TCSD 3 : Ibu

Tetes-tetes air yang turun dari langit mengiringi langkah kaki Mara menyusuri jalan setapak yang ada di hadapannya. Ia berlari menembus hujan dengan derai air mata yang sudah berjatuhan dari telaga beningnya. Nafasnya tersengal-sengal mencoba menahan segala rasa sesak yang begitu menghujam. Yang membuatnya ingin sekali menyerah namun ada satu hal yang harus ia perjuangkan yakni kebahagiaannya sendiri.

Suara burung malam yang mungkin menggigil kedinginan sama sekali tidak terdengar, teredam oleh deras air langit yang kian lama kian melebat. Dan suasana malam ini terlihat begitu muram. Orang-orang pun memilih untuk berdiam diri di rumah untuk mulai menarik selimut dan membenamkan tubuh mereka di bawah selimut itu. Mencoba meredam rasa dingin yang terasa semakin menusuk tulang.

Mara masih begitu bersemangat menyusuri jalan setapak ini. Tak selang lama, ia sampai di sebuah tempat yang ia harapkan dapat menjadi pelarian untuk kembali mendapatkan ketenangan tatkala hatinya terasa porak poranda.

"Ibu... Mara datang...."

Suara wanita itu terdengar lirih di bawah guyuran air hujan. Di depannya terlihat sebuah gundukkan tanah dengan batu nisan bertuliskan Paramitha Andadari.

"Ibu... Jika kehidupan Mara akan seperti ini, dulu di saat Ibu pergi, mengapa Ibu tidak mengajak Mara?"

Mara merebahkan tubuhnya di atas tanah makam milik sang ibu yang sudah sejak lima tahun yang lalu pergi meninggalkannya. Rumah sang ibu inilah yang selalu menjadi tempat pelarian Mara untuk menghindar dari segala sesuatu yang membuat batinnya terguncang. Menangis di atas gundukan tanah ini sembari mencurahkan apa yang menjadi beban di dalam hatinya.

"Ibu... Mara ingin ikut Ibu saja... Mara ingin merasakan kedamaian berada di sisi Ibu. Dunia ini terlalu kejam untuk Mara, Ibu. Bahkan Mara tidak dapat menentukan jalan hidup Mara sendiri. Itu semua karena istri baru ayah selalu memaksakan kehendaknya kepada Mara. Dan terus menerus memaksa Mara untuk menuruti semua kemauannya."

Angin yang sebelumnya berhembus pelan, tiba-tiba terasa sedikit lebih kencang. Mara yang tengah merebahkan tubuhnya di samping makam sang ibu dengan memeluk gundukkan tanah itu sedikit terkesiap, tatkala hembusan angin itu seakan hanya berpusat di dekat tubuhnya.

Kepalanya mendongak. Ia melihat sesosok bayangan sang ibu duduk di hadapannya. Mara mengucek-ucek mata mencoba melihat bayangan itu agar nampak lebih jelas. "I-Ibu....?"

Sesosok bayangan itu hanya mengulas senyumnya dan mengangguk.

"Ibu datang ingin menjemput Mara, bukan? Bawa Mara pergi dari tempat ini Ibu... Bawa Mara pergi dari tempat ini!"

Mara menangis tergugu menumpahkan seluruh beban dalam dadanya. Bayangan itu mengulurkan tangannya dan mulai membelai kepala Mara. Meskipun belaian tangan bayangan itu tidak terasa namun seketika membuat tubuh Mara yang sudah menggigil merasakan sedikit kehangatan.

"Ibu tidak akan pernah mengajakmu untuk pergi dari tempat ini Mara... Karena tempat Ibu berbeda dengan tempat Mara saat ini."

Mara menggelengkan kepalanya. "Mara mohon Bu, bawa Mara pergi dari tempat ini. Mara lelah Ibu... Mara lelah. Mara tidak lagi sanggup untuk berpura-pura tangguh, karena Mara benar-benar merasakan kerapuhan dalam diri Mara sendiri. Mara ingin ikut Ibu..."

"Mara... Bertahanlah sebentar lagi. Setelah ini akan ada kebahagiaan yang menghampirimu. Yang akan menghapus segala luka yang kamu rasakan."

Mara menggelengkan kepalanya. "Mara bahkan tidak lagi percaya bahwa ada kebahagiaan untuk Mara, Ibu... Kebahagiaan seakan tidak pernah berteman baik dengan Mara. Dia selalu menjauh dari kehidupan Mara."

