Mandala menatap tajam kedua orang di hadapannya itu. Haris yang mendapatkan tatapan permusuhan itu merasa tidak nyaman. Berbeda dengan Mili. Dia hanya cuek mendapatkan tatapan seperti itu. Hal itu sudah biasa untuknya.
"Silahkan duduk!" Akhirnya Mandala mempersilahkan mereka duduk.
Mili kembali duduk di dekat atasannya.
"Siapa yang menyuruh mu duduk di situ?" Mandala memandang Mili yang baru saja menjatuhkan pantatnya di kursi.
"Pindah sini atau kerja sama kita batal!" Ancam Mandala. Dengan terpaksa Mili berdiri lagi. Berpindah duduk di sofa dekat dengan Mandala. Masih membuat jarak beberapa senti dari Mandala.
Mandala menggeser tubuhnya. Langsung dirangkulnya pundak Mili. Seakan dia mengatakan bahwa Mili adalah miliknya pada pria di hadapannya itu.
Aneh sekali sikapnya, pikir Mili yang tak paham akan kecemburuan suaminya.
***
Malam harinya mereka makan malam bersama. Kali ini Mandala lebih pendiam. Tapi itu lebih baik bagi Mili. Saat ini Mili sudah sangat lelah, akan bertambah lelah jika harus berdebat dengan Mandala.
"Ehem." Mandala berdeham.
Uhhh, sepertinya akan ada drama lagi, batin Mili. Padahal tadinya dia sudah merasa senang. Setidaknya ada ketenangan sebentar dalam hidupnya. Ternyata batal.
"Haruskah aku mengingatkan mu setiap hari, setiap jam, setiap menit, setiap detiknya bahwa kamu itu sudah punya suami!" Geram Mandala. Masih panas mengingat kejadian tadi siang.
"Tidak perlu. Aku belum pikun hingga harus kau ingatkan terus menerus."
"Lalu kenapa kau bisa-bisanya bermesraan dengan atasan mu itu? Parahnya lagi di ruangan suami mu sendiri!"
"Kapan aku melakukannya?" Mili marah karena dia tak merasa melakukannya.
"Tadi siang. Tadi siang itu apa? Aku melihat mu berdekatan dengan atasan mu. Kalian berdua saling lempar senyum. Memuakkan!"
"Dengar...aku dan Pak Haris, hubungan ku dengannya pure hubungan atasan dan bawahan, tidak lebih. Tadi kami hanya membahas pekerjaan, tidak melakukan hal yang aneh-aneh. Jangan bersikap berlebihan jika tidak ingin aku menganggap mu sedang cemburu sekarang!"
"Aku bukannya cemburu tapi ini tentang harga diri ku. Bagaimana kalau ada yang melihat mu dan berpikiran buruk tentang mu? Harga diri ku juga ikut tercoreng!"
"O...jadi, hanya karena harga diri. Okey."
***
Perusahaan Mandala setuju bekerja sama dengan Perusahaan tempat Mili bekerja. Surat perjanjian sudah ditanda tangani. Hari ini Mili harus menemani atasannya untuk cek lokasi, dimana mereka akan membangun sebuah villa di puncak.
Pagi sekali Mili sudah berangkat bekerja. Dia harus mempersiapkan semua karena siangnya, dia dan Haris harus sudah sampai disana.
Mandala juga akan pergi kesana ditemani dengan sekretaris cantiknya itu. Biasanya dia paling malas untuk ikut cek lokasi tapi karena Mili ada disana, Mandala memutuskan untuk terjun sendiri.
Mandala mengumpat karena dia harus menunda keberangkatannya menyusul Mili. Ada masalah dengan proyeknya yang lain. Rapat darurat harus dilakukan. Tidak bisa diwakilkan. Mandala sendiri yang harus memimpin rapat itu.
Jam tujuh malam rapat baru berakhir. Rasa lelah tentu saja ia rasakan. Tapi rasa khawatir yang hinggap di hatinya, memaksanya untuk pergi ke puncak menyusul Mili.
Beberapa saat lalu Mandala menghubungi rumahnya, Bik Imah yang mengangkatnya. Mandala ingin menanyakan tentang keberadaan istrinya. Ternyata dia belum kembali dari puncak.
Mandala juga sempat menghubungi Mili tapi jawabannya selalu saja sedang di luar jangkauan. Itulah alasan kenapa Mandala tetap ingin menyusul istrinya. Hari ini, Mandala merasa ia begitu sial. Semua yang telah direncanakan berantakan. Ada masalah dengan proyeknya. Sekarang mengenai istrinya yang belum pulang. Dan saat ia ingin menyusul istrinya, Mandala baru ingat tadi pagi sopirnya izin karena sedang sakit.
"Oh...shiiittt!" Umpatnya.
Terpaksa Mandala harus mengendarai mobilnya sendiri menuju puncak. Malam ini jalanan tak terlalu padat karena ini bukan hari libur. Setelah menempuh hampir dua jam perjalanan, akhirnya Mandala sampai juga ke lokasi. Sepi. Sudah tidak ada siapa-siapa lagi disana.
