Pagi itu terlihat mentari yang besinar terang, dengan tetes-tetes embun yang membasahi dahan. Burung-burung bernyanyi merdu membuat alunan semangat untuk menghadapi hari dengan penuh harapan.
Bernuansa hangat dalam angan untuk mengucapkan selamat pagi, kawan!
Hari yang cerah ini adalah hari pengumuman kelulusan di SMA Garuda. Rasa takut bercampur bahagia terbagi disana. Takut akan hal yang tak pernah diinginkan, bahagia akan sesuatu yang sangat diimpikan. Lulus adalah kata mutlak yang ada di benak semua siswa kelas X11 yang ada di SMA itu.
Berawal dari rumah, hati terasa bersemangat dan antusias akan harapan yang menggembirakan. Sesampainya di gerbang sekolah, semangat mulai menciut, nyali pun ikut tak menentu di buatnya. Semakin kaki melangkah, semakin berat beban terasa.
Apakah ini yang dirasakan? Perasaan galau dan deg-degan. Bagaimana tidak, hanya ada dua jawaban yang ada. Lulus dan tidak. Jawaban yang sulit untuk di tebak. Jawaban yang tak akan bisa ditawar. Tetap mantap untuk melaluinya.
Waktu yang dinantipun tiba. Rasa tak karuan itu semakin menjadi. Berat sekali membuka segel amplop pengumuman ini. Keringat dingin mulai bercucuran.
Dengan sedikit keberanian akan keingintahuan, tangan yang gemetaran mulai membuka perlahan amplop pengumuman itu. Dan akhirnya semua jeripayah selama ini terbayarkan. Senyum mulai tersungging di bibir.
“Aku lulus!!” Kata siswa di SMA Garuda itu.
Mereka terlihat bahagia. Sungguh bahagia, hari itu menjadi hari yang cukup menyenangkan, bukan hanya cukup tapi sangat. Ya, semua siswa SMA Garuda lulus 100%. Air mata bahagia mulai berlinang. Syukur tak hentinya mereka ucapkan. Ini adalah balasan, hadiah atas perjuangan keras selama 3 tahun belajar di SMA Garuda itu.
“Kami bangga padamu, Sifa .. “ Kata Orang Tua Sifa.
Sifa Veriza Gunawan Putri adalah anak tunggal dari keluarga Gunawan, konglongmerat yang cukup terkenal. Sifa terlahir dari keluarga serba kecukupan, tak perlu susah payah dalam menghadapi hidupnya.
Selain itu, Sifa juga memiliki pribadi yang menarik. Cantik, manis, ceria, dan cerdas. Benar, tidak hanya itu saja, ia bahkan lulus dengan predikat juara umum di SMA Garuda. Tetapi sayangnya, ia memiliki sifat buruk yang tak mengenakan hati, cerewet dan mudah emosi.
Sifa yang hidup bekelimang kemewahan, tak membuatnya berkepala besar akan status ekonominya. Ia justru wellcome dengan siapa saja. Asal tak membuatnya emosi, tentu ia akan mudah menerimanya.
Sifa memiliki empat orang sahabat, Melisya Reizasari, Stevano Aditya dan Anggun Dahlia Ardhianti, serta Ardila Razty Alfindha. Mereka bersahabat dengan baik sejak mereka kecil. Meski beda sekolah sewaktu SMA, namun tak membuat mereka putus hubungan. Karna bagi mereka, sahabat tak terpisahkan jarak maupun waktu.
.
.
.
Sifa memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Universitas Patriot. Universitas yang sangat terkenal di kota tempat tinggal Sifa. Banyak Mahasiwa dari seluruh penjuru mencoba mendaftar di universitas ini. Namun untuk masuk ke universitas ini tidaklah mudah. Seleksinyapun cukup sulit. Beruntung Sifa mendapatkan kesempatan bisa kuliah di sana.
“Jadi, kapan kamu mulai masuk kuliah, Sayang?” Tanya Mama Sifa.
