Cowok itu mengerutkan kening gara-gara aku berteriak padanya. Mendadak saja matahari tertutup awan, jadi sinarnya tak terlalu terik, sehingga aku bisa melihat wajah cowok itu dengan jelas. Aku menelan ludah. Oh, ya ampun, cowok ini ganteng. Mukanya mungil dan kulitnya berwarna kecokelatan sehat. Rambutnya yang dipotong pendek terlihat sekali berbentuk ikal. Dan, yang penting, dia tinggi sekali. Tinggiku mungkin cuma sedadanya saja.
Cowok itu masih menatapku, lalu tertunduk melihat Oro yang sedang dipeluknya. “Oro? Siapa Oro?” tanyanya kemudian dengan suara yang begitu manis.
Aku terpesona. Ya ampun, suaranya indah sekali! Aku jarang memperhatikan suara cowok. Tapi, kebanyakan cowok-cowok di sekitarku bersuara berat. Tapi, suara cowok ini lain. Aku susah mendeskripsikannya. Tapi, suaranya enak didengar dan terasa lembut seperti gula-gula.
Gara-gara terlalu terpesona, aku sontak menepuk pipiku. Fokus, Inka! seruku dalam hati. Saat ini aku sedang dalam misi mencari Oro. Gara-gara ketemu cowok agak cakepan sedikit, perhatianku langsung teralihkan. Aku menggelengkan kepala. Mataku sontak tertuju pada Oro. Aku maju dan menunjuk Oro yang didekap cowok itu.
“Yang kamu peluk itu Oro. Itu kucing adikku. Kembalin nggak?” ujarku sedikit menantang. Yah, aku tahu cowok ini cakep dan bikin aku berdebar-debar. Tapi, tetap saja dia berniat maling Oro. Buat apa cakep kalau sebenarnya dia maling. Iya, kan?
Cowok itu berjengit tidak suka. Dia menunjuk kalung yang dipakai Oro. “Maaf ya, tapi aku nggak kenal Oro. Jelas-jelas ini kucingku. Aku yang kasih kalung ini ke kucingku. Kamu jangan seenaknya mengaku-ngaku kucing orang, ya.”
“Jelas-jelas itu kucing adikku. Sekali lihat juga aku tahu,” ucapku tak mau kalah. Sekali lagi kuperhatikan Oro yang didekap cowok itu dengan lebih saksama. Warna bulunya sama-sama oranye. Yang menguatkan pendapatku adalah ekornya yang mirip kemoceng. Aku mendengus. Boleh saja aku tak suka kucing. Tapi, dalam keahlian memperhatikan, aku kan tak sebodoh itu sampai tak bisa mengenali kucing adik sendiri.
“Apa buktinya kalau ini kucing adikmu?” Cowok itu maju mendekat ke arahku. Karena dia begitu tinggi, kelihatan sekali dia mencoba mengintimidasiku.
Aku mundur selangkah sambil batuk-batuk kecil, merasa sedikit keder. “Yah… aku nggak punya buktinya, sih. Tapi, aku ingat kok seperti apa kucing adikku. Aku yakin banget yang kamu peluk itu Oro. Warnanya sama. Buntutnya juga sama.”
Cowok itu tertawa pendek, setengah mengejek. “Aku tahu kucingku emang lucu. Kamu pasti pura-pura kan padahal kamu cuma mau mengincar kucingku?”
Aku memberengut. Karena kesal, segera saja aku mengambil Oro dari pelukan cowok itu. Cowok itu memekik. Oro sendiri mengeong keras. Dia memberontak berkali-kali di pelukanku, lalu meloncat, dan pergi dari hadapanku.
“Kamu apa-apaan sih?! Fay tuh nggak suka orang asing! Kamu malah bikin dia lari!” seru cowok itu marah, lalu mendengus. Tanpa memedulikanku, dia berlari mengejar Oro yang masuk ke dalam kebun pepaya.
Aku tak mau kalah. Di benakku cuma terbayang uang jajanku yang nantinya bakal dipotong andai aku tak menemukan Oro. Aku tak bisa membiarkan hal itu terjadi. Untuk kali ini saja, aku akan membuang egoku yang tak suka kucing, demi bisa jajan enak nanti.
“Oro! Oro!” panggilku setelah menerobos sesemakan dan masuk ke kebun pepaya. Aku tak tahu ini kebun milik siapa. Tapi, itu bukan hal yang penting sekarang. Aku harus secepatnya menemukan Oro dan menyerahkannya pada Jihan.
“Fay! Fay!”
Tak jauh dariku, cowok itu juga ikut berteriak memanggil kucing yang katanya miliknya itu. Aku mendengus. Meski ganteng, cowok itu rupanya menyebalkan. Aku jadi menyesal telah terpesona padanya tadi. Yah, manusia tempatnya khilaf. Anggap saja kejadian itu sebagai bentuk khilafku yang begitu kusesali sekarang.
“Meong! Meong!”
Mendadak, aku mendengar suara kucing yang begitu familier. Aku menoleh ke kanan dan kiri, tapi tak juga menemukan Oro. Di sekitarku cuma ada pohon.
“Meong! Meong!”
