Rumah baru

Setelah malam pertama mereka di hotel, paginya mereka kembali ribut. Sejak membuka mata, mereka meributkan kemana mereka akan pulang setelah ini. Mandala mengajak Mili pulang ke rumahnya tapi Mili menolak. Dia kekeh ingin tinggal bersama orang tuanya. Walau jarak rumah orang tua mereka dekat, yang kapanpun saja bisa mereka jangkau tapi bukan Mandala dan Emilia kalau tidak ribut lebih dulu. Setelah melalui perdebatan yang cukup sengit yang memakan waktu hingga jam makan siang. Akhirnya perdebatan itu usai setelah suara keroncongan dari perut mereka ikut bersuara. Mereka meronta, ikut protes kepada pemiliknya.

Mandala mengajak Mili ke rumah orang tuanya lebih lebih dulu. Setelah itu dia yang akan tinggal ke rumah orang tua Mili.

Dua minggu Mili tinggal di rumah mertuanya. Jujur dia merasa senang karena mertuanya memperlakukan dirinya dengan baik. Menganggap dirinya seperti putri mereka sendiri bukan sebagai menantu. Mili pun juga bersikap demikian. Dia menjadi menantu idaman di rumah mertuanya. Ingat dan jangan salah tangkap. Menantu idaman bukan istri idaman. Hubungannya dengan Mandala masih sama saja. Ribut, ribut, dan selalu ribut. Mungkin disitulah letak keindahan hubungan mereka.

Dua minggu berikutnya Mandala lah yang gantian menginap di rumah mertuanya. Tak sebesar rumah yang selama ini di tempatinya, tapi cukup nyamanlah baginya. Apalagi ukuran kamar yang harus di tempatinya. Sangat minimalis dengan ranjang yang sempit.

Bisakah dia berbagi ranjang dengan Mili bila ukurannya saja sekecil itu, pikirnya saat datang pertama kali kesana. Selama tinggal bersama orang tua, keduanya tidak mungkin pisah kamar. Apa kata mereka.

Ternyata rumah kecil, kamar kecil, apalagi ranjang yang kecil justru membawa berkah untuk Mandala. Disini dia bisa mencuri-curi pegang-pegang tubuh istrinya yang tidak bisa dilakukan di atas ranjangnya yang super besar. Walau akhirnya jika Mili marah, Mandala harus merasakan tendangan di pantatnya. Sialnya lagi kalau tendangan itu membuatnya sampai terjatuh.

"Jangan mencuri-curi kesempatan. Aku tahu kamu sengaja pegang-pegang aku!" Geram Mili saat ada tangan yang bergerilia di atas tubuhnya.

"Aku berpegangan karena takut jatuh

Lihatlah...ranjang mu sempit sekali!"

"Alasan saja....rasakan ini!!!" Mili geram melihat tingkah Mandala. Kemudian dia menendang tubuh Mandala ke samping dan...

Bruuukkkk...Mandala terjatuh.

"Miliiiii....!!!!"

Sebulan sudah mereka tinggal bergantian di rumah kedua orang tua mereka. Kini Mandala mengajak Mili ke rumah yang sudah di belinya beberapa saat lalu. Selama ini rumah itu baru direnovasi, setelah selesai Mandala segera memboyong istrinya kesana.

Rumah besar berlantai dua dengan halaman depan yang luas yang diperuntukkan untuk taman dan tempat bermain. Banyak tanaman dan bunga-bunga indah tumbuh di taman itu. Sangat indah. Mili suka rumah ini.

Mandala menatap rumah di hadapannya. Beberapa bulan yang lalu dia dan Kinan datang kesini. Kinanlah yang memilih rumah ini sebagai rumah masa depan mereka setelah menikah. Karena itulah Mandala membeli rumah ini. Tapi lihatlah...bukan Kinan yang berdiri di sampingnya saat ini. Bukan Kinan yang akhirnya ia nikahi. Bukan Kinan juga yang menempati rumah ini bersamanya. Tapi Emilia. Sekarang Mili lah istrinya. Dia lah yang akhirnya tinggal di rumah ini.

Haruskah ku ceritakan sejarah rumah ini? Tapi untuk apa? Semua sudah menjadi masa lalu, pikir Mandala.

"Nona Mili dan Tuan Mandala sudah datang ternyata. Sini biar Bibik yang bawakan tasnya!" Suara wanita paruh baya mendatangi tempat Mili dan Mandala berdiri.

"Bik Imah...Bibik disini!" Mili berseru senang. Bik Imah adalah pelayan di rumah mertuanya. Hanya dalam waktu dua minggu Mili sudah dekat dengannya.

"Iya Non, Bu Sinta yang menugaskan saya kemari!" Jelas Bik Imah.

"Mama memang yang terbaik!"

Bik Imah membawa barang-barang Mandala, sedangkan Mili membawa barangnya sendiri. Sejak dulu dia sudah terbiasa melakukan semuanya sendiri. Tidak banyak barang yang mereka bawa karena di rumah yang baru, Mandala sudah menyiapkan semuanya.

Bik Imah masuk ke kamar utama di lantai dua. Dia memasukkan barang-barang Mandala ke dalam kamar itu. Mili menghentikan langkahnya di depan pintu kamar utama. Mili ragu untuk memasukinya. Mili justru melihat sebuah kamar yang berada tepat di sebelah kamar utama.

Mili melangkahkan kakinya ke kamar itu. Di putar gagang pintu dan Kreek pintunya tidak dikunci. Pintu itu terbuka. Mili segera memasuki kamar itu dengan membawa tas berisi barang-barangnya.

Kini Mili berdiri di balkon kamar itu. Menghirup udara lepas yang berhembus melewati dirinya. Sungguh menyegarkan. Apalagi melihat indahnya bunga-bunga yang bermekaran di taman dari atas, itu sangat menakjubkan. Mili tersenyum bahagia.

"Kenapa kamu disini? Kamar kita di sebelah?" Suara itu mengagetkan Mili.

Mili menoleh sebentar sebelum kembali ke posisinya semula. Langkah kaki mendekat ke arahnya. Sekarang si pemilik kaki itu sudah berdiri tepat di sampingnya.

"Aku senang di kamar ini. Rumah ini sangat bagus!"

"Kamu suka?"

"Iya. Apa kamu yang memilih rumah ini?"

"Bukan aku, tapi orang lain lah yang memilihnya. Dia juga sangat menyukai rumah ini. Karena itu aku membeli rumah ini!"

"Sudah ku duga?"

"Apanya?"

"Bukan kamu yang memilih rumah ini. Selera mu tidak akan sebagus ini...hahaha... Bolehkah aku tidur di kamar ini? Mulai malam ini kita pisah kamar?"

"Kenapa?"

"Aku tidak ingin suatu hari nanti kita berdua khilaf dan melakukan hubungan suami istri. Aku takut itu terjadi!" Baru kali ini Mandala melihat Mili berbicara serius dengannya.

"Itu wajar kan kita sudah sah menjadi suami istri? Apa salahnya kita melakukan hubungan itu?" Mili menggeleng.

"Karena aku ingin melakukannya dengan orang yang aku cintai. Sedangkan kita menikah tanpa dasar cinta. Aku tahu kamu membenci ku. Cinta mu hanya untuk Kinan. Yakinkan dia dan kembalilah padanya. Aku juga akan mencari kebahagiaan ku sendiri setelah itu!"

***

Seperti biasa setiap pagi, Mili membuatkan secangkir teh yang akan dia letakkan di atas nakas tempat tidur Mandala. Itulah yang mertuanya ajarkan saat tinggal bersama dulu. Kini semua itu sudah menjadi kebiasaan untuknya.

Dulu mereka masih tidur sekamar tapi sekarang tidak lagi. Mili takut kamar Mandala di kunci. Kini Mili sudah berada di depan pintu kamar Mandala dengan membawa secangkir teh di tangannya. Dia ragu saat akan memasukinya.

Mili ingin mengetuk pintu itu lebih dulu tapi dia takut akan membangunkan tidur Mandala. Karena Mili tahu jam segini Mandala masih terpulas tidur. Akhirnya Mili memutuskan untuk langsung masuk saja. Kalau nyatanya pintu itu terkunci, dia bisa meletakkannya di meja makan.

Saat Mili ingin memegang gagang pintu, tiba-tiba pintu itu bergerak dan terbuka. Keduanya sama terkejutnya. Untung gelas yang dibawa Mili tidak sampai jatuh.

"Tumben jam segini sudah bangun?"

Mili berjalan ke dalam melewati tubuh itu begitu saja. Dia ingin segera meletakkan cangkir yang dibawanya.

"Hem...aku ada meeting pagi ini. Jadi harus berangkat lebih pagi."

"O...yaudah. Itu tehnya di minum dulu. Aku juga mau sia-siap!"

Mandala harus berbohong. Dia bukannya ada meeting pagi ini tapi sebenarnya dari semalam dia tidak bisa tidur. Entah apa yang membuatnya sulit tidur semalam. Apa karena tinggal di rumah baru, jadi masih asing untuknya? Atau apa karena kehilangan guling empuknya yang sudah sebulan ini menemaninya?

Setelah bersiap, keduanya sarapan bersama.

"Kenapa masih bekerja? Apa masih kurang uang yang ku berikan?"

"Aku sudah terbiasa bekerja keras. Aku tidak ingin hanya berdiam diri, duduk manis dapat uang dari mu!"

"Kalau begitu bekerjalah di perusahaan ku. Suami mu ini punya perusahaan tapi kamu malah bekerja untuk orang lain!"

Seperti inilah, selalu saja ada bahan yang akan mereka ributkan jika berdua.

"Aku sudah betah dengan pekerjaan ku yang sekarang!"

"Betah dengan pekerjaannya atau dengan atasannya yang hidung belang itu?"

"Hahaha....!!!" Mili tertawa menggoda. ''Jangan bilang kamu sedang mencemburui ku?"

"Hah...cemburu...jelas tidak mungkin!" Bagaimanapun Mandala tidak bisa mengakuinya. Egonya terlalu tinggi.

"Sekretaris ku jauh kebih cantik dari mu!" Lanjutnya.

"Bagus deh kalau begitu. Itu artinya tidak masalah aku tetap bekerja disana!"

Tak bisa berkata apapun untuk membalas ucapan Mili.

***

Siang ini Perusahaan Mili akan menemui klien mereka. Ini kerjasama mereka kedua kalinya. Kerja sama yang pertama berjalan lancar tapi entah untuk kerja sama yang sekarang.

Mili ragu saat memasuki sebuah perusahaan yang tak lain adalah perusahaan milik suaminya sendiri. Bagaimana pun dia seorang sekretaris yang akan ikut kemanapun atasannya itu pergi meeting. Seperti sekarang ini. Dia tidak bisa menolaknya.

Dulu saat pertama kali datang kesini untuk menawarkan kerja sama, Papa mertuanya lah yang menyambut atasan dan dirinya. Karena saat itu Papa Rama masih menjadi pimpinannya. Berbeda dengan sekarang. Karena sudah dua tahun ini Mandala yang memimpin perusahaan ini.

"Silahkan masuk Pak, Bu. Pak Mandala memerintahkan saya mengantarkan anda ke ruangannya!" Ucap seorang resepsionis di depan ruangan Mandala.

"Memangnya kemana Pak Mandalanya, mbak?" Tanya Mili.

"Beliau sedang meeting. Paling sebentar lagi selesai. Kalau begitu saya undur diri. Permisi!"

Mili melihat ruangan milik suaminya sendiri. Lebih besar dari milik bosnya. Desainnya pun sangat luar biasa.

"Kenapa? Kagum lihat ruangan milik suami mu sendiri!"

"Biasa saja Pak."

"Tak perlu berbohong. Kenapa kamu nggak bekerja dengan suami mu saja? Perusahaan ini jauh lebih besar dari perusahaan saya!"

"Bapak ingin memecat saya?"

"Tentu saja tidak. Susah sekali mendapatkan sekretaris yang cekatan seperti mu ini. Kenapa saya harus memecat mu?"

"Kalau begitu jangan meminta saya untuk pergi dan terus pertahankan saya di perusahaan Bapak!"

"Itu pasti."

Mili dan atasannya yang bernama Haris, mempelajari kembali berkas yang akan mereka ajukan. Mereka saling bertukar pikiran, duduk di sofa dengan posisi saling berdekatan. Haris atasan yang baik. Hanya berselisih lima tahun dari umur Mili. Dia juga tampan sayangnya sampai sekarang dia masih setia dengan kejombloannya.

Mandala yang baru masuk ke ruangannya diikuti oleh sekretarisnya, merasa geram melihat pemandangan yang menyambutnya. Bagaimana dia tidak geram melihat istrinya tertawa dengan pria lain. Dan satu lagi mereka duduk begitu dekat sekali.

"Ehem...!!!" Mandala berdeham. Melangkah mendekati dua orang yang sudah menunggunya.

Haris dan Mili berdiri. Haris mengulurkan tangannya saat Mandala sudah berdiri tegak di hadapannya. Sebuah meja panjang yang menjadi penyekatnya.

"Selamat siang Pak Mandala, senang bertemu dengan anda!"

"Selamat siang juga Pak Haris, sayangnya saya tidak senang melihat anda begitu mesra dengan istri saya!" Tekan Mandala.

Terpopuler

Comments

Potato Peach

Potato Peach

Sepertinya benar apa kata papa mandala klu sebenarnya rasa benci mandala k Mili krn rasa cinta yg tak tersampaikan, tinggal Mili nya nih yg gak tau sampai kapan menghindari Mandala.... semoga mereka d persatukan oleh cinta

2021-10-17

0

Berliana Paskalia

Berliana Paskalia

wkwkw

2021-08-04

0

Nursakinah

Nursakinah

uwuw udh ada yg cemburu nih

2021-07-24

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!