Elang Adhitama Gunardi

Elang adalah pria berusia sekitar tiga puluh depalan tahun. Ia masih setia dengan kesendiriannya selama ini. Ada sesuatu yang membuatnya seperti enggan untuk membina rumah tangga.

Elang adalah seorang pribadi yang tertutup. Pembawaannya datar, dingin, dan ia tidak suka berbasa-basi. Ada satu hal yang menjadi ciri khas dari dirinya. Seperti namanya, ia memikiki tatapan mata yang sangat tajam. Selayaknya burung elang yang gagah dan perkasa, ia mampu meluluhlantakan hati siapa saja yang menatapnya.

Beberapa tahun silam, ia pernah mencintai seorang gadis bernama Ivana. Gadis yang cantik dan sangat bersahaja. Gadis dengan wajah yang lugu dan teduh. Sejuk seperti embun.

Merekapun menjalin hubungan sangat lama, sampai hampir enam tahun. Hingga akhirnya, mereka memutuskan untuk menikah.

Adalah suatu kebahagiaan yang tiada terkira untuk Elang, ketika ia akan dapat memiliki gadis pujaannya. Namun, sayang takdir berkata lain. Ivana meninggal karena overdosis.

Sesuatu yang terdengar sangat lucu, karena Elang tidak pernah mengetahui jika wanita yang ia cintai, telah menjadi seorang pecandu obat-obatan terlarang hampir tiga tahun lamanya. Siapa sangka, jika pria seperti Elang akan dapat tertipu oleh wajah manis seorang gadis. Gadis yang bahkan sudah ia kenal sejak lama.

Marah dan terpukul. Semuanya menjadi satu. Berkecamuk dalam dadanya, dan menghasilkan sebuah perasaan sakit yang terlalu dalam. Elang merasa sangat bodoh. Ia merasa dikhianati oleh wanita pujaannya. Ia tidak percaya, jika wanita yang tampak lugu seperti Ivana, ternyata dapat terjerumus dalam kegelapan yang telah membuatnya meregang nyawa.

Sejak saat itu, Elang menjadi seseorang yang tidak banyak bicara. Ia menjadi seperti tidak berminat untuk menjalin hubungan serius lagi dengan wanita manapun. Ia akan lebih menyukai wanita dengan tatapan nakal, dibandingkan dengan wanita yang tampak lugu dan baik hati seperti Ivana.

Elang Adhitama Gunardi.

Elang adalah seorang pria yang sukses dengan bisnisnya. Adalah sebuah perusahaan manufacture yang bergerak dalam bidang pembuatan alat-alat peraga pendidikan.

Adhitama Scientific. Perusahaan itu telah berdiri sejak lama, karena perusahaan itu merupakan warisan dari almarhum sang ayah yang telah meninggal beberapa tahun yang lalu. Elang pun berhasil membangun perusahaan peninggalan sang ayah menjadi jauh lebih berkembang meskipun di tengah persaingan pasar yang ketat.

Namun, sudah beberapa tahun ini Elang melebarkan sayap bisnisnya. Itu terbukti dengan berdirinya sebuah perusahaan property yang sudah ternama yaitu PT. Gunardi Raya Land Tbk.

Selain itu, Elang juga memiliki beberapa supermarket bahan bangunan yang telah tersebar di beberapa kota besar di negara ini. Lalu, apa lagi aset yang dimiliki seorang Elang?

Tentu saja, apa lagi jika bukan sebuah apartemen mewah dengan fasilitas yang serba wah seharga hampir empat puluh lima milyar. Apartemen yang jarang ia gunakan, dan hanya ia kunjungi sesekali saja.

Begitu juga dengan para penghuni garasi di istana megahnya. Ada lima buah mobil mewah di sana. Mobil dengan harga yang juga sangat fantastis, salah satunya adalah Roll Royce hitam, yang hanya akan ia gunakan untuk menghadiri acara-acara tertentu saja. Mobil itu, adalah mobil kesayangannya.