"Percayalah kepada Ibu, Mara... Bertahanlah sebentar lagi. Kelak, kamu akan bertemu dengan kebahagiaanmu, yang akan membuat hari-harimu terasa jauh lebih berwarna daripada hari ini."

"T-Tapi ...."

"Pulanglah Sayang... Ingat ucapan Ibu, bertahanlah sebentar lagi. Sebentar lagi, kamu akan bertemu dengan kebahagiaanmu."

Angin kembali bertiup kencang. Seiring dengan menghilangnya bayangan sosok wanita yang bernama Paramitha Andadari yang tidak lain adalah ibu dari Mara. Mara hanya dapat terperangah dengan bibir yang sedikit menganga, tatkala bayangan sang ibu tidak lagi dapat ia lihat.

Mara menautkan pandangannya ke arah batu nisan milik sang ibu. Ia mendekatkan wajahnya ke arah batu nisan itu kemudian mengecupnya dengan lekat.

"Mara percaya pada Ibu... Mara akan bertahan sebentar lagi. Semoga memang benar bahwa kebahagiaan itu akan segera menghampiri Mara."

***

Semburat warna oranye sudah nampak di ufuk timur pertanda sang matahari akan bersegera naik ke singgasananya. Diiringi oleh kokok suara ayam jantan dan cicit burung pipit yang terdengar di balik dedaunan seperti menjadi nada alam yang terdengar begitu selaras dengan hembusan sang bayu yang mengalun lirih. Harum aroma tanah basah sisa hujan semalam masih begitu menyeruak di dalam indera penciuman yang justru membuat siapapun merasakan kesegaran dalam tubuh mereka.

Mara mendorong kursi roda milik sang ayah ke luar rumah, menuju halaman depan. Setelah memandikan sang ayah dan mengganti pakaiannya, seperti biasa ia akan membawa sang ayah untuk berjemur di bawah sinar matahari sembari menyuapinya.

"Ayah harus makan yang banyak, agar bisa segera pulih."

Dengan telaten, Mara mulai menyuapi sang ayah dengan semangkuk bubur. Hatinya berdenyut nyeri melihat tubuh lelaki yang dulu kekar kini hanya tinggal tulang yang berselimutkan kulit. Tiga bulan terakhir kualitas makan sang ayah memang menurun. Ia hanya mau makan sehari sekali. Itupun hanya di waktu pagi. Setelah itu ia tidak mau makan apapun.

"Mara minta maaf Yah, karena Mara belum bisa membawa Ayah untuk berobat. Gaji Mara di pabrik sebagian untuk membayar hutang-hutang Ayah dan sebagian lagi habis untuk biaya keseharian kita."

Lelaki yang tengah duduk di atas kursi roda itu hanya bisa menatap wajah putrinya dengan tatapan nanar. Batinnya terasa perih mendengar sang anak meminta maaf akan sebuah keadaan yang sama sekali bukan merupakan tanggung jawabnya. Matanya memanas dan dadanya terasa begitu sesak seakan dihimpit oleh dua batu besar.

Ayah yang seharusnya minta maaf kepadamu Ra. Ayah lah yang sudah membawa kehidupanmu di tepi jurang kehancuran seperti ini. Seandainya saja dulu Ayah tidak gila berjudi dan tidak menikah lagi dengan Tanti, hidup kita pasti tidak akan seperti ini. Dan mungkin saja ibumu masih tetap hidup sampai saat ini.

Mara bangkit dari posisi jongkoknya. Setelah satu mangkuk bubur untuk sang ayah telah tandas tanpa bekas, kini saatnya ia untuk berangkat ke pabrik pembuatan tempe yang letaknya di desa sebelah.

"Ayah kembali masuk ke kamar ya. Mara akan segera berangkat."

Lelaki itu hanya mengangguk pelan. Semenjak lumpuh karena stroke, lelaki itu tidak banyak berbicara. Lebih cenderung menggunakan kepalanya untuk memberikan sebuah isyarat. Mara kembali mendorong kursi roda milik sang ayah untuk masuk ke kamar. Perlahan, ia papah tubuh lelaki paruh baya itu untuk ia baringkan di atas ranjang.

"Mara berangkat ke pabrik dulu Yah. Ayah beristirahat saja di atas tempat tidur. Tengah hari, Mara akan kembali melihat kondisi Ayah."

