Anna sebenarnya engan, tetapi ia mengikuti juga laki-laki muda itu. Dia menuggu di depan pintu, dengan wajah dinginnya. Rasanya sangat aneh saat dia membukakan pintu untuknya.
"Silahkan masuk Bu Anna."
Sambil mendorong pintu hingga terkuak lebar, setelah Anna melewati pintu barulah ia melepaskannya.
Anna berusaha bersikap biasa saja, di dalam hatinya ia tanamkan bahwa pak Edwing bersikap sesuai kapasitasnya sebagai pimpinan perusahaan.
Tidak mungkin pak Edwing yang tampan dan muda itu tertarik padanya, wanita menjelang usia 32 tahun, dan memiliki dua anak. Pemikiran itu membuat Anna tenang dan menatap laki-laki itu sebagai pertanda ia menunggu dan ingin tau apa yang akan mereka bicarakan.
“Begini Bu."
Pak Edwing menatap ke dalam matanya.
Anna duduk tak jauh dari hadapan pak Donny yang berdiri dekat blackbourd. Kursi-kursi sedang tidak di taro mengelilingi meja melainkan berbaris menghadap ke blackbourd, agaknya setiap hari ada pembelajaran untuk setiap devisi di sini.
Begitulah kesan yang tertangkap oleh Anna. Banyak perubahan-perubahan baru di kantor tersebut.
Mulai dari baju kerja, kalau dulu bebas berpakaian apa saja yang terpenting rapi dan bersih.
Tetapi belum lama ini pak Donny meminta semua karyawan serta mitra mengenakan kemeja ungu setiap
senin dan selasa, disediakan oleh perusahaan. Lalu Rabu dan kamis mengenakan seragam batik bercorak ungu pula. Hari jum’at mengenakan baju muslim untuk yang beragama islam.
Setiap sabtu akan diadakan kegiatan senam kesegaran jasmani di halaman kantor. Bebas saja, boleh ikut dan juga boleh berlibur di rumah. Itu adalah hal pertama yang disampaikan pak Edwing. Karena Anaa beberapa kali tidak pernah ikut morning call.
Selanjutnya mata pak Edwing menatap lebih dalam lagi ke mata Anna, dan mengembangan senyum.
Mau tak mau Anna balas menatap, tapi tak kuat berlama-lama ia mengalihan matanya ke tas di dekapannya.
Pak Donny lantas menulis sesuatu di papan tulis.
“Bu Anna, ini adalah target perusahaan cabang kita di kota ini. Ibu Ofin, Julie, Niki, Rosa, juga Cila dan yang lain-lain sudah optimis dan berani mengambil keputusan untuk target setahunan ini, bagaiman dengan bu Anna!"
Menyebalkan! laki-laki itu tiba-tiba menghadapkannya pada pilihan yang berat. Ia tak menyangka, pak Edwing yang sudah membuatnya kesal memberikannya angka-angka untuk dipilih.
“Saya tidak mau memilihnya pak!"
Anna mengelak.
“Ibu harus memilih salah satu dari yang saya tawarkan, agar ibu lebih terencana dalam bekerja,
lebih punya tujuan yang jelas,bersemangat dan fokus."
“Bagaimana mungkin? Bapak sudah menghancurkan semuanya.”
Sambar Anna.
Tiba-tiba laki-laki itu berhenti dan bergerak cepat ke bangku Anna hingga perempuan itu tercekat, kedua tangannya bertumpu pada pegangan kursi di kiri dan kanan. Replek Anna memundurkan tubuhnya.
“Saya merasa bersalah atas keputusan yang saya ambil karena ternyata berakibat kurang baik, saya minta maaf."
Pria muda itu menggigit bibirnya dan tertawa kecil. Ya Tuhan, baru sekali ini Anna menatap pria muda yang sangat tampan dan gentle secara dekat. Biasanya ia menatap pria tampan di televisi. Anan menyentuh dadanya. Mengingatkan lagi dirinya. Pak Donny hanyalah seorang pimpinan yang sedang mengharapkan sebuah kerja keras dan keberhasilan darinya.
