Pagi jam delapan, Anna dan teman-temannya sudah berada di kantor. Pimpinan agency mereka yakni ibu Arnolfine selalu menekankan untuk berangkat pagi-pagi ke kantor agar terhindar dari kesialan.
"Pagi Bu Anna, dipanggil pak Edwing ke ruangannya."
Saat Anna melewati ruangan mba Admin, ia mendengar pemberitahuan itu.
"O, ok makasih mba."
Anna bergegas ke ruangannya di atas. Meletakkan tasnya dan segera ke ruangan pimpinan yakni pak Edwing. Pria muda dengan penampilan rapi serta berkharisma.
Tok tok tok
"Assalamualaikum, selamat pagi pak."
Anna mendorong pintu setelah terdengar sahutan pria bosnya yang menyuruh masuk, mereka bertatapan. Anna merasakan suasana dingin serta mencekam. Wajah pak Edwing berbeda dengan kemarin saat mereka meeting. Pagi ini dingin dan angker.
“Silahkan duduk!"
Anna lantas duduk di hadapan pria itu. Ia menyilangkan kakinya di bawah meja. Ia mencium wangi parfum yang menggoda. Sudah lama ia tak mencium aroma parfum laki-laki, membuatnya agak terguncang.
Setelah meminggirkan pekerjaannya, pak Edwing mengangkat wajahnya dan langsung menatap dengan menusuk menembus tubuhnya.
"Ibu Anna sudah lama bekerja di perusahaan ini?"
Tanyanya tiba-tiba seperti seorang kepala polisi yang mengintrogasi pencuri. Anna mengangkat wajahnya dan bertemu tatap. Ia berusaha melawan tatapan itu.
"Sudah pak. saya bergabung di sini sejak tahun 2008, jadi sekitar tiga belas tahun."
Pak Edwing membetulkan duduk, menyipitkan mata dan meraih semua kewibawaan seorang pimpinan hingga perempuan di depannya jatuh kedalam pengaruh kharismatik seorang bos.
“Bu Anna, setelah mengevaluasi semuanya, saya bermaksud menghapus divisi yang ibu pimpin. Ada beberapa alasan. Diantaranya kebijaksanaan perusahaan dalam hal keefektifitasan pekerjaan. Saya melihat divisi ibu paling lemah dan tidak produktif."
Suara itu seperti petir yang menyambar di siang bolong. Anna membesarkan matanya tak percaya.
“Paling lemah? Maksud Bapak bagaimana?”
“Ibu lihat saja pencapaian team ibu, agaknya semua orang tengah tertidur, ibu bekerja sendiri dan hasilnya
sangat jauh dari target, apa ibu tidak menyadari hal itu?”
Laki-laki muda itu memperlihatkan angka-angka pencapaiaannya di dalam tahun demi tahun. Kenyataan yang diperlihatkan di depan mata membuat tubuhnya serasa dijatuhi batu es berton-ton. Dingin, perih dan menyakitkan.
"Ta-tapi beberapa tahun yang lalu saya mencapai target kok pak, hanya setahun belakangan ini. Karena di sebabkan wabah pak, dan bukan saya saja."
Anna membela diri. Suaranya meninggi. Ia dan beberapa teman lainnya telah terpengaruh ibu Ofin yang selalu tak mudah menerima begitu saja. Mereka dibiasakan untuk berdebat.
"Dua tahun ini tidak ada pencapaian yang berarti, saya memutuskan akan menghapus divisi ibu!"
Tegas dan mematikan tanpa kompromi.
“Bapak mau menghapus divisi saya, lalu s-saya?”
Anna tak sanggup meneruskan. Sesaat yang lalu ia demikian percaya diri saat menghadapi laki-laki pimpinan baru itu. Saat berikutnya ia seperti tikus got yang naik ke jalanan. Laki-laki tampan dan keren itu seketika membuatnya melemah dan tak berarti.
“Bu Anna tidak perlu cemas, masih bisa bekerja tanpa team rapuh ibu itu."
