini pertama kalinya. Dia sedang melihat seorang lelaki sedang menjabat tangan seorang ibu lalu memeluknya. Lelaki itu berparas tinggi, rambutnya hitam legam dan dipotong dengan rapi.

Mahya tersenyum kecil saat menyadari satu hal, lelaki itu termasuk ke jajaran anak mami. Mahya menggelengkan kepalanya lalu kembali berjalan menelusuri koridor. Tadi berpisah dengan Zahra yang harus mengikuti kuliah, jadi kini seorang diri.

"Tidak baik mengamati privasi orang lain," kata sebuah suara menghentikan pergerakan kaki Mahya.

"Maaf," kata Mahya tanpa membalikkan badan.

"Dan lebih tidak sopan lagi berbicara tanpa menatap orang yang sedang mengajak bicara." Mahya tetap pada posisinya, tidak berubah sama sekali. Dia cukup terpesona dengan suara tegas nan maskulin itu, tetapi semua itu tidak bisa menggoyahkan prinsipnya.

"Maaf," kata Mahya lagi. Dia diam sejenak untuk melihat reaksi yang diberikan lawan bicaranya.

"Maafmu tiada guna jika kamu masih melakukan kesalahan yang sama." Mahya mengangguk-anggukkan kepalanya lalu dia berpikir cara untuk mengakhiri percakapan yang tidak bermanfaat ini.

"Saya permisi, Assalamualaikum." Mahya hendak beranjak tetapi merasakan bahunya diputar paksa. Hal yang spontan dilakukan adalah segera menghindar dan berteriak. "Astaghfirullah, jangan menyentuhku."

Mahya segera berlari kecil meninggalkan lelaki yang hanya bisa diam saja melihat reaksi Mahya yang berlebihan. Mahya berlari menuju gerbang, dia tidak suka berbicara dengan orang lain tanpa manfaat yang pasti dan tidak suka disentuh oleh sembarang orang. Sungguh, baginya itu dosa yang amat besar. Dia selalu ingat pesan sang ibu tentang bersentuhan dengan selain mahram.

Mahya bukan mau sok suci dengan tidak mau melihat orang yang diajak berbicara atau tidak mau bersentuhan. Sungguh, bukan itu maksud dari perilakunya. Perempuan itu hanya sedang menjaga diri, karena sesuai yang dia pelajari dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa "Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya." (HR. Thobroni dalam Mu'jam Al Kabir 20: 211. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Bukankah dengan hadits itu kita sebagai seorang muslimah harus benar-benar menjaga diri kita sendiri. Mungkin di jaman sekarang ini perempuan penggoda sangatlah banyak tetapi tidak memungkiri bahwa lelaki nakal juga sangatlah banyak. Jadi, alangkah lebih baik menjaga diri dari perbuatan yang salah.

Selain menjaga sentuhan ada lagi yang lebih penting, yaitu menjaga pandangan. Sebagaimana yang sudah dijelaskan dalam Al Quran bahwa Allah mengingatkan kepada Rasulullah untuk para lelaki dan wanita yang beriman. Semua itu amat jelas ada di Al Quran surat An-Nuur ayat 30-31 yang artinya adalah :

Katakanlah kepada laki - laki yang beriman : "Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara ***********." (QS. An Nuur: 30)

Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : "Hendaklah mereka menundukkan pandangannya, dan ***********." (QS. An Nuur: 31)

Jadi, apa yang dilakukan oleh Mahya tadi adalah sebagian cara dia untuk menjaga pandangan dan sentuhan. Mungkin kadang terlihat berlebihan di kalangan umum tetapi inilah Islam dalam menjaga umat pemeluknya. Selalu ada hikmah yang dapat diambil dari setiap perintah dan juga larangan.

Mahya mengatur napasnya, sungguh saat ini rasanya tubuhnya tersengal. Udara yang diberikan Allah secara gratis tanpa dipungut biaya itu terasa begitu menipis. Mahya menoleh ke belakang lalu dia mengucapkan tahmid karena cowok tadi tidak mengikutinya.

"Ya Allah, semoga keputusan hamba kali ini benar." Mahya mengucapkannya dengan lirih lalu kembali berjalan menuju halte bus yang ada beberapa meter di depannya.

Saat sudah sampai di halte, dia memilih untuk mengambil duduk. Dia bersandar untuk sekedar menenangkan detak jantungnya yang menggila. Maklum dia baru saja berlari.

"Ini buat kamu," kata sebuah suara yang amat dekat. Mahya menerima botol minuman mineral itu sambil menoleh.

"Astaghfirullah," teriak Mahya sambil berdiri. Sedangkan orang di sekitarnya ada yang menoleh atau melirik sambil berbisik dengan teman yang lainnya.

"Maafkan saya, saya hanya terkejut." Mahya mengatakan itu sambil menunduk.

"Tidak papa, saya hanya kasihan dengan tenggorokan kamu yang akan kekeringan." Mahya melirik sedikit ke arah lelaki berkacamata yang saat ini sudah berjalan meninggalkan halte bus. Membuat Mahya menghela napas antara kecewa, marah, berterima kasih dan tersinggung.

Aneh bukan?

Ya, beginilah seorang Mahya yang memiliki mood mudah berubah dalam hitungan sekon.

"Alhamdulillah rejeki," kata Mahya membuka botol minum itu lalu mengambil duduk. Dia mengeluarkan pipa minum dari tasnya, dia terbiasa menggunakan itu untuk minum dia tidak pernah minum dari bibir botol seraca langsung. Karena sang ayah selalu melarangnya selain itu dia sering tersedak karena tidak bisa menyeimbangkan air yang masuk ke dalam mulutnya.

"Bismilah," kata Mahya sambil menyeruput. Tenggorokannya memang terasa sangat serak akibat berlari tadi.

"Alhamdulillah," ucap Mahya, lalu dia menatap ke arah tangannya. Dia tersenyum kala dia ingat bulan Ramadhan sudah hampir menyapa.

"Ya Allah, semoga hamba masih bisa bertemu dengan bulan Ramadhan. Aamiin."

---

Terpopuler

Comments

Arsy Pudiw

Arsy Pudiw

semangat author😊💪✌️👍

2020-11-01

1

Bunga Syakila

Bunga Syakila

lanjut

2020-11-01

1

Dlfar

Dlfar

mulai baca de

2020-06-15

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!