Mara mulai mulai melangkahkan kaki untuk keluar dari kamar sang ayah. Lelaki itu hanya bisa menatap kepergian sang anak dengan tatapan yang sukar diartikan. Namun, setetes bulir bening yang lolos dari pelupuk matanya seakan menjadi sebuah isyarat jika di sisa akhir hidupnya saat ini, ia berada di dalam sebuah penyesalan yang begitu dalam.

Maafkan Ayah, Mara. Maafkan Ayah....

***

"Jadi apa jawaban yang akan kamu berikan kepadaku tentang negosiasi kita semalam?"

Suara wanita paruh baya yang tiba-tiba terdengar di balik punggung Mara, membuat gadis itu yang baru saja akan mengeluarkan sepeda dari dalam rumah menghentikan aktivitasnya. Ia berbalik badan. Terlihat sang ibu tiri sudah berdiri di sana.

"Sejak kapan sebuah ancaman bisa disebut dengan negosiasi? Semua yang Anda ucapkan semalam, bukanlah sebuah negosiasi namun sebuah ancaman. Dan hanya wanita jahat lah yang sanggup melakukan itu semua."

Dengan tatapan membidik, Mara masih mencoba untuk memperlihatkan power nya sebagai seorang wanita yang tidak bisa ditindas begitu saja. Gadis itu berusaha mati-matian untuk mempertahankan hak yang ia miliki untuk hidup sesuai dengan apa yang ia mau, dan tidak ingin orang lain mengatur kehidupannya, terlebih hanya seorang ibu tiri yang sejak dulu tidak pernah memberikan kasih sayang untuknya.

Tanti tersenyum sinis. "Aku tidak mau mendengar apapun dari mulutmu, Ra. Waktuku tidak banyak, aku hanya ingin mendengar apa keputusanmu? Apakah kamu siap untuk hidup sempurna bersama juragan Karta? Atau kamu siap untuk melihat ayahmu itu hanya tinggal seonggok raga tiada bernyawa, dan hanya tinggal sekedar nama?"

Mara, gadis yang belum genap berusia dua puluh tahun itu semakin tersudut. Ia dibenturkan pada keadaan yang sama sekali tidak menguntungkan untuknya. Namun, ia masih memikirkan keselamatan sang ayah. Dan ia tidak ingin jika ketenangan sang ayah sedikit pun terusik.

Mara kembali membalikkan badan dan mulai mengeluarkan sepeda dari dalam rumah. "Lakukan saja apa yang menjadi kemauan Anda. Aku akan menuruti semua kemauan Anda."

Tanti terbahak. "Hahahaha bagus, ini yang aku mau. Kamu menjadi anak penurut akan menyelamatkan semuanya. Kamu bersiaplah. Besok, juragan Karta akan bertandang kemari untuk membicarakan pernikahannya denganmu."

Mara mengabaikan ucapan sang ibu tiri. Gegas, ia keluar rumah dan mulai mengayuh sepedanya. Bersamaan dengan air mata yang mulai tumpah ruah dari pelupuk matanya.

Aku bahkan tidak punya kesempatan untuk memilih jalan hidupku. Aku hanya bisa berharap di detik-detik terakhir aku akan menikah dengan juragan Karta, akan ada sebuah keajaiban yang dapat mengeluarkan aku dari belenggu ini.

Sedangkan Tanti, ia terlihat tersenyum menang. Di dalam pikirannya sudah terbayang sebuah lahan jati seluas tiga hektar yang begitu membuatnya bahagia.

Tahan sebentar lagi Tanti! Sebentar lagi kamu akan menjadi orang kaya, yang kekayaanmu tidak akan pernah habis tujuh turunan. Haahhaa hahaahaa.

.

.

. bersambung....