"Apa bapak pikir mudah membangun sebuah team? saya dengan susah payah meniti dan menatanya pak! dengan pikiran, tenaga, waktu juga dana yang tidak sedikit. Kemudian bapak datang dan begitu saja ingin menghapusnya! heh! saya tak bisa terima pak!"
Anna mengelegar. Ia harus mempertahankan bisnisnya, hal itu yang terpikir.
Laki-laki itu terlihat mengepalkan jemarinya. Wajahnya menegang, matanya menghujam ke wajah Anna. Tapi wanita itu tak memperdulikan bahwa pak Edwing tak pernah dibantah.
"Setidaknya bapak memberi waktu agar saya memperbaiki team saya! tidak mendadak menghapus begitu saja."
"Arrgghhh!!!"
“Untuk apa Bu Anna? Membuang energi saja!”
Keduanya bersitegang tapi pak Edwing serta merta mengetukkan palu.
“Team ibu sudah parah! tidak akan bangun lagi!”
“Bapak tega sekali berkata seperti itu!”
“Ini kenyataan bu Anna, dan ini bisnis! bukan sekedar persinggahan dan batu loncatan, ibu harus hadapi kenyataan.”
Keras sekali suara pak Edwing, dan ia menikmati keputusannya. Wajahnya mendongak memperlihatkan kearoganan seorang bos.
"Bapak tidak bisa begitu saja menghapus divisi saya, bukan wewenang anda!"
Anna melebarkan matanya, ia setengah berteriak.
"Bu Anna! saya pimpinan di kantor ini, dan saya berhak mengatur semuanya dibawah kendali saya, ingat itu!"
Pak Edwing berteriak. Wajahnya yang tampan berubah menyeringai dan memgerikan.
"Apa bapak lupa? saya bukan karyawan perusahaan, melainkan mitra!"
Anna menatap tajam telak laki-laki di depannya.
"Oh begitu! saya kesini untuk bekerja memperbaiki perusahaan, jika saya anggap team ibu Anna tidak sesuai dengan kebutuhan bisnis, saya berhak membubarkannya!"
Anna menggigit bibir, ia terlihat gemetar. Tiba-tiba ia membalikkan tubuhnya dan bergegas meninggalkan ruangan pak Edwing. Rasanya ia ingin meledak oleh kemarahan.
Semula betapa ia terpukau oleh semua yang dilakukan pak Edwing. Suasana kantor yang segar serta ceria. Tak terduga teamnyalah yang pertama di hantam tanpa perasaan.
"Oh, hancur! hancur! semuanya."
Anna menghentakkan high heelnya ke lantai menimbulkan bunyi tok tok tok yang keras di lantai. Ia naik ke lantai atas menyambar tasnya dan bergegas meninggalkan kantor. Meremas-remas jemari, kebiasaan jika ia sedang gundah, marah ataupun kecewa.
"Jeng! Jeng mau kemana?"
Niki dan Yuliana yang ruangannya berdekatan melihatnya yang tergesa.
"A-aku keluar dulu!"
Anna memaksakan senyum di bibirnya, lantas melambaikan tangan menuruni tangga dengan hati yang hancur.
Pria muda itu baru saja datang ke tempat itu dan mengubah dunia kerjanya, seenak perutnya sendiri. Memangnya mudah bertahan di dunia kerja seperti itu?
"Uch!"
Anna meremas tas kerjanya di dada. Ada yang ingin runtuh dari dalam dirinya.
“Bu Anna mau kemana?"
Mba Ratna Dumilah menyapa saat berpapasan di pintu masuk, agaknya ia baru saja dari Bank di sebrang kantor.
“Ada perlu mba.”
Sahut Anna menyembunyikan sakit dan hatinya yang terluka.
Brakk!
Suara pintu mobil yang terbanting serta starter diikuti raungan keras di tempat parkir.
"Memangnya Dia siapa? Beraninya mengusik dan membubarkan divisiku!"
Anna mengigit bibir. Tak ada yang bisa dipikirkan saat seperti itu kecuali melampiaskan kekesalannya pada mobil yang tak bersalah. Ia menginjak gas, membuatnya meraung-raung hingga beberapa orang yang berada di dekat parkir berpaling.
