Tiga

Allah Azza wa Jalla berfirman:

ۘ وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya."

(Al-Mâidah:5:2)

---

Hari tampak begitu cerah, dengan langit berwarna senada dengan lautan, dihiasi dengan gumpalan awan sirius dan beberapa warna putih samar-samar. Udara terasa sejuk kala angin semilir menghampiri menggoyangkan dedaunan hingga terdengar suara gemerisik.

Sang pijar yang merajai siangpun bersinar dengan tenang, seolah tak terpengaruh oleh awan-awan yang bisa sewaktu-waktu menghadang. Sengatan sang pijar mampu menembus kain yang menutupi setiap tubuh, hingga mampu membuat tubuh merespon dengan mengeluarkan beberapa titik air sisa-sisa pembakaran.

Mahya masih duduk termenung di salah satu bangku yang ada di taman. Dia mengamati segerombol mahasiswi yang tampak akrab satu sama lainnya. Dia jadi ingat ucapan Zahra.

"Mahya, nanti kalau di akhirat kamu tidak menemukan diriku di Surga. Tolong cari aku di Neraka, karena mungkin aku banyak dosa, dan sesuai sebuah hadits bahwa sahabat bisa menolong sahabat lainnya."

Mahya kala itu hanya tersenyum saja, karena dia tidak tahu harus menjawab apa. Selain dia tidak tahu, dia juga ragu. Karena baginya definisi sahabat itu amatlah berbeda dari yang lainnya.

Mahya kemudian menggeser penglihatan ke arah jarum jam tiga dari posisi semula, di ujung penglihatan dia melihat seorang lelaki dan perempuan saling diskusi berdua. Mahya mengerutkan keningnya, bukan hal baru bagi Mahya melihat interaksi lawan jenis yang cukup agresif di lingkungan kampus tetapi samua itu tetap pada batasan yang berlaku. Namun bagi Mahya, semua itu bernilai sama saja. Mahya segera membuang pandangannya kala dia ingat suatu ucapan.

"Hobi banget ya, melihat privasi orang lain." Mahya segera menundukkan pandangannya. Dia tidak ingin kejadian beberapa hari yang lalu terulang kembali.

"Aku bicara sama kamu, loh." Mahya berdiri, dia menilai sekitar lalu dia menghembuskan napas dengan pelan.

"Maaf, tapi alangkah lebih baik kita tidak bicara secara berduaan." Mahya berdiri dengan cepat saat cowok yang tidak dia kenal itu tiba-tiba duduk di sampingnya.

"Kenapa? Kamu introvert?" Mahya tidak membalikkan badannya, dia justru diam di posisinya.

"Maaf," kata Mahya lalu dia hendak berjalan.

"Jangan berlebihan, menjaga pandangan dan berkhalwat itu memiliki kriteria. Toh, taman ini tampak ramai berarti kita tidak sedang berduaan. Kamu berlebihan!" Mahya menghela napas, dia tidak suka jika apa yang menjadi prinsipnya dicerca. Sungguh, kalau kalian tahu Mahya bukanlah orang yang diam dalam artian tak akan melawan jika disakiti dia akan menggigit siapapun yang melukai perasaannya. Jadi, jika Mahya mode on semua meski menghindar.

"Maaf, Assalamualaikum." Mahya berjalan dengan cepat. Sungguh mood-nya sedang pada tahap buruk jadi dia tidak ingin lepas kendali.

Mahya berjalan menuju koridor kelas, dia mengamati sekitar lalu dia mendengar suara dua orang sedang berbincang.

"Pak Arkan ada di ruangan atas."

"Kenapa?"

"Mau ikut kelas Pak Arkan?"

"Emang masih dibuka? Ini sudah pertengahan semester."

"Gak, aku cuman mau lihat betapa maskulin Pak Arkan saat menjelaskan. Apa lagi ini tadi babnya debat. Ayuk!"

Mahya menerbitkan senyumnya, dia cukup kesal dengan dosen muda itu. Dia sudah melakukan berbagai cara supaya cepat selesai skripsi. Tetapi, dengan ketidakpastian bimbingan membuat dia harus mengulur-ulur waktunya. Padahal dia berpikir bahwa skripsi yang dia kerjakan harus selesai sebelum lebaran tetapi kemarin bab tiga masih revisi dan saat hari ini mau bimbingan dosen itu ada kelas.

Mahya berjalan dengan cepat menaiki tangga, dia akan masuk ke dalam kelas Pak Arkan hari ini. Ini adalah bentuk konfrontasi yang dia lakukan karena merasa diskriminasi saat bimbingan.

Mahya melihat pintu dibuka, dia tersenyum lalu mengambil duduk paling belakang. Dia duduk di antara para perempuan yang saat ini tengah berkonsentrasi dengan materi yang disampaikan. Mahya mulai bosan, dia jadi ingat dulu waktu dia ada mata kuliah ini. Dia memilih kelas dengan Ibu Fara dibandingkan dengan Pak Arkan. Bukan mau diskriminasi tetapi kebanyakan jadwal mengajar pak Arkan pada waktu itu berada di malam hari jadi tidak mungkin dia mengambil jam malam.

Mahya tinggal bersama Om dan Tantenya, karena rumah adik ibunya itu yang paling dekat dengan kampus Mahya, sedang rumah ayah dan ibunya amat jauh. Mahya mengamati gerakan luwes lelaki berumur tiga puluh satu tahun itu dalam diam. Dia akui bahwa dosennya itu termasuk ke dalam kategori lelaki suamiable, tapi dia tidak yakin jika lelaki itu masih single.

Mahya mulai bosan, dia menguap beberapa kali. Dia bergerak gelisah di atas tempat duduknya, dia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya lalu dia menghela napas berat. Saat melihat wajah Mahya pasti semua orang tahu bahwa gadis itu sekarang dalam kondisi sangat amat bosan.

"Baiklah, ada pertanyaan?"

Akhirnya penderitaan yang dialami Mahya berakhir, Pak Arkan memang terkenal sebagai dosen yang selalu menyisakan waktu tiga puluh menit untuk berdiskusi atau tanya jawab. Jadi, jika sudah mengeluarkan kalimat 'ada pertanyaan' berarti jam kuliah akan segera berakhir. Mahya bersorak dalam hati, lalu dia menoleh ke arah seorang perempuan berhijab kuning mengangkat tangannya.

"Silakan," kata Pak Arkan sambil duduk.

"Bukankah ada debat, mengapa kelas ini tidak melakukan debat, Pak?" Mahya menoleh ke arah gadis itu lalu ke arah Pak Arkan yang sedang duduk santai. Dia jadi sedikit heran dengan sikap santai dosen itu.

"Astaghfirullah," kata Mahya pelan saat matanya bertubrukan satu garis lurus dengan Pak Arkan. Dia segera menundukkan pandangannya.

"Maaf, Dengan Mbak siapa?" tanya Arkan ke arah mahasiswi yang bertanya.

"Diana Pak."

"Mbak Diana baru masuk kelas saya?" tanya Pak Arkan lagi, tetapi Mahya sadar mata dosen itu tidak menatap satu titik tetapi ke banyak arah. Dan dia bisa melihat bahwa sudut mata dosennya melirik ke arahnya. Apa dosen itu sadar bahwa dirinya adalah mahasiswi selundupan?

"Tidak Pak."

"Berarti tahu alasan saya tidak membuka debat, bukan?" Pak Arkan berdiri dari duduknya lalu berjalan kecil mengelilingi ruang yang ada di depan meja.

"Tapi itu sedikit tidak bisa diterima, Pak." Mahya segera menoleh ke arah gadis perempuan itu. Dia mengenali gadis itu, dia adalah salah satu aktivis komunitas yang ada di kampus. Wajar saja sih kalau gadis itu berani tampil beda dengan mencari masalah ringan.

"Di bagian mana?" Mahya kagum dengan suara tenang itu.

"Bagian kita dilarang berdebat." Mahya melihat dosen itu tampak menunduk sambil mengangguk-angguk. Apa dosen itu tidak akan menjelaskan secara gamblang?

"Mungkin Mbak yang berhijab biru bisa menjawab?" Mahya menatap ke sekeliling, dia membulatkan matanya saat semua mata tertuju padanya. Benar saja, hanya dirinya yang mengenakan hijab biru walaupun biru yang dia kenakan cenderung dark, karena memang Mahya tidak memiliki gamis berwarna terang.

"ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik." Mahya mengambil napas, semua orang tampak diam. Mahya lalu tersenyum canggung saat Delisa, salah seorang mahasiswi yang dia kenal memberi kode untuk melanjutkan.

"Bukankah di dalam ayat itu sangat jelas, kita dilarang berdebat karena istilah debat itu frontal. Bukan sekedar bahasa tetapi situasi, emosi dan lingkungan. Dalam ayat itu disebutkan dengan hikmah dan cara yang baik. Jadi alangkah lebih baik jika kita meninggalkan debat yang sangat menarik urat dan mendidihkan emosi itu, kita rubah dengan cara yang lebih baik berdiskusi atau dengan musyawarah mufakat, mungkin." Mahya mengakhiri jawabannya dengan suara tidak yakin.

"Lalu bagaimana jika ada orang yang mencela Islam, apakah dengan cara itu akan berjalan lancar?" Gadis itu masih kukuh dengan pendapatnya, Mahya tersenyum tipis, khas sekali anak organisasi.

"Pasti akan tertarik jalan keluarnya, karena jika kita berdiskusi maka kita akan mencari jalan tengah. Berbeda dengan berdebat, kalau berdebat biasanya bukan menemukan jalan tengah tetapi akan otot-ototan perkara tanpa penyelesaian karena merasa benar." Mahya menjawab dengan nada datar, dia tidak terpancing emosi oleh argumen yang dilontarkannya. Bukan tidak, tetapi dia berusaha mengendalikan.

"Lalu bagaimana cara kita membalas orang yang mencaci kita jika kita dilarang berdebat." Mahya bisa melihat lirikan tajam dari Diana, dia membalas dengan senyum tipis. Dia menoleh ke arah sang dosen dan Arkan memberikan kesempatan kepadanya untuk menjelaskan, membuat Mahya tersenyum lebih lebar.

"Saya ada cerita," kata Mahya membuat banyak pasang mata menoleh ke arahnya.

"Tolong dijaga pandangannya," kata Arkan membuat beberapa mahasiswa langsung menghadap ke depan.

"Silakan lanjutkan," kata Arkan lalu berjalan menuju kursinya.

"Pada suatu hari Rasulullah bertamu ke rumah sahabat Abu Bakar Ash-Shidiq, ketika sedang ngobrol dengan Rasulullah, tiba-tiba datang seorang Arab Badui atau orang gurun menemui Abu Bakar. Orang itu langsung mencela Abu Bakar dengan makian kata-kata kotor. Namun, Abu Bakar sama sekali tidak menghiraukannya, lalu Beliau melanjutkan perbincangan dengan Rasulullah. Melihat hal ini, Rasulullah tersenyum.

Kemudian, orang Arab Badui tersebut kembali memaki Abu Bakar, kali ini makian dan hinaannya lebih kasar. Tetapi dengan keimanan yang kokoh serta kesabarannya, Abu Bakar masih tetap membiarkan orang tersebut dan tidak sedikit pun membalas caciannya. Rasulullahpun kembali tersenyum dan semakin marah orang Arab Badui tersebut." Mahya memberi jeda, dia melirik Delisa, lalu dia melihat kenalannya itu mengangguk.

"Untuk ketiga kalinya, orang Arab itu mencerca Abu Bakar dengan celaan yang lebih menyakitkan dari sebelumnya. Kali ini, sebagai manusia biasa yang memiliki hawa nafsu, Abu Bakar tidak dapat menahan  amarahnya, kemudian membalaslah Beliau makian orang Arab Badui yang tadi dengan makian  pula. Maka  terjadilah perang mulut saat itu. Tau apa yang terjadi?"

"Rasulullah beranjak dari tempat duduknya. Beliau meninggalkan Abu Bakar tanpa mengucapkan salam. Melihat hal itu, Abu  Bakar tersadar dan menjadi bingung. Dikejarnya Rasulullah yang sudah sampai di halaman rumah Beliau."

"Kemudian Abu Bakar berkata, 'Wahai Rasulullah, janganlah biarkan aku dalam kebingungan, jika aku berbuat kesalahan, maka jelaskan kesalahanku!' Rasulullah menjawab, 'Sewaktu ada seorang Arab Badui datang dengan membawa kemarahan serta fitnahan lalu mencelamu, kulihat kau tenang, diam dan engkau  tidak  membalas, aku bangga melihat engkau orang yang kuat mengahadapi suatu tantangan, fitnah, dan cacian. Oleh sebab itu aku  tersenyum karena ribuan para malaikat  di sekelilingmu mendoakan dan memohonkan ampun untukmu kepada Allah. Begitu pun yang kedua kali, ketika orang tersebut mencelamu dan engkau tetap membiarkannya, maka para malaikat semakin bertambah banyak jumlahnya. Oleh sebab itu, aku kembali  tersenyum. Namun, ketika kali ketiga dia mencelamu dan engkau  menanggapinya maka seluruh malaikat pergi meninggalkanmu dan ketika itu hadirlah iblis di sisimu. Oleh karena itu, aku tidak ingin  berdekatan denganmu. Dan aku tidak  ingin berdekatan dengannya pula dan aku tidak memberikan salam kepadanya.' Setelah itu menangislah Abu Bakar ketika diberitahu tentang  rahasia kesabaran adalah kemuliaan yang terselubung yang  kadang kita tidak menyadarinya. oleh karena, itu bersabarlah atas setiap musibah, celaan dan lain sebagainya." Mahya mengambil napas dia melirik ke semua mahasiswi yang tengah menatapnya dengan antusias.

"Lalu pelajaran apa yang bisa diambil, Mbak hijab biru?" Mahya menoleh ke arah Pak Arkan yang tampak sibuk dengan kertasnya.

"Dari sana kita diajari untuk bersabar, dan jika kita dicela kita tidak boleh membalasnya. Kalau kita membalasnya apa bedanya sifat kita dengan orang yang mencela kita." Mahya diam, beberapa mahasiswa mengangguk entah paham atau tidak.

"Bagus sekali, terima kasih." Pak Arkan mengatakan itu dengan nada datar.

"Sudah paham, Mbak Diana?"

"Sudah Pak."

Mahya menghela napas, dia sedikit berpikir ada sesuatu yang aneh di kelas ini. Mengapa mahasiswi itu tadi bertanya sesuatu yang jauh dari materi kuliah. Mahya menghembuskan napas lalu mengangkat bahu tidak perduli, dia tidak menyadari bahwa kelas sudah dibubarkan.

"Mbak Mahya tidak keluar?" tanya Delisa yang sudah berdiri di samping Mahya.

"Iya Ini mau keluar." Mahya menoleh ke arah Pak Arkan lalu dia mencebik kesal, untuk menemui dosen itu dia harus berkorban banyak bicara.

"Aku duluan ya, Mbak." Mahya menjawab dengan mengangguk. Delisa adalah tetangga Tantenya oleh sebab itu keduanya saling mengenal.

"Ada apa?" tanya Pak Arkan dengan tidak pedulinya membuat Mahya mendengus samar.

"Tidak ada Pak." Mahya tetap duduk di kursinya.

"Tidak mungkin tidak ada hal yang mendesak kalau kamu tidak nekat masuk ke kelas saya."

"Saya mahasiswi Bapak juga," kata Mahya tergagap, dia sadar bahwa dosennya yang satu itu menyadari kehadirannya bukan untuk mengikuti mata kuliah yang dia ajarkan.

"Maka bersabarlah engkau dengan kesabaran yang baik." (Siapa yang tahu dikutip dari apa kalimat ini?)

Pak Arkan mengatakan itu lalu berlalu begitu saja tanpa memperdulikan Mahya yang saat ini terkejut dengan tingkah dosen muda yang menurutnya sedikit, aneh.

Mahya menepuk keningnya lalu berlari keluar, di depan pintu dia menoleh ke kanan dan ke kiri untuk melihat ke arah mana dosen pembimbing skripsinya tadi pergi.

---

Terpopuler

Comments

Shamaira

Shamaira

dah 3 X baca
baca lagi
suka

2022-07-28

1

Sartika Fajar

Sartika Fajar

duh....takut dilirik mahasiswa lain y pak Arkan calon makmumnya??🤔🤔🤔🤣🤣🤣😂😂😂🤭🤭🤭

2022-05-10

1

Titik Widiawati

Titik Widiawati

sepertinya sikap mahya terlalu berlebihan dan egois ya...

2020-07-06

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!