Terpopuler

Comments

💗vanilla💗🎶

💗vanilla💗🎶

sedihhh.. 😥

2024-03-02

0

Elisanoor

Elisanoor

satu bab panjang pisan,capek baca nya tapi penasaran 🤣

2023-02-01

0

Erna Riyanto

Erna Riyanto

Oh...ini cerita Dewa sm Mara......q lebih dulu baca cerita kakaknya Wisnu

2022-07-07

1

lihat semua
Episodes
1 TCSD 1 : Sebuah Ancaman
2 TCSD 2 : Main Belakang
3 TCSD 3 : Ibu
4 TCSD 4 : Menyusun Rencana
5 TCSD 5 : Ayah
6 TCSD 6 : Menjalankan Rencana
7 TCSD 7 : Terbongkar
8 TCSD 8 : Kita Bercerai Saja
9 TCSD 9 : Kedatangan Juragan Karta
10 TCSD 10 : Berpisah
11 TCSD 11 : Mbak Kunti
12 TCSD 12 : Turn On
13 TCSD 13 : Melarikan Diri Lagi
14 TCSD 14 : Di Dalam Gua
15 TCSD 15 : Basah
16 TCSD 16 : Bisikan Malaikat VS Bisikan Setan
17 TCSD 17 : Perjanjian Dengan Juragan Karta
18 TCSD 18 : Hal Aneh
19 TCSD 19 : Upaya Pencarian
20 TCSD 20 : Ular
21 TCSD 21 : Perkenalan Kita
22 TCSD 22 : Apakah Ini Cinta?
23 TCSD 23 : Dinner
24 TCSD 24 : Di Bawah Purnama
25 TCSD 25 : Khayalan Tingkat Tinggi
26 TCSD 26 : Kue Ulang Tahun
27 TCSD 27 : Hangat
28 TCSD 28 : Berpayung Langit
29 TCSD 29 : Mendadak Viral
30 TCSD 30 : Shopping
31 TCSD 31 : Makam dan Pasar Malam
32 TCSD 32 : Chemistry di Dalam Cotton Candy
33 TCSD 33 : Jejak Mara
34 TCSD 34 : Ulalaalaaaa
35 TCSD 35 : 40 B
36 TCSD 36 : Tanda Bahaya
37 TCSD 37 : Gagalnya Rencana Pertama
38 TCSD 38 : Jahil
39 TCSD 39: Tanggung Jawab
40 TCSD 40 : Manja
41 TCSD 41 : Rencana Kedua
42 TCSD 42 : Menyelami Perasaan
43 TCSD 43 : Gadis Lima Milyar
44 TCSD 44 : Tertipu?
45 TCSD 45 : Memperdayai
46 TCSD 46 : Mara Dalam Bahaya?
47 TCSD 47 : Kembali
48 TCSD 48 : Para Istri
49 TCSD 49 : Kamu Melupakan Satu Hal, Dewa!
50 TCSD 50 : Amarah Karta
51 TCSD 51 : Kota Hujan
52 TCSD 52 : Interview
53 TCSD 53 : Pertemuan Kembali
54 TCSD 54 : Jurang
55 TCSD 55 : Satu Bukti
56 TCSD 56 : Mencarimu
57 TCSD 57 : Memintamu Kembali
58 TCSD 58 : Terjebak Dalam Pikiran Sendiri
59 TCSD 59 : Orang Kaya Baru
60 TCSD 60 : Kan, Kan, Kan, Apes Lagi
61 TCSD 61 : Dilarikan ke Rumah Sakit
62 TCSD 62 : Calon Cucu Menantu
63 TCSD 63 : Segeralah Menikah
64 TCSD 64 : Menerima
65 TCSD 65 : Meminta Restu
66 TCSD 66 : Lagi Ra! Lagi!
67 TCSD 67 : Kepergok
68 TCSD 68 : Pahlawan Kesiangan?
69 TCSD 69 : Menikahlah Denganku
70 TCSD 70 : Terjerat
71 TCSD 71 : Satu Minggu Lagi
72 TCSD 72 : Jogja Lagi
73 TCSD 73 : Menikah
74 TCSD 74 : Resepsi (Spesial Part DeRa, Author, dan Para Pembaca)
75 TCSD 75 : Saling Mencurahkan Isi Hati
76 TCSD 76 : Pemanasan
77 TCSD 77 : Setelah Sekian Purnama
78 TCSD 78 : Lagi, Di Dalam Kamar Mandi
79 TCSD 79 : Demam
80 TCSD 80 : Bubur Ayam Penebus Dosa #1
81 TCSD 81 : Bubur Ayam Penebus Dosa #2
82 TCSD 82 : Penuh Cinta
83 TCSD 83 : Punggung nan Menggoda
84 TCSD 84 : Nyaman
85 TCSD 85 : Tiada