Mataku kembali berkeliling. Aneh. Suaranya begitu nyaring, tapi sosok Oro tak juga kelihatan. Tiba-tiba, aku menyadari sumber suara itu. Aku mendongak. Aha! Benar saja. Oro sedang nangkring di dahan pohon bunga kenanga. Entah bagaimana dia bisa berada di sana. Tapi, sepertinya dia memanjat pohon kenanga itu dan kesulitan untuk turun. Sebenarnya, pohonnya tak terlalu tinggi kalau dilihat dari kacamata manusia. Tapi, bagi kucing, pohon itu pasti kelihatan tinggi sekali, makanya Oro cuma berani memanjat, tapi tak berani turun dari sana.
“Oro, diam di situ!” seruku pada Oro. Kutatap pohon kenanga di depanku. Aku tak tahu kenapa ada pohon kenanga di tempat ini. Ah, itu bukan sesuatu yang harus kupikirkan sekarang. Aku heran kenapa aku harus memikirkan hal tak penting semacam itu, sementara aku harus menyelamatkan Oro yang tak berani turun dari pohon.
Saat aku hendak memanjat, sebuah tangan mendadak mencengkal lenganku. Sontak aku menoleh ke belakang dan mendapati si cowok bersuara manis lah yang mencegah aksiku menyelamatkan Oro.
“Apa sih? Lepas nggak?” seruku sambil menarik tanganku.
“Mau ngapain kamu?”
“Memang kamu nggak bisa lihat? Tuh, Oro ada di atas pohon. Tadi dia manjat, tapi nggak berani turun.”
“Kamu mau manjat pohon?”
“Ya, iyalah,” dengusku. “Udah sana, minggir. Jangan pikir karena aku cewek, aku nggak berani manjat, ya. Kalau cuma manjat pohon sih aku juga bisa.” Aku kembali berancang-ancang menaikkan kaki untuk memanjat pohon waktu cowok itu kembali mencengkal tanganku. Aku melotot marah. Apa sih maunya cowok ini?
“Aku aja yang manjat. Kamu diam di sini.”
Cowok itu mendorong tubuhku ke samping. Tanpa berkata apa-apa lagi, dengan lihai kakinya memijak dahan demi dahan pohon, dan meraih Oro yang terus-terusan mengeong. Karena tangan dan kaki cowok itu cukup panjang, dengan cepat dia melakukannya. Dari bawah sini, pemandangan cowok itu menyelamatkan Oro cukup bikin aku kembali terpesona melihat postur tubuhnya yang menawan, mirip atlet saja.
Setelah turun, Oro didekap cowok itu. Aku bersedekap. Baiklah, mari lupakan betapa menawannya cowok ini. Sekarang aku harus mendapatkan Oro dan balik ke rumah, sebelum Papa pulang dan mendengar Jihan berkoar-koar mengenaiku pada Papa.
“Kembalikan Oro!” seruku lantang pada cowok itu. “Tadi aku nggak minta bantuanmu, ya. Aku juga bisa manjat, kok!”
Cowok itu mendesah keras. Dia memandangku seolah aku ini murid bebal yang perlu dinasihati berkali-kali. “Begini aja. Sekarang kita ke rumahmu. Aku mau ketemu adikmu buat membuktikan kalau kucing ini bukan miliknya. Kamu berani?”
Aku mendengus. “Siapa takut!” seruku mantap.
***
Aku dan si cowok bersuara manis akhirnya keluar dari kebun pepaya dan berjalan pulang menuju rumahku. Kami diam saja selama perjalanan. Berkali-kali aku melirik ke arahnya. Andai saja tidak ada kejadian ini, bisa saja aku menargetkan cowok ini untuk jadi pacarku. Sudah ganteng, tinggi lagi. Yah, minus dia suka kucing, sih. Aku benci sekali kucing. Sudah lama aku memutuskan untuk tidak dekat-dekat dengan cowok yang suka kucing. Kebanyakan pencinta kucing sangat terobsesi dengan kucing peliharaan mereka. Rasanya malas saja aku dijadikan prioritas kedua.
Yah, aku tahu ketidaksukaanku pada kucing terlihat menyebalkan. Tapi, mau bagaimana lagi. Seperti itulah adanya diriku. Yang penting kan aku tidak melakukan sesuatu yang buruk pada kucing. Aku tidak menendang atau menyakiti mereka. Aku hanya jauh-jauh berurusan dengan kucing. Menurutku begitu saja sudah cukup bagiku.
Waktu asyik melamun, aku baru menyadari si cowok bersuara manis tengah menunduk sambil memandangku dari samping. Entah kenapa rasanya perutku seperti diaduk melihat caranya menatapku. Aku jadi salah tingkah dan berkeringat dingin. Ya ampun, apa penampilanku begitu kucel gara-gara tadi aku belum mandi?
“Rumahmu masih jauh?” Cowok itu akhirnya bersuara.
Aku menggeleng waktu melihat gapura kompleks perumahanku. “Udah deket, kok,” sahutku, mulai bersiap-siap. Baiklah, setelah ini akan kutunjukkan siapa pemilik Oro yang sesungguhnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
IM silver
cerita tentang kucing seperti ini mesti dibaca, lanjut baca
2020-05-17
6
Nurul M Rahmah
aku udah bomb like, ditunggu feedbacknya yah
2020-04-06
1
Yora
lah aku juga ikut salah. mantap nih author.
2020-03-22
2