My Bread Loaf

Aku menatap kearah roti daging tersebut, yang sudah terinjak sadis oleh sang pemuda tadi. Bisa saja aku membelinya kembali, tapi aku berhemat apalagi sekarang aku berada di negeri orang.

"Awas aja kalo sampe aku ketemu lagi sama dia aku geprek! Biar tar kalo pulang ke Indonesia Mamah yang bikin sambelnya!" Aku menggerutu di tengah jalan.

Sekarang aku belum sarapan dan kembali pulang ke rumah. Perutku sudah berteriak-teriak minta diberi makan. Untung aku membawa banyak stok mie instan dari Indonesia. Jadi aku bisa sarapan dengan ini dan juga supaya perutku bisa diam. Tiba-tiba terdengar hpku berbunyi, ternyata ini dari Mamah.

"Hallo Mah!" Ucapku menyapa Mamah.

"Aku baik disini. Aku juga abis jalan-jalan loh suasananya bagus banget!" Aku pun bercakap-cakap ringan bersama Mamah.

"Iya Mah. Mamah jangan makan rujak terus loh mau kena Maag?!" Ujarku memperingatkan.

"Yaudah dadah Mamah" Aku mematikan telepon dan lanjut memasak mie.

Saat sedang memakan mie pikiranku hanya tertuju pada roti daging tadi. Aku penasaran sekali dengan rasanya! Tapi, ah yasudahlah besok mungkin aku bisa kembali membelinya. Namun, aku ingat tadi aku diberi kartu nama oleh sang pemuda itu. Aku pun berniat untuk menghubunginya sekarang.

Aku memasukan nomor teleponnya lalu, di sana aku melihat identitasnya bernama "Daniel". Aku menekan tombol telepon dan berdering. Apakah dia akan mengangkatnya?

"Hallo," Terdengar suara seorang pemuda.

"You promised to buy me bread, right?"

("Kamu janji akan membelikanku rotikan?") Ujarku mengingatkan.

"Ah you. Yes, but at this time the bakery is usually closed. So tomorrow.."

("Ah kamu. Iya, tapi jam segini toko roti itu sudah tutup. Jadi besok saja..") Jawabnya.

"Okay. Tomorrow I'm waiting for you in front of the bakery earlier. If you don't come I'll give your name card to the police station!"

("Oke. Besok aku tunggu kamu di depan toko roti tadi. Kalau tidak datang aku kasih kartu nama kamu ke kantor polisi!") Ancamku, sebenarnya masalah sepele sih tapi aku tidak benar-benar akan melaporkannya.

"Wa, wow take it easy. Yeah I'm closed, good afternoon!"

("Wa, wah santai saja. Yasudah saya tutup, selamat siang!") Pemuda itu pun menutup teleponnya.

Keesokan harinya

Hari ini aku kembali ketempat kemarin. Ya toko roti tersebut. Dan tepat didepannya aku melihat tulisan "Open 24 Hours". Wah, wah sang pemuda itu menipuku ya.

Beberapa saat kemudian, pemuda kemarin datang lalu mengajakku masuk ke dalam toko roti tersebut. Daniel nama dari sang pemuda tersebut mendorong pintu toko dan terdengar bunyi lonceng yang diiringi dengan deritan pintu yang sudah sedikit menua, suaranya seperti kemarin saat pertama kali aku masuk ke toko ini.

"Vaya, Daniel! Cómo estás? Qué quieres? comprar pan? Ah, este es tu novio?"

("Wah, wah Daniel! Bagaimana kabarmu? Mau beli roti apa? Ah ini pacarmu?") Tanya pria tukang roti tersebut pada Daniel yang tentu saja tidak kumengerti.

"No. Quiero pedir pan ... qué pan?"

("Bukan. Aku mau pesan roti..roti apa?") Daniel menoleh kearahku. Dia bicara apa?

"Ah sorry. What bread do you want?"

("Ah maaf. Kamu mau roti apa?") Daniel bertanya padaku lagi.

"Meat loaf,"

("Roti daging,") Jawabku.

"Ah..Beef,"

("Ah..Daging sapi,") Tambahku sambil berbisik pada Daniel.

"Okay,"

("Oke") Jawabnya.

"Pan con ternera para dos"

("Roti dengan daging sapi untuk dua orang") Ucap Daniel pada pria tukang roti tersebut.

Beberapa saat berlalu, tukang roti tersebut menyodorkan dua bungkusan roti pada Daniel, kami memakan roti tersebut bersama di kursi depan toko itu.

"Kamu orang Indonesia?" Daniel mulai membuka sebuah obrolan.

Aku terkejut dia ternyata bisa berbahasa Indonesia. Pantas saja kemarin waktu aku bilang "He, Hey!! Lu kira kartu bisa ganjal perut?!" dia menjawab "well, why not".

"Iya," Jawabku pendek.

"Oh sama dong," Ujarnya.

