Guyuran air dingin, membuatku seketika menjadi segar kembali, membangkitkan semangatku kembali.
Usai aku selesai melakukan ritual mandiku, aku segara meraih handuk dan mengelap sisa-sisa guyuran air yang membasahi tubuhku, lalu ku lilitkan handuk tersebut, menutupi tubuh bagian bawahku. Aku segara keluar dari kamar mandi, lalu memakai pakaianku.
Usai itu aku keluar dari kamar, dan menghampiri Evan yang terlihat sedang asik menonton tv.
Evan yang melihat kedatanganku, ia menoleh ke arahku.
"Udah beres, cepet banget lu mandi, gak sabunan ya lu?" tanya-nya.
"Enak aja lu, gw mandi bersihlah, lagian ngapain mandi lama-lama, emang-nya lu mandi sampe satu jam. Ngapain aja lu di kamar mandi?" Jawabku ketus, sambil duduk di sampingnya.
Evan menyengir kuda, "Biasalah"
Aku hanya menggelengkan kepalaku, tak habis pikir kok bisa aku berteman dengan orang seperti dia.
"Eh Ang, gw laper! Ada makanan gak di dapur?" tanya-nya.
"Liat aja sendiri sana! Tapi kaya-nya gak ada deh" Jawabku.
"Udah jomblo males pula lu belanja makanan" ledeknya.
"Ya karna gw jomblo, ngapain repot-repot, mending pesen aja, dianterin pula tuh makanan, tinggal makan. Hidup gak usah di bawa ribet, kalau ada yang instan!" ucapku, sambil menaikan sebelah alisku.
"Bener juga sih! Ya udah pesenin gw makanan buruan! Leper banget gw ini" titah-nya.
"Pesen aja sendiri"
"Sialan lu. Ya udah gw mau pesen makanan dulu deh, awas ya kalau lu nanti minta" pekiknya. Evan mengambil ponsel miliknya untuk memesan makanan.
"Emang lu tega liat gw cuman ngeliatin lu makan nanti'' ucapku.
Ku lihat Evan memutar bola mata, memalas. Aku tersenyum kearahnya.
Beberapa saat kemudian Evan meletakan ponselnya kembali.
"Udah, tinggal nunggu makanannya dateng!" ucapnya. "Gw tidur bentarlah, sambil nungguin makanannya!" Evan membaringkan tubuhnya di atas sofa tersebut, dan mulai memejamkan matanya.
Beberapa detik kemudian ku lihat Evan sudah tertidur pulas, dan terdengar pula dengkuran-dengkuran halus dari bibirnya.
"Dasar *****, nempel langsung molor!" ejekku, sambil melemparkan bantal sopa kepada tubuh Evan, namun Evan tidak bergerak sama sekali, emang bener-bener ***** dia.
Aku menarik membuang napas kasar, di saat seperti ini aku sangat merindukan keluargaku, apa lagi masakan ibu. Sudah lama sekali aku tidak merasakannya lagi.
Aku menatap ponselku, yang berada diatas meja. Ada niatan untuk menelpon ibu. Dan sudah lama juga aku tidak menelpon mereka. Menanyakan kabar mereka.
Bukannya aku tidak rindu kepada mereka, aku punya alasan kenapa aku jarang menghubungi mereka. Karna setiap aku berbicara dengan mereka. Hatiku terasa tergores oleh belati yang tajam. Rasa rindu yang selama ini aku tahan sungguh sangat menyiksaku.
Dan satu lagi, setiap menelpon mereka, hatiku selalu ingin tau tentang kabar wanita yang aku cinta, padahal itu sangat menyakitkan untuk hatiku.
Aku sudah ikhlas dia bahagia dengan orang lain, malah aku ikut bahagia, tapi entahlah hati kecil ini tidak bisa menerima kenyataanya.
Hati dan pikiranku sangat bertentangan. Harus-nya hati dan pikiranku bersahabat. Namun hatiku selalu egois, dan kekeh. Membuat pikiranku marah terhadapnya. Alasan pertentangan mereka tentu saja karna hatiku ingin sekali memiliki mu dan pikiranku tidak setuju. Pikiranku tau bahwa jika hatiku tetap saja menginginkanmu, hatiku akan berujung hancur, pikiranku yang sayang pada hatiku tidak ingin sahabatnya itu hancur.
**Seseorang mengatakan.
Mabuk kepayang itu mudah. Kau hanya perlu mereguk suka cita sebanyak-banyaknya. Yang sulit itu menghadapi resiko terjaga dari mabuk tanpa ada siapa pun di sampingmu.
Jatuh cinta itu mudah. Kau hanya perlu terpanah asmara, lalu jatuh. Yang sulit itu menghadapi resiko berdiri sendirian dengan hati yang terluka.
