Seorang gadis berdiri dengan gelisah di sebuah halte bus yang tak jauh dari area kampus. Langit yang sudah berubah menjadi gelap karrna mendung dan hari yang beranjak malam, membuat gadis itu kian gelisah. Berulang kali, gadis berambut lurus sepunggung tersebut melihat arloji di pergelanga tangannya, dan menatap ke arah kendaraan yang berallu lalng seakan sedang menunggu seseorang.
Suasana halte sudah semakin mencekam, saat gerimis mulai turun membasahi bumi. Ditambah gadis itu yang kadang duduk, kadang berdiri, dan hanya tinggal ia sendirian di sana.
Dan saat lalu lalang mobil sedikit sepi, segerombolan pemuda tiba-tiba melintasi halte, membuat gadis itu semakin gelisah. Mau kabur, tidak ada celah. Diam di tempat sama saja cari mati.
Sepertinya gadis sembilan belas tahun itu benar-benar dalam masalah besar sekarang.
"Hai, cewek! Kok sendirian? Sedang menunggu angkot atau bus?" Goda salah satu pemuda yang berambut gondrong.
"Pweeeet! Seksi banget sih kamu! Ikut kita saja, yuk! Daripada disini digigitin nyamuk, mending gigitin kita-kita." Goda pemuda yang lain.
Gadis yang ketakutan itu merapatkan jaket yang membalut tubuhnya dan berusaha menjauh dari pemuda-pemuda tak jelas yang mulutnya bau alkohol tersebut.
Namun hujan yang semakin ders mengguyur bumi, membuat gadus utu tak bisa lati kemana-mana.
Sial!
"Cewek! Namanya siapa? Nggak usah jual mahal begitu, dong!" Seorang pemuda sudah berani mencolek lengan gadis itu. Pemuda yang lain ikut mencolek, dan gadis itu semakin ketakutan. Hingga sebuah suara membuat para pemuda nakal itu terkejut.
"Woy! Jangan gangguin gadis itu!" Sean turun dari motornya, mengabaikan tubuhnya yang basah kuyup terkena air hujan.
"Siapa kamu betani ikut campur? Nantangin, heh?" Salah satu dari pemuda yan mearsa terusik tersebut menghampiri Sean dan hendak memukul wajah, Sean. Namun gerakan Sean lebih gesit dan dengan satu tendangan, pemuda yang mabuk itu langsung jatuh tersungkur di lantai halte.
Teman-temannya yang merasa tak terima segera menyerang Sean dan main keroyokan. Satu lawan empat, rasanya memang tak seimbang. Namun Sean ternyata punya ilmu beladiri yang mumpuni hingga akhirnya bisa membuat para pemuda yang mabuk itu jatuh tersungkur.
Hingga akhirnya para pemuda mabuk itu lari tunggang lanngang meninggalkan halte.
Gadis yang tadi ditolong oleh Sean masih berdiri mematung di sudut halte dan masih ketakutan.
"Hai, kau baik-baik saja?" Tanya Sean khawatir memindai kondisi gadis yang ketakutan itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. Namun gadis itu sepertinya begitu pemalu, hingga ia terus-terusan menundukkan wajahnya.
"Aku Sean!" Sean mengulurkan tangannya pada gadis itu sebagai tanda perkenalan.
"Rachel! Terima kasih!" Ucap gadis itu seraya menjabat tangan Sean secara singkat sebekum menarik kembali tangznnya dan masih menundukkan wajah.
Sebuah mobil warna silver berhenti tepat di depan halte. Rachel berjalan cepat menghampiri mobil silver tersebut tanoa berpamitan pada Sean.
Gadis aneh!
"Maaf, Papa terlambat, Rachel! Tadi mendadak ada korban kecelakaan, jadi Papa harus menanganinya sebentar," ujar dokter Steve pada Rachel yang sudah masuk ke mobil dan memasang sabuk pengaman.