86 TCSD 86 : Pelangi
87 TCSD 87 : Jogja dan Bogor
88 TCSD 88 : Sofa
89 TCSD 89 : Kembali
90 TCSD 90 : Tertipu
91 TCSD 91 : Vila
92 TCSD 92 : Manis Madu
93 TCSD 93 : Keinginan
94 TCSD 94 : Menikmati Pagi
95 TCSD 95 : Berkuda ke Danau Cinta
96 TCSD 96 : Potret Kehidupan
97 TCSD 97 : Danau Cinta dan Rumah Pohon
98 TCSD 98 : Undangan
99 TCSD 99 : Keinginan untuk Merebut Kembali
100 TCSD 100 : Dasar Kuda
101 TCSD 101 : Dibuang
102 TCSD 102 : Rumah Besar
103 TCSD 103 : Puspa
104 TCSD 104 : Delapan Kali?
105 TCSD 105 : Persiapan Menghadiri Undangan
106 TCSD 106 : Ballroom
107 TCSD 107 : Berjumpa
108 TCSD 108 : Mempermalukan Diri Sendiri
109 TCSD 109 : Obsesi dan Ambisi
110 TCSD 110 : Bertemu Jodoh
111 TCSD 111 : Sedikit Balasan
112 TCSD 112 : Berkenalan
113 TCSD 113 : Panas
114 TCSD 114 : Amelia Sekar Kedaton
115 TCSD 115 : Membawa Pergi
116 TCSD 116 : Lamaran Dadakan
117 TCSD 117 : Angel Iki Angel
118 TCSD 118 : Di Taman
119 TCSD 119 : Kedatangan
120 TCSD 120 : Rawon VS Gulai Ayam
121 TCSD 121 : Kutilang Darat
122 TCSD 122 : Oh Istriku
123 TCSD 123 : Sebuah Kejutan
124 TCSD 124 : Kafe
125 TCSD 125 : Tiga Puluh Juta
126 TCSD 126 : Serba Salah
127 TCSD 127 : Sang Penggoda
128 TCSD 128 : Tragedi
129 TCSD 129 : Buka Matamu, Sayang!
130 TCSD 130 : Terselamatkan
131 TCSD 131 : Buah Cinta Kita
132 TCSD 132 : Kebahagiaan untuk Semua
133 TCSD 133 : Rencana Membalas
134 TCSD 134 : Kabur
135 TCSD 135 : Ibu Tiri?
136 TCSD 136 : Hati yang Ikhlas
137 TCSD 137 : Balada Lelaki Tampan
138 TCSD 138 : Menikah (Krisna & Sekar)
139 TCSD 139 : Hadiah
140 TCSD 140 : Malam Panjang
141 TCSD 141 : Mie Ayam Kliwon
142 TCSD 142 : Keliling Kota
143 TCSD 143 : Ketahuan Memperdayai
144 TCSD 144 : Flu
145 TCSD 145 : Bersiap-siap
146 TCSD 146 : Eksekusi
147 TCSD 147 : Meleset
148 TCSD 148 : Hamil
149 TCSD 149 : Dua Calon Papa
150 TCSD 150 : Penebus
151 TCSD 150 : Anak Lelakiku
152 Menyapa Dulu...
153 TCSD 153 : Wisnu dan Dira
154 TCSD 154 : Kembali
155 TCSD 155 : Tidak Diharapkan
156 TCSD 156 : Pagi Hari di Ruang Makan
157 TCSD 157 : Iri dan Dengki
158 TCSD 158 : Kebekuan Hati yang Mencair
159 TCSD 159 : Dira dengan Rencananya
160 TCSD 160 : Perangkap Ular
161 TCSD 161 : Masuk ke Dalam Perangkap
162 TCSD 162 : Akhir Kebebasan Dira
163 Selingan ...
164 TCSD 163 : Ketuban Pecah Dini
165 TCSD 164 : Arsyanendra Chandra Shankara
166 TCSD 165 : Oma ...
167 TCSD 166 : Peristirahatan Terakhir dan Gadis Kecil Berpayung Hitam
168 TCSD 167: Puspa dan Kehidupannya
169 TCSD 168 : Berakhir di Rumah Sakit Jiwa Juga
170 TCSD 169 : Ambyar
171 Terjerat Cinta Sang Duda -End-
172 Ucapan Terimakasih...
173 Cahaya Cinta untuk Seroja
174 Sequel ... "Duda Tampan Pemikat Hati"
175 Karya Baru
176 Promo Novel Baru
177 Promo Novel Baru
178 Rilis novel baru
Episodes