Empat buah mobil lainnya ialah sebuah Range Rovers putih, satu buah mobil double cabin, sebuah Jeep Hummer hitam, dan sebuah sedan merah yang biasa ia pinjamkan untuk adik tersayangnya, Nastya.

Hidup Elang, memang terasa sangat sempurna.

Kehidupan yang jauh berbeda dengan kehidupan yang dijalani Nathania dan keluarganya. Namun, apakah Elang bahagia dengan kehidupan yang dijalaninya?

...🍀🍀🍀...

Ini adalah hari Sabtu. Besok Nathaniana akan menikmati hari liburnya. Seperti biasa, ia akan pulang ke rumahnya, dan menghabiskan waktu di dalam kamarnya yang lembab.

Sebenarnya, tak ada bedanya antara di rumah Elang dengan rumahnya. Ia tetap tidak menemukan kenyamanan di kedua tempat tersebut. Namun, saat di rumahnya ia dapat berbincang santai dengan sang kakak, Rahman.

Nathania, sudah bersiap dengan midi skirt floral dan cardigan rajutnya. Ia juga masih betah dengan rambut kepang sampingnya. Rambut panjang itu, tidak pernah ia biarkan tergerai begitu saja. Entah kenapa? Namun, ia jarang sekali menggerai rambutnya itu.

"Nek, hari ini aku akan pulang dulu. Aku kembali lagi Senin pagi. Nenek yang baik, ya! Jangan merepotkan pak Elang!" Pesan Nathania kepada nenek tua itu. Aida menatapnya dan mengangguk pelan. Ia seolah-olah mengerti dengan ucapan Nathania.

Nathania tersenyum. Setelah selesai dengan semua tugasnya, ia lalu meraih tas selempangnya dan keluar dari kamar Aida. Nathania kini menuju ke ruang kerja Elang. Ia berniat untuk pamitan kepada si Tuan Besar.

Sesampainya di depan pintu berwarna cokelat tua itu, ia segera mengetuknya. Setelah itu, Nathania kemudian masuk.

Terdengar sebuah alunan lembut mengalun merdu di dalam ruang kerja dengan dinding berwarna merah itu. Sebuah lagu dari Bryan Adam, Pelase Forgive Me.

Elang sendiri saat tampak itu tengah berdiri di dekat jendela kaca ruang kerjanya. Dengan satu tangan di dalam saku celananya, ia menerawang ke luar. Entah apa yang tengah menjadi pusat perhatiannya saat itu? Wajahnya tampak sangat serius. Ya, memang seperti itulah raut wajah Elang. Selalu datar dan serius.

Menyadari keberadaan Nathania di sana, Elang kemudian menoleh. Ia menatap gadis manis itu untuk sejenak.

Nathania mengangguk pelan dan tertunduk. Ia tidak berani menatap pria yang ada di hadapnnya. Pria itu terlalu kuat untuknya. Hingga Elang kini berada di hadapannya, Nathania masih saja tertunduk.

"Aku akan pulang dulu. Nenek sudah dimandikan dan sudah rapi," ucap Nathania masih dengan nada suaranya yang pelan dan sangat lembut.

Elang tidak menjawab. Ia hanya menatap gadis sederhana yang ada di hadapannya.

Gadis dengan penampilan yang sangat alakadarnya dan jauh berbeda dengan penampilan sang adik, Nastya.

"Kamu boleh pulang sore ini. Tetapi, besok pagi kamu harus segera kembali!" ucap Elang dengan nada bicaranya yang tegas dan dalam. Suaranya terdengar begitu berat.

Mendengar hal itu, seketika Nathania mengangkat wajahnya. Ia menatap majikannya dengan sangat heran. Ia pun mengernyitkan keningnya tanda tak mengerti.

"Besok adalah jatah hari liburku, Pak!" Nathania malayangkan protes meski masih dengan nada bicaranya yang santun.

"Tidak lagi mulai hari ini," jawab Elang datar dan sangat sangat dingin.

"Tetapi ... aku ...." Nathania tertegun. Ia tidak melanjutkan kata-katanya. Ia hanya memerhatikan si Tuan Besar yang berlalu dari hadapannya. Elang menuju meja kerjanya, ia lalu duduk di singgasananya dengan sangat gagah.

"Kamu tidak perlu khawatir karena aku akan memasukannya kedalam lemburan," ucap Elang lagi masih dengan sikap yang sama seperti tadi.

Nathania tampak belum dapat menerima hal itu. Wajahnya cemberut seperti seorang gadis yang tengah merajuk kepada kekasihnya. Ia seperti ingin protes tapi tidak berani.

Elang sepertinya dapat melihat hal itu dengan jelas. Karenanya ia kembali berkata, "Tidak ada yang bisa mengurus nenek sebaik dirimu. Hampir setiap kamu pulang, semua yang ada di rumah ini sangat kewalahan menanganinya."

"Aku ingin dua kali lipat dari upah perhariku," Nathania mengajukan syarat dengan sangat berani. Ia kemudian terdiam dan berpikir. Betapa beraninya ia bicara seperti itu kepada si Tuan Besar.

Elang menatapnya tajam. Kedua bola mata itu sangat menakutkan, tatapan yang membuat Nathania terus terdiam dibuatnya. Gadis itu kembali tertunduk.

"Oke," jawab Elang singkat. Namun, itu membuat ketegangan dalam diri Nathania seketika buyar. Gadis itu pun tersenyum manis. Sementara Elang masih menatapnya dengan tajam.

"Aku akan kemari lagi besok pagi. Permisi," Nathania mengangguk dengan sopan. Ia lalu melangkah ke arah pintu. Meninggalkan ruangan itu dengan alunan musiknya yang masih belum usai.

"Apa-apaan ini? Aku bahkan tidak memiliki hari libur!" Nathania bergumam dalam hatinya.

Ia terus melangkah dengan kepalanya yang selalu tertunduk. Sayup-sayup terdengar suara Nastya tengah berbincang dengan seseorang. Seorang pria yang selalu datang menemuinya. Dean, kekasihnya.

Nathania memilih untuk tidak memedulikan mereka berdua. Ia hanya lewat begitu saja. Ia sudah terlalu malas untuk meladeni ulah macam-macam dari Nastya.

Lagi pula, saat itu Nastya pun tidak mengganggunya. Aneh memang. Mungkin karena ia sedang bersama pria itu, sehingga ia harus menjaga citra dirinya agar terlihat lebih baik di mata sang kekasih.

Sementara Nathania terus berjalan menyusuri trotoar jalanan yang ramai sore itu. Kakinya terasa begitu berat untuk ia langkahkan, sama halnya dengan kisah hidup yang tengah ia jalani saat ini.

Seperti biasa, Nathania duduk di halte bus itu sendirian. Menunggu bus yang akan membawanya pulang. Lelah ia rasakan. Namun, apalah dayanya karena tuntutan hidup tidak pernah bersedia menunggunya untuk beristirahat walaupun hanya sejenak saja.

Ingin rasanya ia sebentar saja untuk dapat memejamkan matanya, tanpa harus memikirkan segala hal yang membebani pikirannya.

Ingin rasanya ia terbangun di pagi hari, dengan wajah ceria tanpa harus teringat pada segudang pekerjaan berat dan melelahkan, yang harus ia lakoni sepanjang harinya. Nathania terus terhanyut dalam pikirannya. Hingga ia kini kembali berada di dalam kamarnya yang lembab. Sendirian.

Sayup-sayup terdengar suara Mely, kakak iparnya. Seperti biasa, wanita itu selalu melewati hari-harinya dengan omelan pedas untuk semua orang.

