Nathania berjalan menyusuri trotoar jalanan kota yang belum terlalu ramai, berhubung saat itu masih terlalu pagi. Sisa-sisa hujan semalam pun, masih tampak dengan jelas. Cuaca yang lumayan dingin dan genangan air di beberapa sudut jalanan, seolah menambah keengganan semua orang untuk keluar rumah pagi ini.
Jika bukan karena mempunyai suatu kewajiban, mungkin saja Nathania pun saat ini masih berkutat dengan bantal dan selimutnya.
Entah takdir apa yang menyertai kehidupan Nathania kini. Setelah beberapa tahun berlalu, ia harus kembali bertemu dengan gadis yang sangat membencinya sewaktu sekolah dulu, yaitu Nastya. Parahnya lagi, Nathania bekerja di rumah keluarga gadis itu.
Nathania adalah perawat nenek dari Nastya.
Seorang wanita tua yang sudah mulai pikun. Usianya sudah hampir delapan puluh tahun.
Dua bulan sudah, Nathania bekerja di sana. Upahnya pun jauh lebih besar jika dibandingkan dengan saat ia bekerja di sebuah kedai ayam goreng, yang berada tidak jauh dari rumahnya. Karenanya, Nathania tetap manjalani pekerjaan itu, meskipun ia seringkali merasa tidak nyaman berada di sana.
Nathania baru saja sampai di rumah megah dengan desain ala mediterania itu. Ketika ia baru saja masuk, ia langsung disambut oleh Nastya yang sudah berdiri dengan kedua tangan yang terlipat di dadanya. Sepasang mata dengan warna biru itu menatap tajam ke arahnya. Mata indah yang tampak sangat tidak menyukai kehadirannya di rumah itu.
Nathania sepertinya enggan untuk melawan ataupun meladeni kesombongan gadis itu. Ia sudah kenyang dengan aroma pertengkaran antara Rahman dan Mely semalam. Pagi ini, ia hanya ingin fokus pada tugasnya saja.
Nathania memilih untuk segera menuju kamar wanita tua yang dirawatnya, yaitu Aida. Namun, sebelum ia sempat beranjak, Nastya terlebih dahulu mencegahnya. Ia menarik lengan gadis itu dengan kasarnya.
"Dari mana saja kamu? Nenek sudah berteriak-teriak. Sejak tadi ia minta cebok!" tanya Nastya dengan nada ketusnya. Ia menyeringai kepada Nathania.
Nathania menoleh. Bagaimanapun juga, Nastya adalah nona besar di rumah itu. Ia adik satu-satunya dari pria yang mempekerjakannya disana, yaitu Elang Adhitama Gunardi.
Jadi sudah pasti, jika Nastya juga merupakan salah satu dari pewaris tahta kerajaan bisnis dari almarhum ayahnya, Gunardi Gillean Iskandar.
Nathania tidak menjawab. Ia hanya menatap tajam gadis yang masih berdiri dengan angkuhnya.
Pagi itu, Nastya tampak cantik dengan model rambut barunya. Rambut keriting sebahu dengan warna cokelat pirang. Warna yang membuat wajahnya terlihat semakin manis. T shirt dress yang ia pakai, membuat penampilannya tampak casual, apalagi dilengkapi dengan sepasang flat shoes bertali yang membuat kakinya terlihat semakin cantik. Tampaknya Nastya akan pergi pagi itu. Tidak biasanya ia bangun sepagi itu. Omong-omong, saat itu adalah pukul delapan tiga puluh.
Nastya, memang selalu bangun siang.
Ia tidak memiliki kewajiban untuk melakukan apapun di rumah itu. Ia adalah seorang ratu muda yang hanya bisa memerintah.
Nathania terus menatapnya. Bola mata berwarna hitam itu menahan banyak sekali kemarahan dari si pemiliknya. Kemarahan yang tidak dapat ia lampiaskan.
Sementara itu, Nastya masih berdiri kokoh dengan angkuhnya. Ia menyunggingkan senyuman sinis yang ditujukan khusus untuk gadis sederhana yang ada di hadapannya.