Anna meleleh.
"Team ibu sebenarnya sangat potensial untuk memberikan kontribusi yang besar pada perusahaan.
Hanya kurang digerakkan saja. Saran saya bertemulah untuk sharing dan tanyakan apakah mereka masih bersedia menjadi bagian dari team. Kalau masih ingin berada di perusahaan ya harus berkontribusi, bekerja. Tidak ada kesuksesan tanpa aktivitas!"
“Team? Team apa? bapak sudah membubarkan team saya.”
Anna memiringkan tubuhnya menjauhi tubuh lelaki muda itu yang masih mengurung dengan tubuhnya yang merunduk di depan kursi. Tetapi ia tak mau menyentuh bosnya itu untuk mendorong tubuhnya. Pak Edwing menangkap kekecewaan, tetapi sudah mulai mereda.
“Iya, tapi itu bukan akhir segalanya. Untuk apa Ibu memiliki orang-orang yang tidak berkontribusi pada team?”
"Apa bapak pikir mudah menemukan orang yang mau bermitra dengan kita? Semudah membalikkan telapak tangan?”
"Oh iya, tolong menjauh ya pak, saya merasa sesak."
Anna meringis masih memiringkan tubuhnya. Laki-laki itu hanya mesem.
“Ibu jangan emosi seperti itu dong, saya di sini untuk membantu ibu dan yang lainnya.”
Bukannya menjauh tiba-tiba ia kian mendekatkan wajahnyahingga tinggal beberapa inci saja. Kedua tangannya menyentuh kedua lengan atasnya. Perbuatan yang mengejutkan dan membuat Anna menahan napas.
"Pak Edwing!"
Anna setengah hesteris. Laki-laki itu menarik tubuhnya dan menolehi sekitarnya. Ia takut ada yang mendengar suara Anna.
"Ah suara ibu mengagetkan saya."
"Pak Edwing mau mencium saya tadi!"
"Saya mau menggigit ibu, habis membuat saya gemas sekali."
Pak Edwing menarik tubuhnya dan menoleh pada papan tulis.
“Ibu harus memilih, silahkan.”
Pak Edwing bergerak ke jendela, menatap ke luar. Agak mendung.
“Tentang team saya bagaimana?”
Edwing menoleh dan bergerak ke arahnya.
“Ibu ini keras kepala, saya menyuruh memilih target, ibu malah menanyakan team yang rapuh itu.”
“Kalau bukan dengan team kenapa sebesar itu?”
“Jadi ibu hanya mau yang kecil?, tidak punya impian misalnya mengganti mobil baru? membeli rumah? Saving
dan pergi jalan-jalan ke luar negeri, kalau ibu meminta kecil, ibu akan dapat yang kecil.”
"Berubah Bu! Mintalah yang besar, harapkan yang jumlahnya dengan nol yang banyak, bukan hanya nol enam,
masa ibu kalah dengan ibu Alina mitra baru kita, ingat bu Anna seorang senior manager!"
“Saya bukan Alina, dan saya tidak ingin yang muluk-muluk."
Anna tersinggung, meski pak Edwing mengingatkan bahwa dia masih senior manager.
“Jadi dari tiga pilihan yang saya ajukan, ibu berpikir tidak ada yang bisa ibu capai?”
Mata pak Edwing membesar ke arah Anna.
“Pak Edwing! target team saya lima ratus juta selama satu tahun, sekarang bapak memberi satu milyar sendirian? Bapak sudah gila ya?”
Ups!
Ingin Florin menarik kata-kata yang paling akhir, tapi sudah terlanjur dan pak Edwing menolehinya dengan cepat.
“Ibu menyetujui salah satu dari angka yang saya tawarkan jika bersama team?”
Mata yang menatap tajam dan serius.
“I-iya!"