“Sekitar dua mingguan lagi, Ma... “ Jawab Sifa pelan.
“Secepat itukah? Perasaan baru kemarin kamu lulusan, tapi sudah mau masuk kuliah.” Kata Mama Sifa.
“Hm...”
“Sayang, jarak rumah sama kampus kamu sangatlah jauh. Apa kamu akan mengekost?” Tanya Mama Sifa.
“Tentu, Ma. Sifa akan buktikan jika Sifa putri Mama yang tidak manja. Sudah bisa mandiri dan bersikap lebih dewasa.” Kata Sifa cukup bijak.
Tiba-tiba saat mendengar jawaban dari putri tercintanya, Sifa, Mama Sifa pun tak kuasa menahan air mata terharu di mata binarnya. Seakan hati sangat bangga akan ucapan putrinya itu. Itu hal pertama yang Mama Sifa dengar dari seorang Sifa yang manja.
“Jujur saja, Mama agak khawatir dengan hal itu. Apalagi kamu ini masih sangat manja. Sangat tergantung pada Papa dan Mama.” Kata Mama Sifa.
“Loh, Mama kenapamenangis?" Sifa mengusap air mata Mamanya. "Ma, aku ini hanya ngekost, mama tidak usah khawatir! Aku akan baik-baik saja. Apalagi aku dengar Melly sama Anggun serta Steve juga diterima di kampus itu. Mereka yang akan membantuku jika aku butuh apa-apa.” Kata Sifa menghibur suasana hati Mamanya.
“Sedih iya, bangga juga iya. Siapa lagi yang akan teriak-teriak di pagi hari jika sepatunya tidak ada? Tapi, ternyata anak mama sudah besar ya?” Kata Mama Sifa.
Mama Sifa mencoba untuk mengerti akan keputusan putrinya, walau sesungguhnya itu akan sangat berat mengingat putrinya adalah anak yang sangat manja.
.
.
.
Selang waktu berlalu, Sifa pun bersiap-siap untuk mengemas barang-barang pribadinya untuk hidup di dunia baru, dunia kost-kostan. Mulai dari pakaian, tas, buku, asesoris, sampai pernak-perniknya sudah terkemas rapi di dalam koper pink miliknya. Dan tak lupa, Cerry si kucing berbulu putih tebal sudah ia masukkan ke dalam kandang siap untuk dibawa.
“Apa lagi ya yang kurang?” Sejenak ia berfikir. “Ah ... hampir saja lupa, boneka panda pemberian dari Papa.” Lanjutnya.
Sifa menghela nafas karena ia rasa ia telah selesai mengemas semua barang perlengkapan kostnya. Ia pun langsung menghempaskan diri ke sofa, mamanya pun menghampirinya.
“Ya ampun.. Ini mau kuliah atau mau mengungsi, Sayang? Masak mau ngekost saja barang-barangnya sampai sebanyak ini?” Tanya Mama Sifa.
“Masak sih, Ma?” Tanya Sifa yang tak sadar akan barang-barang yang sudah di kemasinya.
“Harusnya yang kamu bawa yang penting-penting saja..” Kata Mama Sifa.
Sifa hanya nyengir melihat barang-barang yang ia kemasi begitu banyaknya. Mama Sifapun langsung mengemasi kembali barang-barang yang akan dibawa Sifa.
Tak butuh waktu yang lama, akhirnya selesai juga.
“Akhirnya selesai, ini saja sudah lebih dari cukup. Biar kamu tidak repot.” Kata Mama Sifa.
“Hehe, terimakasih mamaku yang paling baik.” Kata Sifa
“Ya sudah, mandi sana! Mama dan Papa tunggu di bawah.”
.
.
.
Sifa langsung bergegas mandi dan bersiap untuk berangkat.
“Sayang, apa kamu yakin tidak mau kami antarkan ke kost kamu?” Tanya Mama Sifa.
