Sean mengerang saat pria itu merasakan tenggorokannya yang seperti terbakar oleh cairan yang baru saja ia teguk.
Sial!
Minuman apa yang diberikan teman Sean tadi?
"Hahahaha! Bagaimana, Sean? Enak bukan?" Tanya teman Sean seraya tertawa mengejek ke arah Sean.
"Brengsek! Kau memberiku minuman apa?" Tanya Sean emosi.
Seumur-umur Sean tidak pernah bersinggungan denga minuman keras laknat ini. Dad Nick dan Abang Kyle pasti akan langsung membunuh Sean jika tahu Sean mabuk-mabukan atau menyentuh minuman keras ini.
"Minuman yang akan membuatmu menjadi pria sejati!" Teman Sean menuangkan lagi minuman ke gelas Sean.
"Ayo bersulang, lalu kau akan merasa ketagihan!"
"Tidak!" Tolak Sean cepat.
Sean bangkit dari duduknya dan kepalanya sedikit sempoyongan.
"Jangan seperti banci begitu, Sean! Minum sedikit dan kau tak mungkin mabuk!" Teman sialan Sean tersebut kembali menarik Sean untuk duduk dan mencekoki Sean dengan minuman dari gelasnya lagi.
Sean berontak dan mendorong teman brengseknya itu sekuat tenaga.
Beberapa orang datang dan segera melerai Sean dan teman brengseknya.
Tidak!
Mereka tidak melerai Sean. Mereka malah memegangi Sean yang kepalanya terasa berputar-putar dan menjatuhkan tubuh Sean ke lantai.
"Mungkin kau mau minum langsung dari botolnya, Sean?" Tanya teman Sean tadi yang langsung mencekoki Sean dengan minuman keras langsung dari botolnya.
Sial sekali Sean malam ini karena bertemu teman-teman kuliahnya yang brengsek ini.
Tahu begini, Sean tadi tidak perlu datang ke acara party bodoh ini.
Sean terpaksa menelan semua minuman keras itu karena terus memenuhi mulut dan tenggorokannya.
Tambah satu pil agar kau bisa bersenang-senang malam ini!" Teman brengsek Sean memasukkan sebuah pil yang langsung larut ke dalam botol minuman, yang isinya terus diteguk oleh Sean.
Sial!
Pil apa itu?
Narkoba?
Sean tak bisa diperlakukan seperti ini!
Sean segera berontak dan menyentak tangan orang-orang yang memeganginya.
Sean bangkit berdiri dengan tubuh sempoyongan dan kepala yang berdentum-dentum menyakitkan.
Brengsek!
Sialan!
Sean merasa mabuk sekarang.
Dad Nick akan mengamuk jika Sean pulang ke rumah. Sebaiknya Sdan ke apartemennya saja malam ini.
Sean keluar dari rumah temannya dengan tubuh sempoyongan. Meraba-raba sakunya mencari kunci mobil.
Pandangan Sean terasa berputar-putar namun Sean memaksa untuk teatp mengemudikan mobilnya ke arah apartemennya yang hanya berjarak beberapa blok.
Namun sepertinya malam ini Sean benar-benar sedang sial.
Tepat di depan sebuah kafe, Sean nyaris menabrak pasangan kekasih yang hendak menyeberang di zebra cross.
Sean berhasil membanting stir mobilnya hingga menabrak trotoar dan tidak jadi menabrak dua orang tadi.
"Woy!" Pintu mobil diketuk dari luar. Sean yang semakin sempoyongan segera membuka pintu mobil.
"Maaf!" Ucap Sean, namun dengan tatapan menantang.
"Jangan mengemudi saat mabuk!" Gertak seorang pria yang tadi hampir Sean tabrak.
"Saya sudah minta maaf!" Jawab Sean tak kalah galak.
Hingga tiba-tiba suara seorang gadis yang sepertinya akrab di telinga Sean membantu menyelesaikan masalah antara Sean dengan dua orang tadi.
Apa ini Emily?
Mendadak Sean jadi memikirkan kekasihnya tersebut dan ingin menghabiskan malam bersama Emily.
Tapi tadi Emily mengatakan kalau ia serang tak enak badan dan tidak bisa menemani Sean ke party bodoh tadi.
Apa sekarang Emily sudah membaik dan datang menjemput Sean.
"Sean, aku antar pulang ke rumahmu," suara gadis itu lagi.
Sedikit berbeda dari suara Emily. Tapi dia cantik juga.
"Tidak! Antar aku ke apartemen saja!" Titah Sean pada gadis yang wajahnya tidak terlalu jelas bagi Sean karena pandangan mata Sean yang kabur dan berkunang-kunang.
Sean tak ingat apa-apa lagi setelahnya. Yang Sean ingat, Sean merasakan rasa panas yang merambati tubuhnya lalu Sean butuh pelampiasan. Dan Emily yang tiba-tiba ada di depan Sean. Jadi Sean segera menerjang kekasihnya tersebut.