Masih melekat kuat perkataan Pak Edwing
“Saya bermaksud meniadakan divisi ibu, bla bla bla."
"Team ibu terlemah diantara yang lain, terlemah!Terlemah!! tidak produktif!"
Lemahhh mah! mah! menggema di kepalanya.
"Oh, tidak!"
Anna terisak-isak di atas setir, sama sekali tidak mengindahkan keselamatannya dan orang lain, hingga
klakson mengingatkan dirinya karena keluar jalur.
“Iyaaaaa! aku minggir!"
Teriaknya sengit dan memberi jalan pengendara di belakang untuk mendahului,
“Kalau ngantuk tidur dulu Bu!”
Si pengendara sempat-sempatnya membuka jendela mobil dan berteriak padanya.
“Aku bukan mengantuk bodoh! aku sedang kesal setengah mati!"
Rutuknya kesal.
Ya Rabb kedatangan bos baru itu merupakan kehancuran baginya. Di balik wajah tampan mempesona itu
ternyata ada sebongkah hati yang kejam tak berperasaan. Senyum hangat seperti mentari pagi itu. Senyum yang
membuat pipinya berlubang menggemaskan. Ternyata hanya racun berbisa kedok menutupi kekejamannya.
Huh!
Sementara Edwing mengelus dagunya sendiri.
"Aku sudah melakukan tugasku yang pertama."
Ia menggigit bibir, hampir saja ia gagal karena ia dan Anna sempat bersitegang tentang
keputusan. Ia hanya ingin menolong dari Anna dari anggota team yang tidak memberikan kontribusi.
Sayang sekali Anna tak mengerti maksud baiknya, semoga setelah amarahnya mereda ia datang kembali
memohon bimbingan untuk melakukan pekerjaan selanjutnya yang diharapkan membawa kemajuan baik bagi
Anna istimewa untuk perusahaan.
Edwing mengigit bibir lantas meraih bungkus rokok di atas meja dan bergegas keluar.
Ia tau ia sudah melukai perasaan seorang perempuan, membuat bu Anna rekan kerjanya menangis. Ia ingat sekali
kelopak mata Anna di penuhi air mata saat ia mengucapkan kebenaran demi kebenaran yang terpapar jelas
dalam kertas laporan kerja. Bibir ketipisan miliknya gemetar dan suaranya tersendat saat berusaha menyelamatkan
divisi serta teman-temannya, tapi ia tak membiarkan hal itu.
"Tega sekali bapak berkata seperti itu! tega! tega! Ga ga ga ga!"
Bibir yang mengucapkannya itu entah kenapa membuat jantung Edwing gemeletar, mata yang terbelalak serta
sikap tubuh yang menampakkan kejengkelan. Sama sekali bukan temperamen lemah dan tak berdaya, juga
bukan perempuan yang dengan begitu mudahnya menerima keputusan. Ia pikir akan sangat mudah!
ternyata ada sisi perempuan itu yang juga keras.
Edwing menghembuskan kepulan asapnya ke udara, tergiang suara bu Anna yang membantah keputusannya. Terus terang ia nyaris kehilangan muka oleh kata-kata perempuan itu. Ia memang tidak berwenang. Tugasnya adalah membantu setiap team untuk sukses.
"Bapak tega! tega sekali!"
"Saya tak sangka bapak sekejam ini! Kejam! Kejam! jam jam jam."
Edwing mengeleng-gelengkan kepalanya. Ia melakukan hal itu untuk membantu. Tapi berubah menjadi tragedi pertama di hari-hari pertama ia bertugas.
Bersambung
Jangan lupa dukung othor yaa dengan likenya, komennya, votenya dan juga bintang limanya. Othor sangat berterima kasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
JS.Martha
Terima kasih atas dukungannya...rencana mau launching karya baru lagi
2023-01-10
0
Kinan Rosa
hati hati Anna awas kecelakaan
2022-11-05
0
auliasiamatir
lanjut baca, keren thor
2021-11-19
1