Updated 178 Episodes

1
TCSD 1 : Sebuah Ancaman
2
TCSD 2 : Main Belakang
3
TCSD 3 : Ibu
4
TCSD 4 : Menyusun Rencana
5
TCSD 5 : Ayah
6
TCSD 6 : Menjalankan Rencana
7
TCSD 7 : Terbongkar
8
TCSD 8 : Kita Bercerai Saja
9
TCSD 9 : Kedatangan Juragan Karta
10
TCSD 10 : Berpisah
11
TCSD 11 : Mbak Kunti
12
TCSD 12 : Turn On
13
TCSD 13 : Melarikan Diri Lagi
14
TCSD 14 : Di Dalam Gua
15
TCSD 15 : Basah
16
TCSD 16 : Bisikan Malaikat VS Bisikan Setan
17
TCSD 17 : Perjanjian Dengan Juragan Karta
18
TCSD 18 : Hal Aneh
19
TCSD 19 : Upaya Pencarian
20
TCSD 20 : Ular
21
TCSD 21 : Perkenalan Kita
22
TCSD 22 : Apakah Ini Cinta?
23
TCSD 23 : Dinner
24
TCSD 24 : Di Bawah Purnama
25
TCSD 25 : Khayalan Tingkat Tinggi
26
TCSD 26 : Kue Ulang Tahun
27
TCSD 27 : Hangat
28
TCSD 28 : Berpayung Langit
29
TCSD 29 : Mendadak Viral
30
TCSD 30 : Shopping
31
TCSD 31 : Makam dan Pasar Malam
32
TCSD 32 : Chemistry di Dalam Cotton Candy
33
TCSD 33 : Jejak Mara
34
TCSD 34 : Ulalaalaaaa
35
TCSD 35 : 40 B
36
TCSD 36 : Tanda Bahaya
37
TCSD 37 : Gagalnya Rencana Pertama
38
TCSD 38 : Jahil
39
TCSD 39: Tanggung Jawab
40
TCSD 40 : Manja
41
TCSD 41 : Rencana Kedua
42
TCSD 42 : Menyelami Perasaan
43
TCSD 43 : Gadis Lima Milyar
44
TCSD 44 : Tertipu?
45
TCSD 45 : Memperdayai
46
TCSD 46 : Mara Dalam Bahaya?
47
TCSD 47 : Kembali
48
TCSD 48 : Para Istri
49
TCSD 49 : Kamu Melupakan Satu Hal, Dewa!
50
TCSD 50 : Amarah Karta
51
TCSD 51 : Kota Hujan
52
TCSD 52 : Interview
53
TCSD 53 : Pertemuan Kembali
54
TCSD 54 : Jurang
55
TCSD 55 : Satu Bukti
56
TCSD 56 : Mencarimu
57
TCSD 57 : Memintamu Kembali
58
TCSD 58 : Terjebak Dalam Pikiran Sendiri
59
TCSD 59 : Orang Kaya Baru
60
TCSD 60 : Kan, Kan, Kan, Apes Lagi
61
TCSD 61 : Dilarikan ke Rumah Sakit
62
TCSD 62 : Calon Cucu Menantu
63
TCSD 63 : Segeralah Menikah
64
TCSD 64 : Menerima
65
TCSD 65 : Meminta Restu
66
TCSD 66 : Lagi Ra! Lagi!
67
TCSD 67 : Kepergok
68
TCSD 68 : Pahlawan Kesiangan?
69
TCSD 69 : Menikahlah Denganku
70
TCSD 70 : Terjerat
71
TCSD 71 : Satu Minggu Lagi
72
TCSD 72 : Jogja Lagi
73
TCSD 73 : Menikah
74
TCSD 74 : Resepsi (Spesial Part DeRa, Author, dan Para Pembaca)
75
TCSD 75 : Saling Mencurahkan Isi Hati
76
TCSD 76 : Pemanasan
77
TCSD 77 : Setelah Sekian Purnama
78
TCSD 78 : Lagi, Di Dalam Kamar Mandi
79
TCSD 79 : Demam
80
TCSD 80 : Bubur Ayam Penebus Dosa #1
81
TCSD 81 : Bubur Ayam Penebus Dosa #2
82
TCSD 82 : Penuh Cinta
83
TCSD 83 : Punggung nan Menggoda
84
TCSD 84 : Nyaman
85
TCSD 85 : Tiada
86
TCSD 86 : Pelangi
87
TCSD 87 : Jogja dan Bogor
88
TCSD 88 : Sofa
89
TCSD 89 : Kembali
90
TCSD 90 : Tertipu
91
TCSD 91 : Vila
92
TCSD 92 : Manis Madu
93
TCSD 93 : Keinginan