Kemana Mili, pikir Mandala. Mandala segera menghubungi orang rumah. Jawabannya masih sama. Mili belum pulang. Mungkinkah dia masih diperjalanan, batin Mandala.
Mandala segera kembali ke mobilnya. Namun dia berhenti saat ada orang yang memanggilnya.
"Pak Mandala!" Mandala berbalik.
"Selamat malam Pak, apa ada sesuatu yang penting sehingga anda datang sendiri malam-malam begini?" Sapa anak buah Mandala.
"Saya sedang mencari istri saya. Apa kamu melihatnya?"
"Bu Mili sudah pulang sejak sore tadi bersama Pak Haris. Seharusnya sudah dari tadi sampai rumah!" Jawab orang itu sambil melihat jam tangannya.
"Begitu ya. Jam berapa tadi semua kelar?"
"Iya Pak. Jam empat sore semua pekerjaan sudah selesai. Semua orang langsung pulang termasuk Bu Mili!"
"Lalu kemana mereka?" Mandala masih berpikir.
"Apa mereka ke hotel dulu?" Ceplos anak buahnya. Mandala melotot padanya. Dia langsung menutup mulutnya.
"Ma-maksud saya, karena kelelahan Bu Mili singgah ke hotel dulu. Sangat berbahaya kalau mengemudi dalam keadaan capek apalagi ngantuk Pak?" Mencoba memberi penjelasan yang masuk akal.
"Kau benar. Kalau begitu saya akan mencarinya. Kamu lanjutkan tugas mu!"
"Baik Pak."
***
Mandala mengemudikan mobilnya kembali. Menuju jalan pulang. Saat melewati sebuah hotel, Mandala teringat perkataan anak buahnya tadi. Dia membelokkan mobilnya ke arah hotel.
""Selamat malam mbak, saya mau tanya apa tadi ada yang memesan kamar di hotel ini dengan nama Haris atau Emilia?"
"Selamat malam juga, sebentar saya lihat dulu daftarnya!"
Setelah beberapa saat.
"Iya, tadi sore ada yang chek in dengan nama Tuan Haris tapi beliau sudah chek out. Hanya dua jam berada disini!" Bayangan tak senonoh sudah berkelana di kepala Mandala.
"Apa dia datang bersama dengan seorang wanita? Coba mbak ingat-ingat!"
"Hem...iya, Tuan Haris datang dengan seorang wanita cantik!"
Karena hanya ada beberapa yang menginap sore itu, resepsionis itu menjadi hafal siapa yang datang dan dengan siapa ia datang.
"Berapa kamar yang mereka pesan?"
"Mereka hanya memesan satu kamar Pak?"
Mandala langsung mengumpat, membuat resepsionis itu ketakutan. Mandala menyadarinya.
"Oh...maaf, saya sedang emosi. Terima kasih atas informasinya!"
Mandala bergegas menuju mobilnya. Dia memukul-mukul setir mobilnya sebagai pelampiasan. Kemudian melajukan mobilnya dengan kencang.
Braaaakkkk.....Mandala membuka pintu rumahnya dengan kencang. Bik Imah yang kebetulan mengambil minum, bergegas menghampiri.
"Tuan Mandala!"
"Mili mana Bik?"
"Non Mili belum pulang Tuan!"
Mandala benar-benar naik pitam.
***
Di sisi lain, Mili pun sedang kalang kabut. Hari ini juga hari sial untuk Mili. Harus berangkat kerja lebih pagi, lalu cek lokasi ke puncak. Rasanya sangat melelahkan. Melewatkan makan siang karena mengejar waktu agar pekerjaan cepat selesai.
Jam empat sore akhirnya semua selesai. Saatnya pulang. Mili sudah membayangkan, dia sudah tidak sabar merebahkan diri di kasurnya yang empuk.
"Kok kesini Pak?" Mili menegur atasannya yang membelokkan mobilnya ke sebuah restoran.
"Kita makan dulu. Saya lapar. Apa kamu tidak merasa lapar?"
Mereka memesan makan. Beberapa saat menunggu, pesanan mereka pun datang.
Mili sangat menikmati makanan yang ia pesan. Haris yang melihat Mili makan dengan lahapnya ingin mencicip makanan itu. Mili yang melihat atasannya itu menatap makanannya langsung menawarkan.
"Bapak mau cicip, silahkan!" Haris mengambil makanan itu dengan sendoknya.
"Hem...enak. Tapi seperti ada rasa udangnya di bumbu makanan mu Mili?"
"Iya memang Pak. Oh...saya lupa, anda alergi udang. Bagaimana ini Pak?" Mili menepuk keningnya.
Haris melajukan mobilnya dengan santai. Dia bersyukur jalan tidak terlalu ramai. Namun setelah beberapa menit berlalu, akhirnya dia merasakan kepalanya pening. Keringat sudah keluar di keningnya.
