Empat

Aku menatap Jihan dan si cowok bersuara manis bergantian. Mataku mengerjap beberapa kali, tak percaya apa yang sedang kulihat. Masih tak percaya, aku menggosok kedua mataku. Ternyata aku tak sedang berhalusinasi. Jihan sedang menggendong Oro, begitu juga cowok bersuara manis itu. Mataku membelo. Tunggu dulu. Sejak kapan Oro bisa membelah diri? Kok Oro bisa ada dua?

“Sudah kubilang kan sebelumnya?” ucap si cowok bersuara manis padaku dengan sedikit ketus.

Aku cuma meringis. Kutatap Jihan dan si cowok bersuara manis yang sama-sama menggendong kucing oranye. Atau lebih tepatnya Jihan menggendong Oro, dan si cowok bersuara manis menggendong Fay, kucing peliharaannya.

Akhirnya, kejadian sebenarnya pun terkuak. Ternyata Oro tak pernah keluar rumah. Selama Jihan pipis, rupanya Oro asyik mejeng di atas genteng. Jihan yang keburu panik, langsung heboh sendiri. Karena itulah, dia mengancamku supaya mencari Oro.

“Hei, jangan salahin aku, ya! Salahin dia nih!” tunjukku pada Jihan, mencoba membela diri. Yah, aku memang salah sih sudah seenaknya mengaku-ngaku kucing orang. Tapi, wajar dong? Oro dan Fay punya penampilan yang sama persis—terutama ekornya yang mirip kemoceng itu. Nenek-nenek rabun juga pasti kesulitan membedakan keduanya. Kecuali mungkin kalung yang mereka pakai. Kalung Fay berwarna merah, sementara Oro berwarna hijau.

Si cowok bersuara manis diam saja. Kelihatan sekali dia sebal dengan sikapku. Aku bersungut-sungut. Mungkin dia mengharap permintaan maaf dariku. Hih. Sori, ya. Aku tidak merasa bersalah sama sekali. Ini kan murni kesalahpahaman. Lagipula siapa suruh kucingnya mirip sekali dengan Oro.

“Udah, ya. Masalahnya clear.” Akhirnya aku bangkit dan masuk ke dalam untuk minum. Aku kehausan sekali. Sebenarnya, tadi aku mau mampir beli es doger di jalan. Tapi, karena aku sedang bareng si cowok bersuara manis, aku jadi urung melakukannya.

Omong-omong, dari tadi aku belum tahu nama si cowok bersuara manis. Bukannya aku penasaran sih, hanya saja aku tak pernah melihatnya di sekitar sini. Apa mungkin dia orang baru? Bisa jadi. Mungkin aku bisa menanyakannya nanti. Tapi, mengingat cowok itu terlihat antipati padaku—gara-gara masalah Oro tentu saja—aku jadi pesimis bisa sok akrab dengannya nanti.

Setelah minum dan tenggorokanku tak kering lagi, aku pergi ke ruang tamu. Dari jendela ruang tamu, kulihat si cowok bersuara manis dan Jihan tengah ngobrol akrab sembari mendekap kucing masing-masing. Karena penasaran, aku pun menguping pembicaraan mereka.

“Jadi, Kak Saba punya berapa kucing? Nanti aku boleh mampir, kan? Nanti kuajak Oro juga deh, biar dia bisa main bareng Fay.”

Mataku memicing mendengarnya. Jadi, nama cowok itu Saba? Aku manggut-manggut. Dari dalam sini, kulihat Saba tak terlihat seketus waktu aku bicara dengannya tadi. Aku mencibir dalam hati. Dasar pencinta kucing. Mereka pasti cuma mau bermanis-manis dengan sesama pencinta kucing saja.

“Boleh. Dateng aja. Nanti aku kasih alamat rumahku. Nggak jauh dari sini, kok. Kalau mau, kamu juga bisa mampir ke kafe kucing milik Mamaku.”

“Apa?! Kafe kucing?!” Jihan berteriak histeris. Aku sampai menutup telingaku saking kagetnya mendengar teriakan Jihan.

“Tapi, masih belum buka, sih. Tunggu aja. Sekarang masih dalam tahap perencanaan. Mama sedang mendiskusikan konsepnya dengan partner kerjanya.”

“Pasti aku bakal datang! Pokoknya kasih aku kabar ya, Kak!” Jihan masih memekik heboh mendengar kafe kucing Mama Saba yang kabarnya mau buka.

Aku manggut-manggut lagi. Satu lagi info tentang Saba yang kudengar. Eh, bukan berarti aku penasaran, lho. Aku cuma, yah… karena Saba tergolong orang asing bagi Jihan, jadi aku harus tahu seluk-beluk tentangnya. Siapa tahu kan Saba bukan cowok baik? Apalagi Jihan masih kecil. Dia masih polos dan tak tahu ada banyak manusia jahat di luar sana.

“Oh ya, kakakmu tadi namanya siapa?”

Mendengar Saba ingin tahu namaku, aku langsung menempelkan kuping ke kaca jendela. Untunglah jendela ruang tamuku terbuat dari kaca riben. Kaca ini berwarna gelap dan tembus pandang pada satu sisi. Jadi, Saba yang ada di teras rumah tak akan bisa melihatku yang sedang menguping pembicaraannya dengan Jihan.

“Namanya Inka. Kenapa, Kak? Kak Saba masih sebel ya gara-gara kejadian tadi?”

“Bukan itu, kok.” Saba mengeleng. “Ada yang bikin aku penasaran. Rambut kalian sama-sama merah kecokelatan. Jangan-jangan dicat, ya?”

