Pagi harinya, Reva sudah bersiap untuk pergi. Sebagai seorang koki utama di tempat kerja nya dia harus datang lebih awal. Mengecek semua bahan makanan juga melihat keadaan dapur.
Setelah menyimpan makanan yang baru di pesannya via online di atas meja, Reva langsung pergi tanpa menunggu Adam turun untuk makan seperti biasanya.
"aduh.. pusing banget ya.." Reva merasakan kepalanya berdenyut tapi tetap saja memutuskan untuk pergi bekerja.
Dia selalu menggunakan jasa ojek online saat berangkat atau pun pulang. Karena lebih praktis menurut nya tak harus lama-lama berdiri di pinggir jalan untuk menyetop taksi.
Adam keluar dari kamarnya, seperti pagi sebelum nya. Rumah sudah sangat rapi, di dapur pun sudah tersedia makanan untuknya.
"sebenarnya dia kerja apa sih, pagi buta sudah harus berangkat." Adam melirik jam Gucci yang bertengger di tangannya, jam 5.45 pagi. Masih sangat pagi baginya yang selalu berangkat setiap jam 08.00.
Drt....Drt
Ponselnya berdering. Adam langsung membuka pesan yang di kirim Calvin.
"*hari ini klien meminta kita bertemu di restoran angkasa, sekalian makan siang katanya*"
Adam tak membalasnya, itu kebiasaan nya. Dia hanya perlu membacanya dan Calvin sudah mengetahui apa jawaban nya.
Masih ada waktu luang di pagi ini bagi Adam, dia tak pernah langsung berangkat menuju kantor. Hal yang pertama dia lakukan adalah menjemput Jessy, lalu berbincang sebentar di apartemen nya. Tepat jam 8, Adam baru pergi ke kantor bersama Jessy.
💋💋💋
Reva terlihat sibuk, tangannya begitu cekatan membuat beberapa makanan. pagi ini pun para karyawan kantor banyak yang sarapan di sini, membuat para pelayan dan koki sibuk hingga jam 10 pagi.
Restoran tempat Reva kerja posisinya memang sangat strategis, begitu dekat dengan pengkantoran, kampus juga mall. Sehingga selalu ramai, apalagi saat mereka tahu kalau hidangannya sangatlah enak. Sebenarnya kantor Adam pun tak terlalu jauh dari sini, hanya butuh waktu 14 menit dari kantor Adam menuju kesini. Reva tahu itu, tapi dia tak pernah mau mengatakan nya pada Adam karena dia tahu Adam pun tak mau pernah peduli dengan dirinya.
"ugh." Reva memegang meja dengan tangannya yang gemetar, kepalanya begitu pusing dan pandangannya sedikit meremang.
"kak Reva, apa kakak sakit?" Zaki yang merupakan asisten koki mencoba menahan tubuh Reva yang terhuyung. Semua yang ada di dapur berkerumun mendekati nya.
"kak, jangan terlalu di paksakan. istirahat lah. masih ada kami."
"iya kak,. atau pergi berobat saja."
Semua terlihat sangat khawatir. Reva merasakan ke hangatan saat di sini, itulah sebabnya dia sangat menyukai pekerjaan ini. Semua pekerja begitu peduli padanya.
"ada apa?" Arnold selaku pemilik restoran segera menghampiri Reva yang kini tengah duduk. "kau sakit Reva?"
"aku hanya pusing kok paman. istirahat sebentar juga akan membaik." ujar Reva menahan sakit.
Arnold tak percaya itu dengan cepat dia menarik tangan Reva dan membawanya keluar.
"aku antar kau berobat. jangan memaksakan dirimu."
"tapi paman.."
"aku tak pernah suka dengan kata bantahan." Ucap Arnold membuat Reva bungkam dan pasrah saja saat Arnold menarik tangannya.
"ummm..." Reva merasa semakin pusing. Kakinya merasa lemas dan tak kuat lagi untuk berdiri.
Arnold menyadari itu dan dengan sigap mengangkat tubuh Reva yang kini mulai setengah sadar. Arnold Poernomo, pria yang tak lagi muda itu merutuki Reva dengan kesal. Dia tak menyukai sikap Reva yang selalu memaksakan dirinya. Sebagai seorang paman dari suaminya membuat Arnold harus menjaga Reva.
Arnold tak habis pikir dengan sikap Adam, kenapa dia mengijinkan istrinya untuk bekerja padahal penghasilannya pun cukup untuk memberikan makan orang sekampung.
Arnold membawa Reva ke rumah sakit. Dia pun langsung menghubungi Venty dan Adam setelah nya.
"kak, aku masih ada pekerjaan di restoran. cepat lah." Arnold menutup telponnya lalu segera menghubungi Adam.
"iya paman, ada apa?"
"istri mu pinsan,aku membawa nya kerumah sakit. apa kau tak tahu kalau dia sakit Adam?"
Tak terdengar suara Adam setelah pertanyaan nya, menunjukan kalau Adam memang tak mengetahui kalau Reva tengah sakit hari ini. Dia juga tak pernah mengatakan apapun bukan, bagaimana Adam bisa tahu.
"paman tahu dari keterdiamanmu. cepat lah kemari."
Adam melirik Calvin yang kini tengah sibuk berkutat dengan laptopnya.
"Calvin , batalkan semua pertemuan ku dengan klien." Ujarnya setelah memikirkan semuanya.
"kenapa?" Jessy berdiri dari duduknya, merangkul lengan Adam. Sementara Calvin hanya mengangguk tanpa mau bertanya lebih.
"Reva sakit, dia di rumah sakit sekarang." Jawab Adam. Jessy mempout bibirnya.
"biarkan saja. kan ada ibu mu yang bisa menemaninya."
"Jessy, jika aku tak datang.. nanti ibu akan curiga kalau selama ini aku tak memperhatikannya." Bujuk Adam, tapi tak semua yang di katakan nya benar karena sedikit lebihnya dia juga mengkhawatirkan Reva.
"Humm.. baiklah."
Adam pun pergi tanpa di antar Calvin. Dia menyuruh Calvin untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya untuk sementara.
Setelah di rasanya Adam sudah benar-benar pergi Jessy dengan segera mendekati Calvin, lalu menarik dasi calvin, memainkannya dengan jari.
"hei, mumpung Adam tak ada, aku ingin bermesraan denganmu." Goda Jessy.
Calvin tersenyum miring, melihat tingkah Jessy yang seperti ini membuat nya ingin sekali tertawa. Dia pikir dirinya cantik? Calvin tak pernah menyukainya sedikit pun.
Bukan hal aneh lagi Jessy menggoda nya setiap di belakang Adam. Dan Calvin pun hanya diam tak peduli, dia hanya merasa kasihan pada Adam yang telah di bodohi oleh wanita bermuka dua ini. Sempat Calvin memberitahukan Adam tentang sikap Jessy, tapi seperti kerbau yang di cucuk hidungnya. Adam tak percaya malah menganggap ucapan Calvin hanya lah sebuah gurauan.
"ayolah Calvin.. aku ingin merasakan tubuhmu." Tangan Jessy beralih ke dada bidang Calvin, mengelusnya perlahan.
Calvin masih tak merespon, dia tetap melanjutkan pekerjaan nya.
"aku tak suka bermain di belakang. jika kau mau, lakukan di depan Adam." Ucap Calvin tanpa ekspresi. Masih tetap fokus pada berkas-berkas nya.
"cih.. dasar , so jual mahal." Jessy menarik tangannya kembali lalu berjalan menuju mejanya.
Calvin hanya tersenyum sinis. Meskipun dia seorang pria dewasa bukan berarti dia harus tertarik dengan gadis macam Jessy.
Venty buru-buru keluar dari mobil begitu sampai di rumah sakit.
"Arnold, bagaimana ke adaan Reva?" Napasnya terdengar terengah-engah karena berlari dari arae parkir menuju kamar rawat Reva.
"dia sudah siuaman. dan kak, aku akan kembali ke restoran."
"mm..baiklah. hati-hati."
Arnold pun kembali dengan cepat, saat di koridor depan rumah sakit dia melihat Adam berjalan dengan santai nya seolah tak peduli dengan ke adaan Reva sekarang.
