Pagi ini, Cassie sedang bersiap di depan cermin. Dia merasa sedikit gugup karena akan melakukan interview di salah satu Bank swasta terkenal.
Tanpa membuang waktu, Cassie segera bergegas menuju mobil. Dia harus berangkat lebih awal jika tidak ingin terjebak macet.
Gadis itu sibuk mengatur nafasnya di atas mobil. Sesekali dia memeriksa map coklat yang ada dalam genggamannya, memastikan semuanya sudah pas dan sempurna.
Jam di pergelangan tangannya menunjukkan pukul 10.00 am, saat tiba di perusahaan tersebut.
"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" Sapa staf resepsionis dengan ramah.
"Selamat siang, mbak." Balas Cassie. "Saya mau bertemu HRD, untuk interview kerja."
"Baik, mbak. Mohon tinggalkan KTP anda untuk ditukarkan dengan kartu akses gedung ini. Sebentar saat pulang, silahkan ditukarkan kembali."
"Ruangan HRD ada di lantai 3. Lift-nya ada di sebelah kanan." Ucapnya ramah, sambil menunjukkan arah.
"Untuk menggunakan lift, anda harus menggunakan kartu akses tersebut."
Cassie pun menyerahkan KTP-nya untuk dibarter dengan kartu akses, lalu bergegas menuju lantai 3.
"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" Sapa security yang berjaga di depan pintu.
"Saya mau ke ruangan HRD untuk interview kerja, pak."
"Oh, mari saya antarkan."
"Katanya, mbak ini mau interview kerja." Kata security itu pada seorang staf. Mungkin sekretaris bapak HRD.
"Mohon tunggu sebentar, saya tanyakan dulu pada Beliau." Kata wanita itu sambil berlalu ke dalam ruangan HRD.
Tidak lama kemudian, wanita itu keluar lagi dan berkata dengan ramah "Silahkan masuk, mbak! Pak Adi, sudah menunggu."
Walaupun pintu sudah terbuka, Cassie tetap mengetuk pintu sebelum masuk.
"Silahkan masuk!" Kata Pak Adi, sambil memutar kursinya.
"Selamat siang, Pak. Maaf, mengganggu waktu anda."
"Selamat siang!" Balasnya dengan ramah. Ternyata Pak Adi masih sangat muda, tadinya Cassie pikir sudah paruh baya.
"Silahkan duduk." Beliau menjabat tangan Cassie dengan bersemangat.
"Biar saya lihat profil, anda."
Dengan cepat, map coklat itu sudah berpindah tangan pada HRD. Beliau mengamati secepat kilat.
"Ternyata kamu sudah punya beberapa pengalaman kerja, yah." Beliau bergumam. "Tapi maaf, posisi Admin untuk saat ini sudah penuh."
Deg!
"Untuk saat ini, yang tersedia hanya posisi marketing." Kata Beliau, sambil menyimpan berkas Cassie di meja kerjanya.
"Anda tertarik?"
"Saya pikir saat ini yang dibutuhkan Admin dan Teller, seperti yang tertera di lowongan kerja."
"Anda tidak suka kerja dilapangan?"
Cassie menatap ragu sang HRD, dia tidak memberi jawaban. Mungkin dia memikirkan kalimat yang tepat untuk menolak.
"Marketing itu sebenarnya bagus. Anda bisa fleksibel mengatur waktu, dan pendapatannya lebih besar daripada Admin maupun Teller."
Pak Adi, lalu menjelaskan pada Cassie bagaimana sistem kerja marketing dan berapa banyak pundi-pundi rupiah yang akan diperoleh jika berhasil mendapatkan nasabah.
Cassie hanya mendengarkan tanpa minat.
"Berapa gaji yang anda minta?"
Cassie tercengang mendengar pertanyaan tak terduga sang HRD. Baru kali ini dia mendapat pertanyaan seperti itu.
"Sesuai standar perusahaan saja, Pak."
Belakangan, Cassie baru mengetahui dari buku yang mengulas tentang Interview kerja, sejatinya jika mendapat pertanyaan seperti itu, pihak yang diwawancara harus berani menyebutkan nominal meskipun terdengar tidak masuk akal.
Tujuan si pewawancara bertanya seperti itu, karena ingin melihat seberapa besar kita menghargai kemampuan diri kita sendiri. Jadi jangan ragu memberi jawaban.
"Gaji pokok marketing saat ini 2.500.000 dan itu hanya gaji pokok. Belum termasuk transpor dan tunjangan yang lain."
"Jumlah itu bukan patokan gaji kalian. Itu tergantung jumlah nasabah yang diperoleh."
"Kalau dapat 1 nasabah, maka akan dikalikan dua dari gaji pokok. Jadi pendapatan kalian berbeda-beda tergantung jumlah nasabah dalam kurun waktu tersebut."
Cassie tercengang mendengar nominal itu. Dia hampir saja tergiur, tapi tersadar lagi.
"Maaf, Pak! Saya tidak tertarik dengan posisi marketing. Jika tahu yang dibutuhkan adalah marketing, saya tidak akan datang kemari." Cassie terdengar mantap.
"Lantas apa yang menjadi alasan Anda ingin bergabung dengan perusahaan kami?"
"Saya ingin menerapkan ilmu yang saya dapatkan di bangku kuliah, dan mendapatkan ilmu baru tentunya."