"Oh iya, Tania. Sebelum ke kamar nenek, mungkin sebaiknya kamu membuatkanku segelas jus wortel! Mataku rasanya membutuhkan nutrisi lebih banyak akhir-akhir ini. Kamu tahu kenapa? Karena aku terlalu sering melihatmu di rumahku!"
Nathania tersenyum kelu. "Aku bekerja di sini untuk merawat nenekmu yang sudah pikun. Kamu ingin kurawat juga?" sindir Nathania.
Mendengar jawaban Nathania yang terkesan mengejeknya, Nastya langsung menyeringai kepadanya. "Sebentar lagi, kamu pasti akan berhenti dari pekerjaanmu disini! Sebaiknya kamu kembali ke rumahmu yang jelek, dan bekerjalah di kedai ayam goreng murahan itu!" ancam Nastya tegas. Gadis itu tidak suka jika ada orang lain yang membantah kata-katanya. Apalagi terkesan menantangnya.
"Pak Elang yang mempekerjakan aku disini! Aku tidak bekerja untukmu, Nona!" jawab Nathania lagi. Ia tidak gentar meskipun Nastya adalah adik dari majikannya.
"Aku akan segera bicara dengan kakakku! Aku pastikan dia akan segera memecatmu!" Nastya dengan jari telunjuknya yang lentik di depan wajah Nathania. Memang seperti itulah dirinya sejak dahulu.
"Satu lagi, aku juga merupakan majikanmu! Jadi aku berhak mengambil keputusan atas nasibmu disini! Dengar, Tania! Aku sudah tidak tertarik lagi untuk bermain-main denganmu! Aku sudah sangat puas menertawakanmu dari semasa sekolah dulu. Jadi, menyingkirlah dari hadapanku!" Nastya mengakhiri kata-katanya dengan keras dan mendorong pundak Nathania hingga gadis itu mundur beberapa langkah ke belakang.
Nathania hanya tersenyum kecil. Ia menatap Nastya dengan mata beningnya yang teduh. Entah apa yang membuat Nastya begitu membenci dirinya? Hingga saat ini, Nathania tidak pernah tahu alasan gadis sombong itu sering melakukan hal-hal tidak manusiawi kepadanya. Belum lagi, semua kata-kata kasar dan kotor yang sering ditujukan gadis berwajah bule itu untuknya.
"Kenapa kamu sangat membenciku? Sebenarnya apa masalahmu denganku?" Nathania bertanya dengan mata penuh rasa penasaran.
"Aku tidak memerlukan alasan khusus untuk membencimu!" jawab Nastya dengan jengkel.
Ia lalu mendekati Nathania. "Wajahmu itu, terlihat sangat menyebalkan! Rasanya aku ingin sekali meletakan fotomu diatas keset kamar mandiku!" cibir Nastya dengan angkuhnya.
"Dasar gadis kampungan! Miskin! Seharusnya aku tidak pernah bicara dari jarak sedekat ini denganmu. Menjijikan!" cela Nastya. Ia menunjukan ekspresi jijiknya terhadap Nathania dengan terang-terangan. Ia berkali-kali menyeringai kepada gadis muda itu.
Nathania hanya terdiam. Ia harus dapat mengendalikan dirinya agar jangan sampai terpancing emosi. Bagaimanapun juga, keadaannya saat ini tidak akan mendukung apalagi menguntungkannya. Ia menggelengkan kepalanya perlahan.
"Sebaiknya aku segera ke kamar nenek," pikirnya.
Nathania berniat untuk menuju kamar Aida. Ia membalikan badannya, sebelum akhirnya ia jatuh tersungkur di lantai karena dengan sengaja Nastya menjegal kakinya. Nastya tertawa pelan, saat Natahania menoleh padanya dengan wajah kesal.
"Nastya, apa-apaan itu?" terdengar suara berat khas pria dewasa di ruangan itu. Suara yang membuat kedua gadis itu terkejut. Mereka sangat mengetahui, siapa pemilik dari suara berat itu.