Kasmaran itu mudah. Kau hanya perlu senyum-senyum sendiri setiap akan berangkat tidur. Yang sulit itu menghadapi resiko terbangun dengan hati yang patah tanpa ada yang mampu merekatkannya kembali**.
Sebenarnya hatiku sudah hampir saja melupakan dia, dan seiring berjalannya waktu aku yakin aku pasti bisa melupakan dia, karna memang aku harus yakin.
Karna memang harus melupakannya. Terlebih dia sudah mempunyai keluarga. Aku tau mengaharapkan seseorang yang sudah menjadi milik orang lain itu tidak baik.
Lamunanku buyar seketika, saat ku dengar ponsel milikku berbunyi, ku raih ponsel yang ada di hapanku itu. Lalu ku lihat siapa yang menghubungku.
Dan ternyata itu adalah ibu, kebetulan sekali aku sedang memikirnya, dan ibu langsung menghubungiku.
Lalu ku geser tombol yang berwarna hijau yang berada dilayar ponselku itu.
"Halo, Asalamu'alaikium"
"Hallo, walaikum'salam. Apa kabar kamu nak?"
"Alhamdulillah baik Bu! Ibu dan papah apa kabar?"
"Syukurlah, Alhamdulillah disini kami baik-baik saja nak"
"Syukurlah Bu, tadi baru saja Angga mau telpon ibu, eh ternyata ibu sudah telpon duluan"
"Wah, benarkah? Tumben sekali kamu mau menelpon kami? Ada apa nak. Semuanya baik-baik saja kan disana!"
"Hehe, enggak ada apa-apa kok Bu, Angga hanya rindu saja sama kalian"
"Sama nak, kamu juga disini sangat merindukan kamu! Kami cuti tahun ini pulang kan nak?"
"Emm, insa'allah Bu"
" Harus pulang ya nak, sebentar lagi keponakan kamu akan lahir loh, apa kamu tidak mau melihatnya. Mereka kembar tiga loh nak!"
"Apa? Benarkah Bu. Afifah mengandung bayi kembar tiga!" tanyaku, aku sedikit terkejut.
"Benar sayang! Pokoknya kamu harus pulang ya!"
"Iya Bu, Angga pasti pulang!"
"Ya sudah kalau begitu, kamu baik-baik ya disana. Oh iya kamu lagi dimana itu?"
"Iya Bu. Biasa Bu di apartemen"
"Sendirian?"
"Enggak Bu, ada Evan!"
"Awas loh, sama Evan mulu disana!"
"Apaan sih jangan mikir macam-macam deh, Angga masih normal Bu!" aku sedikit kesal.
"Hahaha, ibu bencanda sayang! Ya sudah udah dulu ya."
"Iya Bu, kalain juga disana baik-baik ya!"
"Iya kami tenang saja. Asalamua'laikum"
"Walaikum' salam"
Lalu sambungan telpon pun mati, aku meletakan kembali ponselku, hatiku semakin di penuhi dengan kerinduan kepada mereka.
Aku mengulas senyuamku, mencoba menguatkan hatiku.
Tiba-tiba terdengar bel berbunyi, aku beranjak dari sopa untuk membukakan pintu, ku rasa itu orang yang mengantar pesanan makanan Evan. Aku membuka pintu tersebut, dan benar tebakanku.
Aku mengambil makanan tersebut, dan membayarnya. Lalu masuk kembali kedalam.
"Van bangun!" ucapku, sambil menggoyang-goyangkan lengannya.
"Emm..." Evan menggeliatkan tubuhnya, dan membuka mata perlahan.
"Apaan sih ganggu orang tidur aja!" pekiknya.
"Ini makanannya udah sampe! Lu gak mau makan? Katanya tadi laper, ya sudah kalau gak mau gw aja yang makan!" ucapku, sambil berjalan menuju meja makan.
Kuliahat Evan beranjak dari sofa, dan langsung menyusul ku dengan langkah sedikit berlari.
"Enak aja lu, itu makanan gw yang pesen ya!" pekik Evan, menarik kursi meja makan, dan duduk disana.
Aku tertawa kekeh, "Yang bayar siapa?" ucapku, tak mau kalah.
"Hehe" Evan tersenyum kikuk. "Ya gw kan yang pesan, lu yang bayar. Jadi kita sama-sama adilkan"
Aku hanya menggelengkan kepalaku, sambil menyiapkan makanan tersebut.
Aku mengambil makananku, dan Evan mengambil makanan miliknya, Evan memesan makanan yang berbeda. Dia sudah tau apa makanan kesukaan ku.
Dan kami pun mulai memakan, makanan tersebut.
Bersambung.
Like, comen dan Vote nya. Sayang-sayangku jangan lupa
Terima kasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Kendarsih Keken
aq nya sdh beralih ke 💙
2021-12-09
0
Sumarni
di iklas kan aja
2021-10-30
0
Marlina
kocak juga ya duo dokter ini
2021-07-10
0