Nathania tidak pernah habis pikir. Bagaimana bisa Rahman menikahi wanita seperti itu? Rahman adalah pria yang sangat baik. Ia seharusnya mendapatkan seorang istri yang jauh lebih baik dari Mely. Akan tetapi, Rahman sepertinya sangat mencintai Mely. Ia tidak pernah ambil pusing dengan sifat cerewet istrinya.

Niat hati ingin tidur dan beristirahat, sepertinya tidak akan dapat terlaksana. Suasana rumah sangat berisik saat itu. Mely tak henti-hentinya berkotek seperti seekor ayam betina yang akan bertelur. Suaranya sangat mengganggu dan memekakan telinga.

Nathania kemudian bangkit dari ranjangnya. Ia pun meraih handuk berwana merah jambu. Ia berniat untuk pergi ke kamar mandi dan membasuh mukanya. Mungkin dengan begitu, ia akan merasa jauh lebih segar.

Namun, lagi-lagi ia harus mengurungkan niatnya. Seseorang datang dan memanggil namanya. Seorang pria yang sudah beberapa hari ini tidak ia temui.

Wangsa. Dia adalah kekasih Nathania. Pria itu tersenyum manis kepada Nathania, ketika gadis itu menghampirinya.

"Akhirnya kamu ada di rumah," ucapnya dengan wajah ceria. Bagaimana tidak? Ia sudah menahan rindu tidak bertemu dengan gadis itu selama hampir dua minggu. Waktu yang terasa sangat panjang untuk sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara.

Semenjak Nathania bekerja di kediaman Elang, mereka menjadi jarang bertemu. Nathania menginap di sana dari hari Senin hingga Jum'at. Hari Sabtu sore ia baru bisa pulang ke rumah. Kemudian akan kembali ke tempat Elang pada hari Senin pagi. Hari Minggu merupakan hari kosong. Namun, terkadang Wangsa pun sibuk dengan acaranya sendiri.

Nathania tersenyum manis melihat pria itu. Setidaknya ia adalah hiburan dan obat untuk semua rasa penatnya kali ini.

"Apa kabar?" sapa Nathania hangat. Senyuman manisnya tak jua ia lepaskan dari wajahnya yang teduh.

Wangsa menatapnya dengan mata berbinar. "Kabarku sangat baik, apalagi setelah bertemu denganmu," jawabnya. Ia pun tampak sangat bersemangat.

Wangsa adalah pria berusia dua puluh delapan tahun. Ia seorang wiraswasta. Ia juga pria yang baik dan siap menikah.

Sudah sejak satu tahun yang lalu, ia mengutarakan niatnya untuk dapat meminang Nathania. Namun, Nathania merasa belum siap. Ia masih harus membantu Rahman.

Hubungan cinta mereka berdua pun sudah terjalin sejak lama. Sudah hampir tiga tahun lamanya, ia setia menjadi teman berbagi untuk Nathania, dan ia sangat mencintai gadis manis itu.

"Bagaimana kalau kita keluar? Sudah lama kita tidak malam mingguan," ajaknya.

Nathania tersenyum simpul. Sebenarnya ia merasa sangat lelah, lagi pula besok pagi ia sudah harus kembali ke kediaman Elang untuk lembur.

Akan tetapi, Nathania pun tidak tega jika menolak ajakan kekasihnya. Lagi pula, ia juga memang merasakan rindu yang luar biasa kepada pria berkacamata itu.

"Mau ke mana?" tanya Nathania.

"Ada tempat makan yang baru di dekat alun-alun. Menurut teman-temanku, tempatnya bagus dan makanannya juga enak. Bagaimana jika kita ke sana?" ajak Wangsa penuh harap.

Nathania terdiam sejenak. Ia memikirkan jawaban untuk Wangsa. "Aku harus meminta izin dulu kepada kakaku," jawabnya. Wangsa mengangguk pelan.

"Ya, sudah. Maaf, ya kamu tunggu diluar dulu!" ucap Nathania seraya tersenyum manis.

Wangsa balas tersenyum. "Jangan lama-lama!" jawabnya.