"Apa terjadi sesuatu? Siapa pemuda yang di halte bersamamu tadi?" Tanya dokter Steve lagi karena Rachel hanya diam dan seperti ketakutan.
"Rachel juga tidak tahu, Pa!" Jawab Rachel tergagap.
"Kita pulang sekarang kalau begitu." Dokter Steve sudah mengemudikan mobilnya meninggalkan halte dan meninggalkan Sean yang masih berdiri sendirian di halte.
****
Emily berjalan riang masuk ke pelataran kampus seraya mengedarkan pandangannya ke sekeliling kampus yang masih sepi. Tadi Emily ke kampus di antar oleh Ayah Satria, jadilah Emily datang kepagian. Biasanya kalau berangkat bareng Sean, Emily datangnya tidak akan sepagi ini.
Bruuk!
Emily yang tak memperhatikan langkahnya, tak sengaja menabrak seorang gadis yang membawa beberapa buku di tangannya. Gadis itu jatuh terduduk dan bukunya juga ikut jatuh berserakan.
"Eh, maaf!" Ucap Emily cepat yang langsung membantu gadis itu berdiri dan memunguti buku-bukunya yang berserakan.
"Maaf, ya! Aku nggak sengaja tadi," ucap Emily sekali lagi setaya mengangsurkan buku-buku yahg sudah selesai ia kumpulkan pada sang empunya.
"Tidak apa! Aku juga jalannya kurang hati-hati tadi," jawab gadis itu mengulas senyum.
"Oh, ya! Aku Emily," Emily mengulurkan tangan sekaligus menyebutkan namanya sebagai tanda perkenalan.
"Aku Rachel," ucap gadis itu masih mengulas senyum di bibirnya dan membalas jabat tangan Emily.
****
"Rachel, pulang bareng kami, yuk!" Ajak Emily pada Rachel yang masih duduk di halaman depan kampus dan sepertinya tengah menunggu jemputan.
Rachel melirik arloji di tangannya sebelum menjawab pertanyaan Emily,
"Papa datang bentar lagi, kok! Kamu duluan aja, Em!"
Rachel mendongakkan kepalanya dan sedikit terkejut melihat pria yang bergandengan tangan dengan Emily.
"Oh, iya! Kenalin, ini Sean. Pacar aku," Emily memperkenalkan Sean dengan nada bangga.
"Pacar?" Gumam Rachel setengah percaya.
Rachel tentu masih ingat dengan wajah ganteng itu. Pria itu yang tempo hari menyelamatkan nyawa Rachel.
Dan, apa kata Emily barusan?
Dia pacarnya Emily?
Dunia sempit sekali.
"Sean, ini Rachel. Yang sering aku ceritain ke kamu itu," Emily ganti memperkenalkan Rachel pada Sean.
"Oh, yang kata kamu sahabat baikmu itu, ya? Baru kenal udah langsung jadi sahabat," tebak Sean yang sepertinya langsung paham.
"Hai, aku Sean!" Sean mengulurkan tangannya pada Rachel.
"Aku Rachel," jawab Rachel sedikit malu.
"Kok wajah kamu kayak nggak asing, ya? Kita pernah bertemu sebelum ini?" Sean terlihat mengingat-ingat sesuatu, namun Rachel sudah menggeleng dengan cepat.
"Mungkin perasaan kamu aja, Sean! Wajah aku memang pasaran," ujar Rachel sedikit meringis.
"Hahaha! Bisa aja kamu, Rachel!" Timpal Emily yang langsung tergelak mendengar kalimat Rachel tentang wajah pasaran.
Sementara Rachel hanya menundukkan wajahnya dan sedikit merasa kecewa karena ternyata Sean tidak ingat kepadanya.
Ah, tapi untuk apa juga Sean mengingat Rachel.
Saat di halte itu saja, Rachel bersikap ketus dan cuek setengah mati pada Sean. Jadi wajar saja, jika Sean langsung malas mengingat-ingat nama serta wajah Rachel.
Bim bim!
Suara klakson mobil warna putih yang berhebti di depan Rachel, Emily, dan Sean membuyarkan lamunan Rachel.
Papa Rachel sudah datang ternyata.
"Aku duluan, Em!" Pamit Rachel seraya mengulas senyum pada Emily dan Sean.
"Oke, bye!" Emily melambaikan tangan pada Rachel yang sudah masuk ke dalam mobil.
Mobil putih itu segera melaju meninggalkan area kampus.
"Kita pulang juga yuk, Sean!" Ajak Emily seraya menggamit lengan Sean dan bergelayut manja pada kekasihnya tersebut.
"Pulang ke rumah Mom apa ke rumah Bunda?" Tanya Sean yang sudah merangkul mesra Emily.
Pasangan kekasih itu berjalan sambil bersenda gurau menuju ke tempat parkir.
"Enaknya kemana? Ke rumah Mom aja kayaknya, sambil nunggu Abang Kyle pulang kerja. Nanti bisa minta traktir sama Abang Kyle," usul Emily pada Sean.
"Lah, ngapain nunggu Abang Kyle kalau mau minta traktir. Aku juga bisa kok traktir kamu mau makan apa?" Tanya Sean dengan nada sedikit sombong.
"Yang enak apa?" Emily malah balik bertanya pada Sean.
"Yang enak masakan Bunda. Pulang ke rumah Bunda aja, yuk! Aku kangen masakannya Bunda," gantian Sean yang mengajukan usul.
"Lebay! Mom suruh belajar masak juga, biar kamu juga bisa kangenin masakan Mom," kikik Emily yang langsung membuat Sean tergelak.
"Hancur nanti dapur di rumah kalau Mom masak. Dad bisa ngamuk juga trus ngomel 'Ngapain bayar selusin maid mahal-mahal kalau istriku tercinta masih harus turun memasak di dapur?'" Sean menirukan gaya Dad Nick saat sedang marah atau mengomel.
Terang saja, hal itu langsung membuat Emily tertawa terbahak-bahak.
"Aku juga belum bisa masak, lho. Jangan-jangan aku juga titisannya Mom Bi," kekeh Emily sok serius.
"Nggak usah belajar masak!" Sean masih merangkul Emily dengan lebay.
"Besok kalau kita udah nikah, aku bakalan bayar dua lusin maid buat kamu. Jadi kamu nggak perlu memasak atau beres-beres rumah." Lanjut Sean dengan nada sedikit lebay.
"Siapa juga yang mau nikah sama kamu," cibir Emily sedikit menggoda Sean.
"Kamulah! Kan kamu udah jadi calon istriku sejak bayi!" Klaim Sean masih dengan nada lebay.
"Kalau akunya nggak mau bagaimana?" Emily masih tak berhenti menggoda Sean.
"Harus mau, dong! Nanti kalau ngga mau aku bikin kamu jadi mau! Kayak yang dilakukan Abi ke Anne itu," Sean menaikturunkan alisnya ke arah Emily.
"Yeee! Dasar mesum! Aku laporin abang Kyle nanti!" Ancam Emily seraya membuka pintu mobil Sean karena kini mereka sudah tiba di tempat parkir.
Emily sudah masuk dan duduk di dalam mobil Sean, dan Sean segera menyusul masuk juga ke dalam mobil.
Tak butuh waktu lama, dan mobil Sean sudah meninggalkan area kampus.
.
.
.
Terima kasih yang sudah mampir.
Dukung othor dengan like dan komen di bab ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Manggu Manggu
semangat💪
2022-11-10
0
Agustina Kris
bangga, sayangnya jagain doang
2022-02-12
0
bebi hiyu
Beberapa kali nemu kata 'pweeett' tapi masih nggak ngerti maksudnya apa. Itu suara siulan gitu ya? kayak wiuwit gitu?
2022-02-01
0