"Pak, sepertinya gejala alergi anda mulai nampak?"
"Kau benar. Kita istirahat di hotel sebentar. Mungkin dengan tidur sebentar, keadaan saya akan lebih baik!"
Mili lah yang menawarkan untuk memesan satu kamar karena dia khawatir dengan keadaan atasannya.
Satu jam masih terlihat baik. Namun setelah itu sudah timbul ruam di kulit atasannya. Pak Haris pun mulai muntah. Takut terjadi sesuatu yang lebih buruk lagi, Mili memutuskan membawa Pak Haris je rumah sakit. Dia chek out dua jam setelah dia chek in.
Di rumah sakit, Pak Haris segera ditangani dengan baik. Mereka meminta Pak Haris agar rawat inap disana.
Hari ini Mili sungguh apes. Rencana istirahatnya gagal total. Kini dia justru harus merawat, melayani atasannya yang sakit.
Dari semalam Mili belum sempat menutup matanya. Belum sempat merebahkan dirinya. Waktu terus berjalan. Sudah jam tujuh pagi. Mili masih berada di rumah sakit menunggui atasannya. Pak Haris baru bisa tidur menjelang subuh. Sedangkan dirinya entah mengapa sama sekali tidak bisa menutup mata.
"Mili!" Panggil Haris yang masih duduk di kursi sebelahnya.
"Kamu masih disini? Kenapa tidak pulang? Bagaimana dengan suami mu, apa kamu sudah mengabarinya?" Lanjutnya.
"Hp saya mati dari semalam. Tidak apa-apa Pak, nanti akan saya beri penjelasan setelah pulang ke rumah."
"Bagaimana kalau suami mu marah?"
"Hahaha....itu sudah biasa Pak. Kalau dia diam itu baru luar biasa!"
"Kamu ini. Ingatkan aku untuk memberi mu bonus bulan ini!"
"Ah, tidak perlu Pak. Suami saya sudah kaya!" Mili berlagak sombong.
"Bisa sombong kamu sekarang! Hahaha....." Setelah merasakan sakit berjam-jam yang lalu, akhirnya Haris bisa kembali tertawa.
"Saya ikhlas melakukan semua ini Pak. Saya tidak perlu bonus apa-apa!" Ucap Mili tulus.
Keadaan Haris sudah membaik. Jam sepuluh setelah dokter berkunjung, Haris diperbolehkan untuk pulang.
Mili yang mengemudian mobil Haris, ia mengantarkan Haris kembali ke rumahnya. Setelah itu sopir Haris yang mengantar Mili pulang.
Dengan wajah lesu dan terlihat sangat lelah, Mili memasuki rumah. Dia langsung menuju kamarnya. Itulah tujuan utama.
Setelah membersihkan diri Mili segera tidur. Ditariknya selimut untuk menutupi tubuhnya hingga dada. Karena saat ini Mili hanya memaki gaun tidur yang tipis dan pendek.
Lagi asyiknya merajut mimpi, ada-ada saja yang mengganggunya.
Braaakkkk....pintu kamar Mili di buka kasar.
Mandala berdiri nyalang di depan pintu.
"Kau....tahu pulang juga ternyata!" Teriak Mandala. Tak ada respon. Mandala segera mendekat ke arah Mili dan langsung menarik tangan Mili. Membuat Mili terduduk karena tarikan.
"Mandala, aku ngantuk banget. Bisakah kita bertengkarnya nanti saja? Aku capek banget sekarang!" Mili berbicara dengan suara paraunya. Matanya pun masih terpejam.
"Kau pikir kamu saja yang ngantuk, yang lelah. Aku juga. Semalaman aku sibuk mencari mu, memikirkan mu. Lalu apa? Saat aku kembali kamu malah enak-enakkan tidur begini. Kemana saja kamu semalam dan apa yang kamu lakukan. Hah?" Mandala sudah diselimuti emosi.
Tak ada jawaban. Ternyata Mili tertidur lagi. Hal itu membuat Mandala geram. Bayangan buruknya semalam langsung ia utarakan.
"Jangan katakan kalau kamu seperti ini karena semala kamu melayani atasan mu itu. Mili jawab!" Mandala membentak Mili. Mengguncang kedua pundaknya.
"Apa?"tanya Mili lemah setengah sadar.
"Katakan, apa semalam kamu bersama dengan atasan mu dan melayaninya?" Tak ada jawaban hanya sebuah anggukan yang berarti iya.
"Kau......"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Potato Peach
aaa kesel sm Mili yg sangat cuek sm suami dan pernikahan nya,, gak adakah sedikitpun rasa mili k Mandala 😥😥
kasihan sm Mandala
2021-10-17
0
Mel Rezki
bagus thor...Mandala yang mulai baper.
salam dari "KARENA USTADZ AKU CACAT."
2021-07-16
1
Novia Melinda
ditunggu kelanjutan ny thor 😘
2021-05-28
2