Nathania mengangguk. Ia tersenyum lembut dan seraya kembali ke dalam kamarnya untuk berganti pakaian.

Terpopuler

Comments

Yatima Mauluddin

Yatima Mauluddin

harusx Thania trima ja pinangan Wangsa biar nanti bisa bantu kasih pekerjaan/modal buat Rahman.
lha ....ceritax jadi end dong🤭😂😂😂

2023-01-09

1

玫瑰

玫瑰

up

2022-05-07

0

Restviani

Restviani

oh, sudah punya kekasih toh...
lanjut...!

2021-08-11

0

lihat semua
Episodes
1 Nathania
2 Nastya Agatha Gunardi
3 Elang Adhitama Gunardi
4 Malam Mingguan
5 Kakak Ipar Luar Biasa
6 Lantai 35
7 Darah Perawan
8 Harga Sebuah Keperawanan
9 Penyesalan Elang
10 Galau
11 Dipinang dan Diputuskan
12 Kemarahan Rahman
13 Kuasa Elang
14 Penolakan Rahman
15 Kehangatan Elang
16 Hujan Semalam
17 Pagi yang Cerah
18 Kakak Beradik Irlandia
19 Penakluk Keganasan Elang
20 Nyonya Muda
21 Rayuan untuk Nastya
22 Melanjutkan yang Tertunda
23 Sisa Semalam
24 Tanda Tanya (?)
25 Dongeng Sebelum Tidur
26 Tendangan Penalti yang Gagal
27 Makaroni Basah
28 Ciuman Cotton Candy
29 Satu Selimut
30 Teguran untuk Elang
31 Akankah?
32 Mencoba Bijaksana
33 Pertanyaan yang Terjawab
34 Rindu
35 Rasa yang Aneh
36 Pesona Elang
37 Sebuah Pertanda
38 Pada Akhirnya ....
39 Cerita Nastya
40 Permainan di Jalan
41 Menunggu Malam Tiba
42 Keputusan Elang, Kepedihan Nathania
43 Ivana Kedua
44 Kepergian Nathania
45 Tentang Ivana
46 Rindu Menyapa
47 Pengakuan Elang
48 Pertemuan Tak Disengaja
49 Dongeng Tentang Elang
50 Hadiah Kecil
51 Aroma yang Memabukan
52 Pendekatan Lagi
53 Buka Tutup Resleting
54 Karena Sandal Jepit
55 Kiriman dari Elang
56 Antara Nathania dan Ivana
57 Menyapa si Merah Muda
58 Kejujuran Elang
59 Kejujuran Elang (Ungkapan Isi Hati)
60 Sarapan Kesiangan
61 Pumkin dan Zucchini
62 Pertemuan Kembali
63 Perasaan yang Salah
64 Kebodohan Terindah
65 Elang yang Manis
66 Cerita Tentang Cecep (Selingan)
67 Tempat Ternyaman
68 Pelayan Baru
69 Penerbangan di Ujung Senja
70 Permainan Kecil
71 Kebimbangan Firman
72 Mangsa Kesayangan Elang
73 Kerang Abalon dan Bathrobes Merah Muda
74 Perbincangan Pagi
75 Goresan Masa Lalu
76 Klimaks yang Tertunda
77 Berita Buruk
78 Mely (Antara Hidup dan Mati)
79 Panggilan Tak Terjawab
80 Mencari Rambutan
81 Bakpao di Atas Tangga
82 Sebuah Kejutan
83 Kepergian Mely
84 Kepedihan Rahman
85 Surat dari Mely
86 Perbincangan di Ruang Kerja
87 Awal Cerita
88 Melanjutkan Cerita
89 Rokok dan Mie Instan
90 Kekesalan Nastya
91 Sisi Lain Elang dan Roni
92 Tak Ingin Terbang Sendiri
93 Tak Terduga
94 Sebelas Duabelas
95 Air Mata Gayatri
96 Keputusan Gayatri
97 Pada Laut Malam
98 Bertemu untuk Berpisah
99 Rindu tak Bertuan
100 Cerita yang Terkubur
101 Akhir Cerita untuk Awal yang Baru
102 Mengintip Hadiah Kecil dari Tania (Ekstra Part)
103 Penutup Semua Bab
Episodes

