Kita bernostalgia dulu sebentar ya dear...😊
*Ayumi POV, flashback ON*
Pagi ini cuaca cerah, bahkan terasa sedikit terik padahal baru jam 8 pagi. Hari ini Senin, semua siswa berbaris mengikuti upacara bendera sesuai jadwal yang mereka patuhi.
Suasana berasa tegang bagi semua murid kelas 3 SLTP sekolah paling top markotop di wilayah kabupaten mereka tinggal. Mereka menantikan pengumuman kelulusan yang akan dibacakan hasilnya oleh Kepala Sekolah dalam pidatonya nanti.
Anak laki-laki yang berdiri di barisan depan ku tersenyum jahil melihat ke arah ku.
"Jangan lupa kata-kata ku Ay, aku akan menciummu kalau aku yang menang..." ucapnya berbisik di dekat telingaku membuat bulu kuduk ku merinding. Bukan geli, tapi membayangkan kalau sampai dia yang menang.
Ahmad Hanafi, aku memanggilnya Hafi. Anak laki-laki yang sudah lama mengejarku dari pertama kali bertemu sewaktu MOS (Masa Orientasi Sekolah) kelas 1 dulu.
Pensiunan Ketua OSIS berwajah tampan yang banyak digandrungi rekan seangkatan, bahkan kakak kelas, dan sekarang adik kelas pun tergila-gila membuatku geleng-geleng kepala. Dia sangat pintar, tapi kebetulan belum pernah mengalahkan posisi ku selama 3 tahun ini.
*****
EBTANAS kali ini membuatnya benar-benar bersemangat dan menjadikannya senjata untuk mendekatiku. Hari itu hari terakhir ujian...
"Gimana Ay? sepertinya aku yang akan menang kali ini kan?" celetuknya sambil mengimbangi langkah kakiku keluar dari ruang ujian.
"Sepertinya kamu akan kecewa Hafi sayaaanggg...." jawabku sambil menunjukan tampang sedih untuk meledeknya.
Hafi pun menghentikan langkahku, menatapku serius, pelan dibelainya lembut pipiku, membuat mataku terpejam. Terkejut, sekaligus bingung harus merespon apa, jadi lebih aman kalau merem saja 😁
"Dengarkan aku Ay, aku benar-benar akan menciummu kalau aku yang menang, kamu akan menjadi milikku mulai saat itu. Sebaliknya, aku akan mundur dan tidak akan mengganggumu lagi kalau ternyata aku yang kalah..." ucapnya lembut tapi penuh penekanan, membuatku berpikir seserius apa perasaan anak-anak seusia kami.
Berkali-kali selama 3 tahun ini Hafi berusaha memenangkan hatiku, entah sudah berapa kali dia mengatakan mencintaiku. Cinta??? Bahkan aku belum mengerti apa itu cinta, bagaimana bisa aku menerimanya kalau Cinta itu masih menjadi tanda tanya besar dikepalaku...
*****
Dan hari ini, tibalah waktunya Kepala Sekolah mengumumkan hasil ujian kami. Semua hening ketika orang nomer satu di sekolah itu mulai membuka suara. Setelah berbasa basi yang cukup singkat padat dan jelas, yang ditunggupun akhirnya diumumkan.
"Selamat...., Ibu ucapkan untuk semua siswa siswi Ibu yang dinyatakan LULUS menjalani EBTANAS tahun ini tanpa terkecuali satu orangpun...." riuh suara tepuk tangan dan teriakan histeris mengucap puji syukur dari barisan kami anak-anak kelas 3 yang hampir 400 orang jumlahnya.
"Minta waktunya sebentar anak-anak, masih ada yang ingin Ibu sampaikan lagi....." kembali terdengar suara lantang Ibu Kepala Sekolah membuat kami kembali terdiam tegang.
Ya, pengumuman Juara Umum untuk setiap tahun kelulusan. Hanya ada dua orang kandidat dalam benak semua orang. Hafi atau aku..., karena hanya kami berdualah yang selalu berurutan posisi peringkat Juara Umum tiap tahun ajaran.
"Selamat Ibu ucapkan, kepada Ahmad Hanafi....dari kelas 3A sebagai peraih Juara Umum EBTANAS tahun ini...." dan sekali lagi riuh tepuk tangan siswa.
Semuanya memberi ucapan selamat kepada Hafi. Hanya aku yang berdiam gamang, bukan kecewa karena aku bukan Juara Umumnya tapi karena memikirkan ciuman itu. "akhhhh sepertinya dia tidak mungkin benar-benar akan melakukannya" pikir ku sambil geleng-geleng kepala.
Ternyata Hafi memperhatikanku sedari tadi, menyungging senyum penuh kemenangan. Sama sepertiku, bukan memikirkan tentang Juara Umumnya, tapi memikirkan sebentar lagi dia akan mendapatkanku.
*****
Ku percepat langkah kakiku meninggalkan kelas setelah usai semua kegiatan yang harus ku lalui hari ini. Mengedarkan pandang, akhirnya aku bisa bernafas lega. Tidak ada Hafi di sini. Syukurlah dia tidak akan benar-benar menciumku.
Ku ambil jalan pulang lewat gerbang belakang, menyusuri gang di samping ruang ganti. Pikirku jangan-jangan Hafi menghadangku di gerbang depan. Tanpa menengok lagi ke belakang, aku tak menyadari sedari tadi gerak gerikku diawasi dan mengincar keberadaanku.