Bukankan nantinya Sean juga akan menikah dengan Emily?
Jadi mau sekarang atau nanti, akan sama saja hasilnya.
Sean hanya sedang butuh pelampiasan malam ini.
****
Sean merasakan kepalanya yang berdentum dan sekujur tubuhnya yang remuk redam saat bangun keesokan paginya. Samar-samar, Sean mendengar suara isak tangis dari seseorang di sudut kamar apartemennya.
Sean mengerjapkan matanya berulang kali untuk melihat siapa yang menangi. Dan Sean kaget setengah mati saat mebdapati Rachel yang duduk meringkuk di sudut tempat tidur , seraya menutupi tubuhnya dengan selimut Sean.
Lebih kaget lagi, saat Sean mendapati tubuhnya yang juga tak terbalut sehelai kainpun.
Apa yang sudah terjadi?
Jadi semalam yang Sean bawa ke apartemen adalah Rachel dan bukan Emily?
Bodoh!
Apa yang sudah kau lakuakn, Sean?
"Rachel," Sean menatap penuh rasa bersalah pada Rachel yang masih terisak.
"Kamu jahat, Sean!" Ucap Rachel terbata-bata diantara isak tangisnya.
"Rachel aku minta maaf. Aku-" Sean bahkan bingung harus berucap apa pada Rachel selain minta maaf.
"Aku mau pulang," cicit Rachel yang masih sesenggukan.
Sean menyodorkan tisu pada sahabat Emily tersebut.
"Akan ku antar, tapi hapus dulu airmatamu!"
"Kau masih mabuk?" Tanya Rachel takut-takut.
"Tidak! Aku sudah tidak mabuk. Aku akan mengantarmu pulang sebentar lagi," Sean mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar untuk mencari bajunya dan juga baju Rachel.
"Aku mandi sebentar!" Sean sudah berlari ke arah kamar mandi yang ada di dalam kamar, dan Rachel memejamkan matanya dengan rapat tidak mau lagi melihat tubuh polos Sean. Sekalipun semalam, Rachel sudah melihatnya berulangkali, dan pria itu yang juga sudah merenggut mahkota berharga milik Rachel.
Sean keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang hanya terbalut handuk. Rachel masih meringkuk di tempatnya semula.
"Bajumu dimana? Aku tak bisa menemukannya," tanya Sean lembut pada Rachel yang masih sesenggukan.
"Kau melucutinya di sofa depan," jawab Rachel seraya menundukkan wajahnya.
Sean segera keluar dari kamar dan mengambil baju Rachel yang berserakan di ruang tamu. Saat Sean kembali masuk ke kamar, Rachel rupanya masih berada di dalam kamar mandi.
Sean segera memakai bajunya dengan cepat dan keluar dari kamar, lalu menutup pintu untuk memberikan privasi kepada Rachel.
Sean duduk di minibar yang ada di dapur apartemennya dan membuat kopi.
Langit masih gelap, dan jam masih menunjukkan pukul lima pagi. Sean memijit pelipisnya sendiri, merutuki hal bodoh yang terjadi kepadanya sejak semalam.
Andai Sean tidak datang ke party sialan itu, pasti Sean tidak perlu menyakiti Rachel seperti ini.
Sekarang bagaimana Sean akan membicarakannya dengan Emily?
Atau Sean akan merahasiakan saja ini semua, lalu menikahi Emily. Tapi bagaimana dengan Rachel?
"Sean!" Teguran dari Rachel membuyarkan lamunan Sean.
"Kau sudah selesai?" Tanya Sean yang kini memindai penampilan Rachel dari ujung kaki hingga ujung kepala.
"Aku mau pulang. Bisa kau bukakan pintu itu?" Rachel menunjuk ke arah pintu utama apartemen Sean.
"Aku akan mengantarmu pulang." Sean masuk ke kamaf dan mengambil jaketnya, serta sebuah jaket lagi untuk Rachel.
"Mobilmu masih di depan kafe semalam, menabrak trotoar," Rachel memberi laporan pada Sean tanpa menatap pria tersebut.
"Akan kuurus nanti," Sean hendak memakaikan jaketnya pada Rachel. Namun Rachel menolak dan memilih mengenakan sendiri jaket berwarna hitam tersebut.
"Aku akan mengantarmu naik motor. Kau tidak keberatan, kan?" Sean menyodorkan sebuah helm pada Rachel.
Rachel hanya menggeleng dan segera mengikuti langkah Sean untuk keluar dari apartemen. Gadis itu terus saja menundukkan wajahnya hingga mereka tiba di basement gedung.
.
.
.
Terima kasih yang sudah mampir.
Dukung othor dengan like dan komen di bab ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
PERGI AZA LO KE PARTY2 YG GK ADA MNFAATNYA, YG ADA HNY MAKSIAT...
2023-05-13
0
Manggu Manggu
semangat👍
2022-11-10
0
Sweet Girl
sedih sih ..... tp yok opoh maneh.....?
2022-01-14
0