Dengan segera Nathania bangkit dan merapikan cardigan rajut yang ia pakai saat itu. Ia pun berdiri dengan tegak dan bersikap wajar.
Sementara Nastya, ia tampak gugup. "Kakak," sebutnya pada pria yang tengah berjalan menghampiri mereka. Pria dengan T shirt putih lengan panjangnya. Ia berjalan dengan sangat gagah menghampiri kedua gadis itu seraya menaikan sedikit lengan bajunya, sehingga tampaklah pergelangan tangan yang dihiasi oleh arloji yang terlihat sangat mengkilap.
Elang berdiri menatap kedua gadis muda yang ada di hadapnnya dengan sepasang matanya yang tajam. "Apa yang kalian lakukan?" tanyanya dengan suara penuh wibawa. Kedua gadis itupun saling pandang.
"Tidak ada," jawab Nastya. "Kami hanya mengobrol, dan tiba-tiba Tania terjatuh. Iya, kan?" Nastya melirik Nathania. Nathania pun membalas lirikan itu. Tampak Nastya memberi kode dengan kedua matanya.
Nathania mengangguk pelan. "Iya," jawabnya dengan sedikit ragu. "Aku permisi dulu," dengan segera ia pun berpamitan untuk menuju ke kamar Aida. Seperti biasa, dengan langkahnya yang selalu tertunduk.
Kini tinggalah, kedua kakak beradik itu di sana.
Pria itu menatap lekat Nastya untuk sejenak. Ia tahu jika Nastya senang melakukan ulah yang aneh dengan sesuka hatinya.
"Jangan berulah macam-macam kamu!" Elang, dialah pria itu. Dia merupakan satu-satunya orang yang Nastya takuti dan segani. Karena Elang adalah kakak satu-satunya yang Nastya miliki.
"Aku tidak melakukan apapun, Kak! Tania memang terjatuh sendiri tadi. Lagi pula, aku tidak punya urusan dengannya," Nastya berkilah. Ia bersikap seolah tidak terjadi apa-apa antara dirinya dan Nathania.
Elang menatapnya dengan tajam. Seperti itulah cara ia menatap semua orang, tanpa terkecuali.
Ia tidak percaya begitu saja pada penuturan sang adik. Karena ia tahu, seperti apa watak adiknya itu.
"Kamu yakin?" selidiknya.
Selain memiliki tatapan tajam, gaya bicaranya pun sangat tegas. Mungkin karena itulah, ia dapat memimpin perusahaan peninggalan sang ayah dengan sangat baik.
Nastya mengangguk, meskipun dengan tidak yakin. Ia segera mengalihkan pembicaraan pada hal lain.
"Aku mau minta izin. Hari ini, aku akan keluar sebentar dengan teman-temanku. Apakah boleh jika aku meminjam salah satu mobil Kakak?" tanyanya dengan wajah ragu. Ia tidak yakin jika Elang akan memberinya izin.
Elang tidak segera menjawab. Ia duduk dan menyilangkan kakinya di atas sofa mewah itu. Pandangannya masih tertuju kepada adik semata wayangnya yang kini ikut duduk di sebelahnya.
"Tidak!" jawab Elang dengan tegas.
Nastya tampak kecewa. Namun, gadis itu tidak menyerah. Ia memasang wajah manisnya di hadapan sang kakak. "Aku mohon! Aku janji kali ini akan menyetir dengan baik dan sangat hati-hati," bujuk Nastya. Ia mengerlingkan mata birunya. Ia berharap agar Elang akan luluh dan berubah pikiran.
"Tidak!" Jawaban Elang tetap sama.
"Tetapi, Kak. Aku sudah janji dengan teman-temanku," rengek Nastya. "Lihatlah! Aku bangun sangat pagi dan sekarang sudah bersiap untuk pergi! Aku pasti akan sangat kecewa jika Kakak sampai tidak memberiku izin untuk memakai salah satu mobil Kakak," Nastya tampak cemberut. Sifat manjanya, akhirnya keluar juga di hadapan sang kakak.