94
TCSD 94 : Menikmati Pagi
95
TCSD 95 : Berkuda ke Danau Cinta
96
TCSD 96 : Potret Kehidupan
97
TCSD 97 : Danau Cinta dan Rumah Pohon
98
TCSD 98 : Undangan
99
TCSD 99 : Keinginan untuk Merebut Kembali
100
TCSD 100 : Dasar Kuda
101
TCSD 101 : Dibuang
102
TCSD 102 : Rumah Besar
103
TCSD 103 : Puspa
104
TCSD 104 : Delapan Kali?
105
TCSD 105 : Persiapan Menghadiri Undangan
106
TCSD 106 : Ballroom
107
TCSD 107 : Berjumpa
108
TCSD 108 : Mempermalukan Diri Sendiri
109
TCSD 109 : Obsesi dan Ambisi
110
TCSD 110 : Bertemu Jodoh
111
TCSD 111 : Sedikit Balasan
112
TCSD 112 : Berkenalan
113
TCSD 113 : Panas
114
TCSD 114 : Amelia Sekar Kedaton
115
TCSD 115 : Membawa Pergi
116
TCSD 116 : Lamaran Dadakan
117
TCSD 117 : Angel Iki Angel
118
TCSD 118 : Di Taman
119
TCSD 119 : Kedatangan
120
TCSD 120 : Rawon VS Gulai Ayam
121
TCSD 121 : Kutilang Darat
122
TCSD 122 : Oh Istriku
123
TCSD 123 : Sebuah Kejutan
124
TCSD 124 : Kafe
125
TCSD 125 : Tiga Puluh Juta
126
TCSD 126 : Serba Salah
127
TCSD 127 : Sang Penggoda
128
TCSD 128 : Tragedi
129
TCSD 129 : Buka Matamu, Sayang!
130
TCSD 130 : Terselamatkan
131
TCSD 131 : Buah Cinta Kita
132
TCSD 132 : Kebahagiaan untuk Semua
133
TCSD 133 : Rencana Membalas
134
TCSD 134 : Kabur
135
TCSD 135 : Ibu Tiri?
136
TCSD 136 : Hati yang Ikhlas
137
TCSD 137 : Balada Lelaki Tampan
138
TCSD 138 : Menikah (Krisna & Sekar)
139
TCSD 139 : Hadiah
140
TCSD 140 : Malam Panjang
141
TCSD 141 : Mie Ayam Kliwon
142
TCSD 142 : Keliling Kota
143
TCSD 143 : Ketahuan Memperdayai
144
TCSD 144 : Flu
145
TCSD 145 : Bersiap-siap
146
TCSD 146 : Eksekusi
147
TCSD 147 : Meleset
148
TCSD 148 : Hamil
149
TCSD 149 : Dua Calon Papa
150
TCSD 150 : Penebus
151
TCSD 150 : Anak Lelakiku
152
Menyapa Dulu...
153
TCSD 153 : Wisnu dan Dira
154
TCSD 154 : Kembali
155
TCSD 155 : Tidak Diharapkan
156
TCSD 156 : Pagi Hari di Ruang Makan
157
TCSD 157 : Iri dan Dengki
158
TCSD 158 : Kebekuan Hati yang Mencair
159
TCSD 159 : Dira dengan Rencananya
160
TCSD 160 : Perangkap Ular
161
TCSD 161 : Masuk ke Dalam Perangkap
162
TCSD 162 : Akhir Kebebasan Dira
163
Selingan ...
164
TCSD 163 : Ketuban Pecah Dini
165
TCSD 164 : Arsyanendra Chandra Shankara
166
TCSD 165 : Oma ...
167
TCSD 166 : Peristirahatan Terakhir dan Gadis Kecil Berpayung Hitam
168
TCSD 167: Puspa dan Kehidupannya
169
TCSD 168 : Berakhir di Rumah Sakit Jiwa Juga
170
TCSD 169 : Ambyar
171
Terjerat Cinta Sang Duda -End-
172
Ucapan Terimakasih...
173
Cahaya Cinta untuk Seroja
174
Sequel ... "Duda Tampan Pemikat Hati"
175
Karya Baru
176
Promo Novel Baru
177
Promo Novel Baru
178
Rilis novel baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!