“Tidak, Ma ... Sifa berani kok sendiri. Nanti Sifa bisa naik taxi saja. Sifa kan mau belajar mandiri.” Jawab Sifa.
“Apa perlu Papa belikan mobil atau motor, Sayang?” Tawar Papa Sifa.
“Tidak usah, Pa. Terima kasih, menurut Sifa jalan kaki akan lebih mengasyikan. Sifa ini calon dokter, jadi harus sering-sering olahraga..” Kata Sifa.
“Jalan? Tidak boleh! Itu bahaya buat kamu, bagaimana jika sampai kamu kenapa-kenapa? Kehujanan, kepanasan. Nanti kalau kulitmu mendadak jadi hitam bagaimana? Bagaimana kalau tidak ada seorang laki-lakipun yang mau mendekatimu? Tidak, Mama tidak akan mengizinkan!” Bantah Mama Sifa.
“Ma .. bukankah itu cara agar aku bisa jadi lebih mandiri dan dewasa? Mama tenang saja, aku akan baik-baik saja. Mama jangan khawatir, apalagi soal laki-laki yang akan dekat denganku nanti!... Mama juga tidak usah terlalu sedikit lebay, okey. Hehehe.” Jelas Sifa dengan canda cerianya.
“Orang tua kok dibilang lebay. Mama itu khawatir sama kamu..” Kesal Mama Sifa.
“Sudahlah, Ma… Papa yakin Sifa bisa jaga diri. Anak kita anak yang kuat. Iya kan, sayang?” Kata Papa Sifa mencoba bijak.
Mama Sifa mencoba mengerti. Ia pun mengangguk berat.
Sifa memeluk kedua orang tuanya.Air mata tulus mulai terjatuh membasahi pipi.
“Sudah, Ma, Pa ... taxinya sudah datang. Sifa berangkat dulu ya...” Kata Sifa mulai bergegas memasukkan barangnya ke bagasi taxi dibantu Papanya.
“Jangan lupa jika sudah sampai disana kamu SMS, telepon Mama atau Papa ya.” Pinta Mama Sifa.
Sifa mengangguk dan masuk ke dalam mobil taxi yang sudah ia pesan.
“Hati-hati, Sayang ...” Sifa tersenyum lalu melambaikan tangan seraya mobil taxi itu mulai meninggalkan rumah Sifa.
.
.
.
“Kenapa kamu menangis, Ma? Bukankah ini semua agar anak kita bisa menjadi lebih dewasa?” Tanya Papa Sifa.
“Awalnya memang berencana tidak mau menangis, tapi ternyata aku tidak mampu menahan air mata ini. Sifa dari kecil memang sangat manja, apa-apa harus diurus sama kita. Kini, ia pergi mencari jati dirinya.” Jawab Mama Sifa.
“Dasar wanita, bahagia saja menangis, apalagi jika bersedih? Memang, wanita itu sulit dimengertii.” Kata Papa Sifa.
“Eh Pa, apa sudah yakin dengan keputusan itu? Apa tidak terlalu dini?” Tanya Mama Sifa.
“Sepertinya tidak. Almarhum ayah memang sudah gila kali ya? Membuat perjanjian konyol seperti itu.” Kata Papa Sifa.
“Sssst, orang sudah meninggal jangan Diomongin! Kamu saja juga gila, Pa. Menyetujui juga kan? Sama saja kalau begitu.” Kata Mama Sifa.
“Habisnya, aku sudah tidak sabar, Ma... “ Kata Papa Sifa.
“Sama, Pa... Mama juga, ingin sekali menambah anggota keluarga di rumah kita.” Kata Mama Sifa.
Dan dua orang tua gaje ini menutup chapter 2 yang embuh. 😑
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
🌻 Dewi Ratih SR 🌻
masih nyimak... like ❤
2020-08-09
2
Puji Astuti
thooorrrŕ
2020-07-21
0
Puji Astuti
lama up
2020-07-21
0