"Adam, bahkan di saat dia sakit saja kau masih terlihat santai" Sindir Arnold. Adam tersenyum mendengarnya.
Arnold sudah mengetahui semua rahasia Adam selama ini karena saat bulan lalu dia tak sengaja melihat Adam dan Jessy pergi ke sebuah club. Dan dengan entengnya Adam memperkenalkan Jessy sebagai kekasih nya.
"jika kau tak mencintai nya, ceraikan dia. jangan terus menyakitinya." Adam mengeryit mendengar penuturan Arnold.
"aku tak ingin kau menyesal nanti, saat kau mulai mencintainya justru dia yang menjauh dari mu dengan sendirinya." Lanjut Arnold.
Adam terdiam. Dia tahu maksud perkataan Arnold. Nasibnya tak jauh berbeda dengan nya, pamannya pun dulu di Jodohkan dan selalu memperlakukan istrinya dengan buruk. Tapi setelah Arnold mulai merasakan cinta justru istri yang dia anggap pembawa sial dalam hidupnya malah pergi entah kemana, sampai sekarang pun masih belum di ketahui keberadaannya.
Adam terkekeh.
"itu tak akan terjadi padaku paman. karena aku yakin dengan hatiku." Katanya begitu percaya diri.
"eummm.. aku juga dulu begitu. tapi tak ada yang tak mungkin." Ujar Arnold membuat Adam bungkam.
Venty mengelus pipi Reva yang begitu pucat. senyumnya sangat lemah.
"Reva, kenapa tak bilang pada Adam kalau kau sakit?"
"aku tak apa kok Bu. mas Adam sangat sibuk. aku tak mau merepotkan nya."
"Reva, jujur sama ibu. apa Adam memperlakukan mu dengan baik? kau terlihat sangat kurus."
Reva tersenyum, begitu bahagia rasanya. Memiliki ibu mertua yang begitu memikirkan kondisi nya.
"tentu saja. mas Adam itu sangat perhatian. mas Adam juga selalu melakukan hal yang romantis." Reva memalingkan wajahnya ke arah lain saat mengatakan itu, dia tak berani menatap wajah Venty.
Adam terpaku di balik pintu, dia mendengar semuanya. Selalu saja, Reva mengatakan hal yang membuat venty mempercayai betapa baiknya putra tunggalnya itu. Bukan pertama kalinya Reva membela Adam di depan ibunya. Adam menjadi tak tahu harus menyikapi semuanya seperti apa. Hatinya memang terenyuh oleh sikap Reva, tapi dia sendiri tak menyadari itu.
Rasa egois dan hatinya yang dangkal membuat matanya buta tak bisa melihat berapa tulusnya wanita itu mencintai dirinya.
"ibu telpon Adam ya, biar dia kesini."
"tak usah Bu. mas Adam pasti sibuk sekarang. jangan ganggu mas Adam. kan ada ibu, Reva senang kok di temenin ibu."
Adam menelan ludahnya, lalu memutar tubuhnya pergi meninggalkan ruangan Reva. Mengurungkan niatnya untuk masuk, lagi pula dia tak tahu harus bicara apa saat masuk nanti. Lebih baik dia kembali ke kantor nya lagi.
Sebenarnya Adam masih ingin menanyakan kenapa Reva bisa bersama Arnold, tapi gengsi yang terlalu besar membuat nya memilih untuk diam saja. Berjalan menjauh dengan rasa gundah di hatinya.
"haaaaah...." Menghembuskan napasnya kasar saat debaran jantungnya kian tak menentu saat mengingat bagaimana Reva selalu memuji dan menutupi semua kesalahannya di depan Venty.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 355 Episodes
Comments
A⃟🍏Z¥NNIA🌺🌺🖋️R⃟😎🐊
kamu terlalu baik Reva ,,, sampai" cinta membuat mu menderita kmu juga mnganggap TK apa
2020-12-27
0
Riyanti
Cintai dia saat dia masi disisimu... hargai dia yg mrnyayangimu... jangan sampai kelak kau menyesalinya.
2020-12-25
0
Siti Asmaulhusna
jangan smpe nnti di kantor si Yesy lagi bercinta dgn laki2 lain
2020-11-24
0