“Oh, ini?” Jihan menyentuh rambutnya yang bergelombang dan menjuntai melewati bahu. “Tentu aja nggak. Aku sama Kak Inka punya rambut seperti ini gara-gara Mama yang orang Skotlandia. Begini-begini aku ada keturunan bule, lho!” seru Jihan bangga.

Aku menepuk jidatku. Aduh, Jihan. Kenapa dia bangga sekali sih menyebut dirinya ada keturunan bule? Aku jadi membayangkan dia bilang seperti itu pada semua orang yang baru berkenalan dengannya. Yah, bukan berarti itu buruk juga, sih.

Saba sontak tertawa. “Jadi, Mama-mu orang Skotlandia?”

Jihan mengangguk. “Benar. Mama-ku cantik, lho. Wajahnya mirip aku sama Kak Inka.”

Saba mengangguk lagi. “Aku jadi penasaran pengin kenal Mama-mu. Kamu tahu coupari, nggak? Coupari itu kucing telinga lipat dari Skotlandia. Nama lainnya kucing berwajah burung hantu. Aku pengin tahu apa di Skotlandia sana ada banyak kucing ini. Aku bisa tanya Mama-mu, nggak? Apa dia ada di rumah?”

Mendadak wajah Jihan langsung berubah mendung. Dia memeluk Oro erat dengan wajah tertunduk.

Melihat Jihan yang sepertinya hendak menangis, aku langsung buru-buru keluar. Aku terbatuk berkali-kali sebagai isyarat supaya Saba tak bertanya lagi mengenai Mama pada Jihan. Saba mengerutkan alis bingung melihatku yang mendadak nongol. Aku melotot dan menggerakkan alisku naik-turun supaya dia mengerti. Saba makin bingung. Mungkin dianggapnya aku kurang kerjaan, karena tiba-tiba muncul dan melakukan aksi pantomim padanya.

“Kamu kenapa, sih?” tanya Saba akhirnya.

Tanpa berkata apa-apa, aku langsung menyeret Saba berdiri dan menjauh dari Jihan. Setelah agak jauh, aku segera menjelaskan kenapa Jihan berwajah muram waktu Saba menyinggung tentang Mama.

“Mama-ku sudah nggak ada. Dia meninggal waktu melahirkan Jihan,” ujarku dengan nada sedikit berbisik.

Saba terlihat terkejut. “Oh. Maaf. Aku nggak tahu. Aduh, berarti Jihan…” Saba terlihat tidak enak. “Maaf, aku nggak bermaksud membuatnya sedih. Pantas dia kelihatan lesu waktu kubilang pengin ketemu Mama-nya.”

“Begitulah. Lebih baik kamu pulang. Bisa, kan?”

“Kamu mengusirku?” Saba terlihat tidak terima.

Aku mendengus. “Itu lebih baik, kan? Aku nggak mau Jihan sedih gara-gara ngobrol denganmu. Yah, emang sih kadang tingkah Jihan menyebalkan. Tapi, tetap saja dia adikku.” Tanpa berkata apa-apa lagi, aku membalikkan badan, dan segera menemui Jihan untuk menghiburnya.

Waktu menoleh ke belakang, aku tak melihat penampakan Saba. Aku menghela napas lega. Syukurlah cowok itu sudah pergi dari hadapan Jihan.

***

“Ih! Kak Inka apa-apaan, sih? Kenapa Kak Saba diusir?” seru Jihan waktu aku hendak menghiburnya. Aku sontak menutup kuping rapat-rapat. Ampun, deh. Kenapa sih Jihan hobi banget teriak-teriak?

“Tadi kamu sedih kan waktu Saba bilang pengin ketemu Mama? Makanya aku usir dia,” cetusku.

“Kak Inka sok tahu banget, deh. Tadi kan aku mendadak laper. Perutku keruyukan. Makanya aku nunduk sambil meluk Oro. Aku malu kalau Kak Saba denger suara perutku.” Jihan mengerucutkan bibirnya dengan mimik lucu. “Lagian Kak Inka sok tahu banget, sih. Aku udah nggak sedih, kok, kalau ngomongin Mama. Padahal aku suka banget sama Kak Saba. Aku pengin banget mampir ke rumahnya. Kak Saba kan belum kasih aku alamatnya, eh... Kak Inka malah ngusir dia!”

Aku bersungut-sungut, mencoba menahan marah yang menggelegak di dadaku. Kenapa sih hari ini menyebalkan sekali?! Mulai dari insiden eek Oro yang nangkring di tempat tidurku, Oro yang hilang, sampai Jihan yang malah marah-marah gara-gara aku berusaha mengusir orang yang kupikir sudah membuatnya teringat Mama. Aku mendengus keras. Dengan mata melotot dan tangan di pinggang, aku berteriak pada Jihan.

“Masa bodoh! Aku mau tidur!” seruku lantang, lalu mengentakkan kaki masuk ke kamar. Cukup hari ini saja aku sial. Jangan sampai besok aku kena sial juga.

Terpopuler

Comments

ICA CUTEK😎

ICA CUTEK😎

ditunggu feedback nya yah

2020-12-17

0

noname

noname

🖤🖤🖤🖤🖤🖤

2020-06-28

2

ikka fahri

ikka fahri

aku sudah mampir nih! jangan lupa mampir ya ke Siksa Rindu, ditunggu like komen vote follow juga. Aku sudah semuanya di novel kamu... semangat 💪💪💪

2020-04-02

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!