Updated 103 Episodes

1
Nathania
2
Nastya Agatha Gunardi
3
Elang Adhitama Gunardi
4
Malam Mingguan
5
Kakak Ipar Luar Biasa
6
Lantai 35
7
Darah Perawan
8
Harga Sebuah Keperawanan
9
Penyesalan Elang
10
Galau
11
Dipinang dan Diputuskan
12
Kemarahan Rahman
13
Kuasa Elang
14
Penolakan Rahman
15
Kehangatan Elang
16
Hujan Semalam
17
Pagi yang Cerah
18
Kakak Beradik Irlandia
19
Penakluk Keganasan Elang
20
Nyonya Muda
21
Rayuan untuk Nastya
22
Melanjutkan yang Tertunda
23
Sisa Semalam
24
Tanda Tanya (?)
25
Dongeng Sebelum Tidur
26
Tendangan Penalti yang Gagal
27
Makaroni Basah
28
Ciuman Cotton Candy
29
Satu Selimut
30
Teguran untuk Elang
31
Akankah?
32
Mencoba Bijaksana
33
Pertanyaan yang Terjawab
34
Rindu
35
Rasa yang Aneh
36
Pesona Elang
37
Sebuah Pertanda
38
Pada Akhirnya ....
39
Cerita Nastya
40
Permainan di Jalan
41
Menunggu Malam Tiba
42
Keputusan Elang, Kepedihan Nathania
43
Ivana Kedua
44
Kepergian Nathania
45
Tentang Ivana
46
Rindu Menyapa
47
Pengakuan Elang
48
Pertemuan Tak Disengaja
49
Dongeng Tentang Elang
50
Hadiah Kecil
51
Aroma yang Memabukan
52
Pendekatan Lagi
53
Buka Tutup Resleting
54
Karena Sandal Jepit
55
Kiriman dari Elang
56
Antara Nathania dan Ivana
57
Menyapa si Merah Muda
58
Kejujuran Elang
59
Kejujuran Elang (Ungkapan Isi Hati)
60
Sarapan Kesiangan
61
Pumkin dan Zucchini
62
Pertemuan Kembali
63
Perasaan yang Salah
64
Kebodohan Terindah
65
Elang yang Manis
66
Cerita Tentang Cecep (Selingan)
67
Tempat Ternyaman
68
Pelayan Baru
69
Penerbangan di Ujung Senja
70
Permainan Kecil
71
Kebimbangan Firman
72
Mangsa Kesayangan Elang
73
Kerang Abalon dan Bathrobes Merah Muda
74
Perbincangan Pagi
75
Goresan Masa Lalu
76
Klimaks yang Tertunda
77
Berita Buruk
78
Mely (Antara Hidup dan Mati)
79
Panggilan Tak Terjawab
80
Mencari Rambutan
81
Bakpao di Atas Tangga
82
Sebuah Kejutan
83
Kepergian Mely
84
Kepedihan Rahman
85
Surat dari Mely
86
Perbincangan di Ruang Kerja
87
Awal Cerita
88
Melanjutkan Cerita
89
Rokok dan Mie Instan
90
Kekesalan Nastya
91
Sisi Lain Elang dan Roni
92
Tak Ingin Terbang Sendiri
93
Tak Terduga
94
Sebelas Duabelas
95
Air Mata Gayatri
96
Keputusan Gayatri
97
Pada Laut Malam
98
Bertemu untuk Berpisah
99
Rindu tak Bertuan
100
Cerita yang Terkubur
101
Akhir Cerita untuk Awal yang Baru
102
Mengintip Hadiah Kecil dari Tania (Ekstra Part)
103
Penutup Semua Bab

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!