Aku terus memakan roti daging ini. Karena, rasanya ternyata sangat enak. Dan menghiraukan beberapa pertanyaan dari sang pemuda tersebut.

"Oh iya soal kemarin maaf ya gak sengaja nyenggol kamu. Terus keinjek lagi," Ujar Daniel yang masih memakai roti tersebut.

"Ya gapapa. Lagian udah diganti juga kan rotinya," Jawabku.

"Kamu liburan disini?" Daniel bertanya.

"Aku mahasiswa baru. Ya sekitar 4 hari lagi udah masuk lah," Jawabku lagi.

"Sama dong, kamu em di kampus mana?" Daniel kembali bertanya.

"Harvard University," Jawabku yang sudah menghabiskan suapan terakhir dari roti isi daging tersebut.

"Hah? Beneran kok sama juga sih aneh haha, jangan-jangan jurusannya sama," Ujarnya.

"Hukum," Ucapku lalu, berdiri.

"Impresivve! Sama aku juga hukum. Kok bisa gini ya aneh, kamu mau kemana?" Tanya Daniel yang melihatku berdiri.

"Mau berenang," Jawabku bergurau.

"Musim semi gini mau berenang? Wah serius?" Tanyanya.

"Ya pulang lah. Yaudah makasih rotinya," Aku pun mulai melangkahkan kaki.

"Oke see you next time," Ujar Daniel.

Aku berjalan pulang namun, ada yang aneh. Aku merasa ada yang sedang mengikutiku. Aku sengaja mempercepat langkahku dan berlari. Tapi, orang ini malah ikut berlari juga mengikutiku. Apa dia copet ya? ah jambret? penjahat? pikiranku bertanya-tanya.

Lalu, aku melihat sebuah kayu yang tergeletak di samping tempat sampah besar yang ada di hadapanku. Tanpa berpikir panjang aku langsung mengambilnya lalu, bersembunyi tepatnya di belakang tempat sampah besar tersebut agar aku bisa memukul orang tersebut saat ia lengah. Suara langkah kakinya sudah terdengar mendekat. Aku memegang kayu itu dengan kuat-. Dan 1, 2,

"Hiyaaaaaaaaaa," "Dug!!" Tepat sekali kayu itu mengenai punggung orang tersebut. Tapi kenapa punggung?

Dia ternyata sedang melihat sekeliling dan saat ia sudah pingsan aku memeriksa wajahnya ternyata itu "Daniel?"

"Ngapain sih dia ngikutin aku kan jadi kena pukul. Aduh, kalo ditinggal di tengah jalan kan gak enak, mana ini salahku." Gerutu ku sambil menyeret tubuh Daniel.

"Berat banget. Duh semoga gak ada yang liat. Ngerepotin banget."

Akhirnya aku sampai di depan rumah. Tapi, aku harus naik tangga untuk masuk ke kamarku. Terpaksa aku harus menggendong tubuh dia yang besar itu dengan sekuat tenaga. Walau tidak kuat sebentar-sebentar terjatuh.

Setelah sampai aku membuka kunci rumah dan menyeretnya masuk "Hah cape!" aku terengah-engah.

Kubaringkan ia di kursi dan membawa beberapa P3K. 5 menit, 10 menit, 15 menit dia belum juga bangun. Kutunggu dia bangun sambil menonton film di hpku. Setelah 30 menit berlalu dia pun terbangun. Aku yang menyadari dia terbangun langsung memasak air hangat untuk mengompres bekas pukulan tadi.

"Makanya gausah ngebuntutin orang!" Seruku.

"Bukan ngebuntutin. Nemenin pulang nanti kenapa-napa lagi di jalan," Jawabnya.

"Udah nih kenapa-napa. Udah berat lagi jalannya harus muter lagi untung gak ada orang yang liat!" Teriakku.

"Wah kamu bawa aku kerumah kamu? Gak cape?" Tanya Daniel semakin membuatku kesal.

"Engga cape kok, kamu itu ringan sekali seperti kapas 100 ton hahaha," Jawabku dengan nada mengejek.

"Bentar, yang kamu pukul perasaan tadi cuma punggung. Kok yang sakit seluruh badan?" Daniel bertanya dan aki hanya bisa memalingkan wajah.

Setelah air yang kumasak mendidih aku tuangkan ke dalam wadah lalu, kumasukan es batu dan mengambil lap.

"Nih obatin sendiri. Kalo perlu obat lainnya cari aja di kotak P3K ini ya," Ujarku lalu keluar dari rumah.

"Mau kemana?" Tanya Daniel yang melihatku keluar dari pintu.

"Mau beli Sarang Walet, ya beli makanan" Ucapku diambang pintu.

"Ini rumah dipercayain sama aku? Gatakut kemalingan?" Ucapnya.

"Engga. Kalo kemalingan paling kamu yang di ambil bukan barang-barang aku hahaha," Jawabku sambil tertawa di ambang pintu.

...●●●...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!