"Ibu lupa, tadi ibu sudah mendapatkan lima puluh juta, itu sudah saya masukkan kedalam target."
"Ya iya lah, masa tak dihitung! mau saya mengamuk?"
Edwing tersenyum tipis.
“Ibu buat team baru, saya akan membantu menyeleksi dengan ketat."
“Team baru? Memulai dari nol? gila apa!"
Mata yang membesar dan suara yang ditekan.
"Iya, Karena ibu merasa berat menanggung target sebesar itu sendirian, padahal selama ini ibu juga bekerja sendirian, team ibu tidak jalan.”
“Mencari agen dan juga harus memikirkan target? Oh, pak Edwing ingin membuat saya gila apah?"
“Lalu apa yang ibu inginkan?”
Anna menggigit bibir dan menghembuskan napas.
“Bapak carikan saya mitra baru, dan saya mengejar target?”
Laki-laki itu terperanjat, "Ibu menyuruh saya mencarikan ibu mitra?"
Mereka saling memandang. "Adil kan? pak Edwing membubarkan team saya, wajar jika bapak mencarikan pengantinya."
Laki-laki itu geleng-geleng kepala, Ia menggigit-gigit pulpennya. Ia berpikir keras.
"Tak mudah mendapatkan team yang solid pak, saya membina mereka selama sepuluh tahun."
"Tapi saya melihat ada perusuh di dalam team ibu."
Anna membesarkan matanya, bisa-bisanya pak Edwing bilang begitu! padahal dia baru tiga bulan
di perusahaan.
"Siapa? kok bapak bisa menuduh seperti itu."
"Untung sudah saya bubarkan, dia hanya menyusahkan ibu Anna."
Laki-laki itu tidak mau menyebut namanya. Ia kembali pada pembicaraan mereka.
"Ok, satu milyar dikurangi 50 juta."
"Bapak setuju mencarikan saya mitra baru?"
Laki-laki muda yang tampan itu menghela napas, "Ok baiklah, saya setuju."
Kembali dia bergerak kedekat Anna untuk berjabat tangan,
Terpaksa Anna menerima jabat tangan itu. Edwing menggenggam jemari Anna dengan hangat.
Menarik bibirnya ke samping hingga timbul lekuk yang indah di pipinya.
"Good! Kita deal!
Edwing terus saja menggenggam erat jemari Anna, rasanya hampir remuk.
Tapi itu adalah genggaman yang optimis dan kesuksesan, mereka saling tatap lantas menyunggingkan senyum.
“Ibu tidak marah lagikan?”
Anna tak menjawab, sehingga pak Edwing tetap menggenggam jemarinya, “ya, tidak lagi.”
“Sungguh?”
Mereka begitu dekat dan saling menatap.
Hemmm, sembari menarik jemarinya dari genggaman Edwing
"Kalau sudah selesai saya duluan ya Pak Edwing.”
"Ok Bu, good lukky."
"Makasih pak,"
Anna membuka pintu dan bergegas turun, tak lama Edwing menyusul.
Di dalam kenderaan rekaman kejadian di ruang meeting terulang. Dahi Anna berkerut, apakah pak Edwing juga bersikap seperti itu pada teman-teman lain? Bersikap amat dekat, meledak-ledak serta memaksakan kehendak?
Apakah juga menggenggam kuat yang sama, pandangan mata nakal? Anna menggigit bibir. Napas pak Edwing tadi berdesir di dekatnya saat jemarinya bertumpu di lengan kursi, harum tubuhnya menerpa nyaris membuatnya terbuai.
Oh! kenapa perasaanku berdebar seperti ini? Anna teramat gelisah hingga tidurnya tak nyenyak.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Devi Handayani
kenapa jadi doni..... typo ya🤨🤨🤨
2023-02-13
0
Kinan Rosa
jangan bikin Anna menyerah duluan kak
2022-11-05
0
Yukity
like😍😍😍
Saling dukung yuk
salam dari
GADIS TIGA KARAKTER
2021-08-21
0