"Tidak!" jawaban Elang tetap tidak berubah.
Tentu saja, Elang tidak akan pernah membiarkan adik semata wayangnya itu menyetir sendiri lagi, setelah kecelakaan yang terjadi dua bulan yang lalu.
Nastya menyetir dalam kecepatan tinggi hingga ia kehilangan kendali dan menabrak pemotor yang ada di depannya. Ia kemudian harus berurusan dengan polisi kala itu.
Pada akhirnya, Elang juga lah yang harus turun tangan membereskan semuanya. Masih beruntung karena keluarga korban bersedia menempuh jalan damai. Jika tidak, mungkin saat ini Nastya tengah menikmati hari-harinya di dalam hotel prodeo yang indah. Tidak dapat dibayangkan, entah akan seperti apa jadinya jika ia benar-benar harus berada di sana?
"Kamu boleh memakai mobil Kakak, tapi hanya jika ditemani Firman. Jangan menyetir sendiri!" Elang memberikan penawaran lain. Kali ini nada bicaranya terdengar jauh lebih lunak dan santai.
Nastya hanya cemberut. Ia tidak suka pergi dengan diantar supir pribadi. "Ya, sudah. Aku naik taksi saja," gumamnya. Ia melipat kedua tangannya di dada, dengan memasang wajah cemberut yang semakin menjadi. Ia tidak setuju dengan penawaran dari sang kakak kali ini.
Elang meliriknya sesaat. Ia hanya tersenyum simpul. Ia pun mengeluarkan dompetnya. Dari sana, ia mengambil beberapa lembar uang pecahan seratus ribuan. Ia lalu menyodorkannya kepada Nastya.
"Kakak suka rambut barumu. Karena itu, Kakak akan memberimu ongkos taksi. Ini ambilah!" ucapnya dengan sedikit senyuman di sudut bibirnya.
Nastya menoleh kepada Elang. Ia lalu melirik uang yang Elang sodorkan padanya. Setidaknya ada lima sampai tujuh lembar uang berwarna merah.
"Lumayan juga," pikir Nastya. Gadis itupun tersenyum lebar. Wajahnya kembali sumringah kini. "Ya, sudah. Aku pergi diantar sopir saja tidak apa-apa. Namun, aku juga ambil ongkos taksinya," Nastya meraih uang yang Elang sodorkan padanya dengan wajah yang terlihat sangat ceria. Tampak sudah seberapa liciknya gadis cantik berkulit putih itu.
Elang hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah manja sang adik. Hal seperti itu memang sudah menjadi pemandangan yang biasa baginya.
Nastya memberikan sebuah ciuman hangat di pipi kiri sang kakak. "Terima kasih, Kak. Kakak adalah Kakak yang paling hebat di dunia ini. Aku do'akan semoaga Kakak segera dapat jodoh," ucap Nastya sambil cekikikan, membuat Elang hanya mendelik padanya.
Saat itu tidak tampak sama sekali tanda-tanda Nastya yang sombong, angkuh, dan menyebalkan. Yang terlihat adalah Nastya yang manis dan sangat manja kepada kakaknya.
Demikian juga dengan Elang. Ia tampak sangat lembut memperlakukan adik kesayangannya. Memang sudah seharusnya seperti itu, apalagi kini mereka hanya hidup berdua, mungkin bertiga dengan nenek mereka Aida yang kini sudah lupa jika mereka berdua merupakan cucu-cucunya yang ia rawat sejak lama.
Elang selalu berusaha menjadi kakak yang baik dan perhatian meskipun dengan caranyan sendiri.
Hanya kepada Nastya, ia biasa bercerita. Begitupun dengan Nastya, hanya kepada Elang ia bermanja-manja.
Bonus visual Nastya.
Dukung terus ceuceu author ya. Silakan berikan komentar, kritik, dan saran yg membangun. 😍😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
seksi Tasya
2022-06-22
1
玫瑰
Semangat!
2022-05-07
0
Wie Yanah
ko sgtu bnciy ma nathania.. pdhl thania aja bae bgt
2021-10-03
0