Dalam sekejap mata aku ditarik masuk ke ruang ganti. Tak bisa menjerit karena mulutku ditutup rapat oleh tangan seseorang. Aku berusaha memberontak, tapi tangan satunya mendekapku erat dan mendesakku merapat ke dinding.
Perlahan pikiranku tersadar ketika mencium aroma khas yang tak asing di hidungku. Dan bulu kudukku pun meremang.
"Hafi...." dialah pemilik aroma itu. Seketika aku berhenti berontak. Setelah yakin aku tenang, tangan itu terlepas dari mulut ku, tapi tidak dekapannya. Tangan dan tubuh itu masih di sana, hanya memberi sedikit jeda yang ku gunakan untuk membalikkan badan. Dan....
"Hafi...." seruku lirih. Mencoba mendorong tubuhnya yang masih merapat berhadapan dengan tubuhku. Percuma, aku kalah tenaga...
Kulihat dia tersenyum. Oh God, demi apapun semua kaum hawa pasti bertekuk lutut melihat senyumnya...😎
"Maafkan aku Ay, membuatmu terkejut. Kamu mau kabur kemana??" ucapnya lembut. Perlahan ku buat jarak diantara kami, tapi bukan jarak yang kudapatkan, tapi....
"Sudah ku katakan, aku pasti menang Ay...sudah siap menciumku???" didesaknya tubuhku merapat ke dinding yang dingin ini.
"Hafiii..., dengarkan aku...mungkin kamu bisa menggantinya dengan permintaan yang lain?" aku mencoba bernegosiasi, tapi hasilnya nihil.
Dia menatap lekat mataku, tangannya mulai merayapi pipi dan bergeser ke arah telinga kemudian mendarat ditengkukku.
Jantung ku rasanya mau melompat dari dalam dada. It's amazing feeling...
"Aku mencintaimu Ay...sangat...dan kamu juga tau itu."
"Ijinkan aku menciummu..." dan entah sihir dari mana yang dia pelajari. Aku tak bisa berusaha menolaknya sama sekali.
Wajahnya begitu dekat. Hembusan nafasnya berasa hangat menyapu wajah ku. Aku masih berusaha memohon dengan menatap lekat matanya berharap dia berubah pikiran. Tapi sepertinya aku terlambat.
Hafi sudah menautkan bibirnya. Lembut, dan hangat, perlahan dia menekannya meminta balasan dariku. Oh Tuhan, my first.... Bukan aku tak mencintaimu Hafi. Hanya saja, aku belum yakin dengan hati ku.
Kembali dirapatkan tubuhnya memelukku tanpa melepas pagutan bibir kami yang masih menyatu, aku tak bisa berkutik.
Ku pejamkan mataku mencoba meresapi apa yang Hafi lakukan padaku. Seketika otakku bekerja penuh, menyalurkan instruksi. Sialnya aku bergerak lihai membalas ciuman dan pelukannya.
Kurasakan bibir Hafi yang melengkung karena tersenyum. Ingin sekali ku jitak kepalnya seandainya tidak dalam kondisi yang seperti ini.
Tanganku mulai merayap menyusuri dadanya, bergerak perlahan ke atas meraih pundaknya. Ku lingkarkan tangan ku di atas pundaknya yang tegap.
Saling menikmati manisnya rasa yang tercipta. Hanya ciuman sederhana, lembut dan perlahan diabsennya setiap inchi bibir ku. Tak ada nafsu, hanya hasrat anak muda yang baru mengenal rasa suka, yang mungkin bisa dibilang cinta.
Hafi menyatukan dahi kami, sedikit terengah-engah kehabisan nafas karena kami melakukannya cukup lama. Rasanya jantung kami berhenti berdetak sesaat tadi.
Dia menatapku dengan senyuman yang mengembang, membuatku tertunduk menyembunyikan mukaku yang merah padam menahan malu, bersembunyi di dada bidangnya yang tergolong perfect untuk anak seusianya. Memukulnya perlahan....
"Apa yang kita lakukan?" tanyaku mencari jawaban yang bisa menenangkan hatiku bahwa apa yang kami lakukan bukan suatu hal yang salah.
Hafi meraih kedua tanganku, menggenggamnya erat.
"thanks Ay..., aku tau kamu menyimpan rasa yang sama di dalam hatimu. Tunggu aku beberapa waktu lagi. Kita akan sama-sama dewasa dan aku akan datang untuk memilikimu selamanya...."
Hafi mengecup keningku, menyesapnya dan menghirup aroma yang mungkin dia suka. Atau mungkin tepatnya dia merasa ada bahagia yang membuncah didadanya.
Ku pejamkan mataku lalu kembali merapat dalam pelukannya.
Setelah merasa cukup puas untuk saling menggoda, kami putuskan untuk keluar dari ruang ganti.
Aku celingukan seperti maling yang takut ketahuan.
Tapi, tidak dengan Hafi. Tak peduli pandangan teman-teman kami, juga siulan menggoda dan sorak sorai mulut comel mereka, Hafi ternyata melangkah nyaman dan tenang.
Menggandeng tanganku erat seolah ingin menunjukan kepada semua orang bahwa dialah "Juaranya" hari ini.
*****
Flashback OFF
semoga berkenan membaca cerita ku yang masih amatiran ini ya dear readers🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Iffah ZA
👍
2022-12-28
0