"Kalau begitu bergabunglah dengan tim marketing kami."
"Maaf, Pak, saya tidak berminat dengan posisi marketing."
"Baiklah kalau begitu. Tapi jika anda berubah pikiran, silahkan kembali kapan saja."
Setelah berjabat tangan, Cassie pamit untuk pulang. Ternyata hari sudah sore. Cassie pikir tadi hanya sebentar, ternyata lama juga.
...###...
Cassie menghela nafas panjang begitu duduk di mobil. Saat ini, perasaannya tidak karuan. Dia merasa di tipu mentah-mentah karena tidak mendapatkan posisi incarannya.
Gadis itu merasa waktu dan energi yang terpakai tadi, terbuang percuma.
"Selamat sore!" Sapa Clee, di ujung telepon.
"Sore!" Cassie, memelas.
"Aku ganggu, yah?"
"Gak, kok."
"Kamu kenapa?"
"Gak kenapa-napa." Suaranya terdengar parau.
"Sekarang dimana?"
"Di jalan, mau pulang."
"Posisi?"
"Jalan kemayoran."
"Pas banget, aku juga lagi dekat sini. Ketemuan, yuk?"
Cassie hanya menganggukkan kepala, seolah Clee bisa melihatnya.
Sebenarnya Cassie ingin menolak, dia merasa penampilannya sedang kacau. Tapi dia juga malas pulang ke rumah.
"Dimana?" Cassie menyeka air matanya.
"Di pantai."
"Oke!"
"Aku tunggu, yah."
Setelah sambungan telepon terputus, Cassie mengambil cermin kecil yang menempel pada sisir lipat miliknya. Dia memperbaiki sedikit riasan wajahnya.
"Pak, mampir bentar ke Pantai. Mau ketemu temen."
"Siap, neng."
Mobil yang ditumpanginya menepi di anjungan pantai. Cassie segera turun mencari sosok Clee.
"Cassie!" Clee melambaikan tangan pada Cassie. Dia sedang duduk di depan Cafe yang menghadap ke laut.
Gadis itu memaksakan senyumannya, berusaha kuat di depan Clee. Padahal matanya sedang berkaca-kaca. Clee yang menyadari itu, pura-pura masuk ke dalam memesan sesuatu.
"Maaf, yah." Cassie, membuka obrolan.
"Kenapa minta maaf?" Tanya Clee, heran.
"Aku baru habis interview, tapi gak berjalan lancar. HRD-nya cuma nge-prank." Cassie tersenyum kecut.
"Nge-prank gimana?"
"Bilangnya cari admin sama teller, taunya marketing. Kan jadi buang-buang waktu."
"Karena itu, kamu jadi nangis?"
"Karena itu, aku minta maaf. Aku pasti kelihatan cengeng banget, yah?" Cassie menarik nafas dalam-dalam. "Aku kalau kesel yah gitu, air mataku langsung jatuh gitu aja."
Cassie menyeka air matanya sambil tertawa kecil.
"Minum dulu." Kata Clee, sambil menyerahkan sebotol air mineral.
"Gak usah dipikirin. Prilla udah jelasin semuanya. Katanya, kalau marah kamu bakal diem atau nangis."
Cassie melongo tak percaya.
"Terus, dia ngomong apa lagi?"
"Banyak." Clee terkekeh. "Sebenarnya aku pengen tahu semuanya langsung dari kamu, tapi dia gak bisa rem mulutnya kalau udah bahas kamu."
Mereka mengobrol sambil tertawa cekikikan. Terlihat sangat akrab, seolah sudah berteman sejak lama.
"Gimana perasaan kamu? Udah enakan."
Cassie mengangguk sambil tertawa. Baru mengobrol sebentar, rasa kesalnya sudah menguap entah kemana.
"Yaudah, pulang gih."
"Aku bukannya ngusir, tapi nanti kamu pulangnya kemalaman. Tadi aku ngajak ketemuan buat tenangin perasaan kamu. Takut orang rumah kamu kuatir, kenapa pulang-pulang nangis."
"Makasih yah, Clee."
"Sebenarnya aku mau anterin pulang, tapi kamu bawa sopir." Clee terkekeh. Dia mengantarkan Cassie ke mobil, lalu kembali ke Cafe.
Lima menit setelah Cassie pergi, Clee menelepon..
"Iya, Clee." Jawab Cassie, diujung telepon.
"Kamu yakin gak ada yang ketinggalan?"
Cassie memeriksa tasnya berulang lalu menjawab "Kayaknya gak ada, deh." Seingatnya, dia tidak sempat membuka tasnya karena terlalu sibuk curhat.
"Bayangan kamu ketinggalan, nih."
"Apaan sih, Clee." Cassie tertawa mendengar penuturan Clee. Dia sadar sedang di gombal, tapi malah menikmati.
"Kamu lagi kebanyakan pulsa?"
"Aku kebanyakan mikirin kamu."
Cassie tertawa sepanjang perjalanan karena guyonan receh Clee. Pria itu terus melantur sana sini, ngoceh-ngoceh sendiri di telepon.
Bahkan Aldo, teman Clee yang juga pemilik Cafe cuma geleng-geleng melihat kelakuannya.
Setelah Cassie sampai di rumahnya, Clee baru memutus sambungan telepon. Clee benar-benar sudah seperti pacarnya saja.
..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments