Satu Minggu setelah perjodohan
"Bu, aku menyetujui perjodohan ini."
"Beneran Ren?!"
"Ya. Maafkan aku, pernah mengecewakan ibu dan bapak. Dila memang bukan yang terbaik, tapi dulu aku tetap memaksa menikahinya. Aku tidak ingin Bulan menjadi korbannya."
"Ren, Ibu dan bapakmu sudah memaafkan masalah Dila. Ibu juga kasihan melihat Bulan."
"Bulan memang butuh sosok ibu. Kelihatannya, Ayana adalah seorang yang penyabar untuk anak."
"Bagus itu! Percayalah Ren... Hidup Bulan akan lebih lengkap."
...***...
Weekend adalah sesuatu yang ditunggu-tunggu. Hari Sabtu dan Minggu menjadi hari bahagia para pekerja. Tentu saja bagi para keluarga, karena waktu untuk bersama lebih banyak. Sayangnya, hari ini, Rendra amat sibuk. Walaupun ia tidak lembur, tapi ia membawa pekerjaannya di rumah. Sama seperti yang selalu dilakukannya dulu ketika belum menikahi Ayana. Karena baginya, Bulan butuh quality time dengan dirinya.
Ayana sibuk di dapur untuk menyiapkan makan siang. Ia memasak sendirian, sedangkan Rendra duduk di sofa ruang tamu sedang menyalakan laptopnya sambil mengawasi anak-anak. Pekerjaannya menumpuk. Seperti biasa, Aila dan Bulan bermain berlarian kesana kemari. Saat itu, mereka sedang bercanda. Rendra bisa melihat perbedaan Bulan saat ini. Bulan nampak lebih ceria. Selalu ada teman.
Rendra kembali fokus mengerjakan pekerjaan yang dibawanya ke rumah.
"Hati-hati sayang... Jangan lari-larian terlalu kencang!" Sesekali ia mengingatkan anak-anaknya agar tidak cidera saat bermain. Aila dan Bulan nampak tak mengindahkan kalimat ayah mereka. Mereka tetap saja keluar masuk kamar mereka dengan bermain saling tembak dan berlari kesana kemari. Rendra meminum teh yang disediakan Ayana, lalu kembali konsentrasi pada laptopnya. Ia kemudian beranjak dari duduknya dan meregangkan tulang belakangnya yang sedikit kaku, lalu ingin ke kamar mandi. Ia sekali lagi mengingatkan anak-anaknya untuk berhati-hati.
Rendra berjalan ke arah kamar mandi. Baru setengah perjalanan menuju kamar mandi... Prang! Suara gelas pecah terdengar begitu kerasnya. Rendra dan Ayana menengok ke asal suara itu. Ada Bulan yang tak sengaja menyenggol gelas teh minum Rendra yang ada di samping laptop. Rendra dan Ayana segera mendekatinya. Gelas yang masih berisi air teh itu, menumpahi laptop Rendra. Pikiran Rendra seketika menjadi tak jernih.
"Ya ampun! Bulan! Ayah kan sudah bilang kalau hati-hati!" Nada Rendra nampak meninggi. Rendra lalu menarik Bulan dengan sedikit kasar menjauhi laptopnya dan segera berusaha menyalakan laptopnya yang mendadak mati. Beberapa detik, ia tidak bisa melakukannya. "Laptop ayah sudah rusak kan?!" Kembali Rendra memandang putrinya yang masih terdiam kaku. Ia kelihatan marah sekali. Bulan dan Aila diam melihat Rendra berwajah merah. Mereka menghentikan permainan mereka. Bulan ingin menangis, tapi ia menahan air matanya. Ia memberikan ekspresi wajah ketakutan sekali.
"Sudah...sudah... Ayo Bulan sama Aila, bantu mama di dapur." Ucap Ayana yang menggiring anak-anak menjauhi Rendra. Sedangkan Rendra nampak stres karena laptopnya masih tidak bisa menyala.
"Pakai laptopku saja mas. " Tawar Ayana.
"Datanya bagaimana?" Tanya Rendra masih panik dan kebingungan.
"Hardisk-nya dilepas saja dulu. Nanti ditaruh di laptopku." Ucap Ayana memberi solusi.
"Aku keluar dulu. Aku akan mencopot hardisk-nya di tempat service laptop." Kata Rendra seraya membawa laptopnya dan keluar rumah dengan buru-buru. Berharap agar laptopnya bisa diselamatkan.
Ayana bisa mengerti Rendra marah seperti itu. Ia lalu membiarkan Rendra pergi dengan tanpa menawarinya makan siang terlebih dulu.
...****************...
Rendra memasuki rumah setelah dua jam pergi tadi. Ia nampak lemas saat membuka pintu rumahnya. Ayana yang menyadari bahwa Rendra sudah berada di dalam rumah segera mendekatinya.
"Bagaimana mas?" Tanya Ayana. "Hardisk-nya tidak bermasalah kan?"
Rendra mengangguk pelan. "Sepertinya, aku akan menggunakan laptopmu." Ujar Rendra dengan wajah lemas.
Ayana tersenyum sabar. "Iya mas. Aku masih belum ada deadline. Mas pakai saja."
Rendra tersenyum kecil sambil mengangguk.
"Terima kasih." Katanya pelan dengan nada lesu.
"Ayo makan dulu mas. Mas kan belum makan siang tadi?" Tawar Ayana yang masih merasa aneh melihat wajah Rendra yang masih nampak murung.
Rendra celingukan melihat keadaan sekitar.
"Dimana anak-anak?" Tanya Rendra.
"Anak-anak baru saja tidur. Waktunya tidur siang untuk mereka." Jawab Ayana lembut.
Rendra terdiam dan terlihat berpikir. Ayana masih memperhatikannya. "Aku akan menyiapkan makan dulu ya mas." Ucap Ayana yang kemudian pergi ke dapur.
Saat Ayana sudah menuju dapur, Rendra berjalan ke arah sofa dan meletakkan hardisk laptopnya di meja yang sudah bersih dari tumpahan teh tadi. Lalu, ia berjalan ke kamar anak-anaknya dan perlahan membuka pintu kamar mereka. Ayana dapat melihatnya saat menyiapkan makan siang. Rendra masuk dan mendekati Bulan. Ia berjongkok di dekat ranjang Bulan dan memandangi wajah putrinya yang terlelap dengan polosnya. Ada sesuatu yang berkecamuk dalam dadanya. Ia mengusap lembut rambut putrinya itu. Ayana yang juga ikut melongoknya tadi, berjalan pelan mendekati Rendra dan berdiri di belakang Rendra.
"Makanan-ya sudah siap mas." Ucap Ayana pelan agar tidak membangunkan anak-anak.
Rendra terdiam dan tidak menjawab apapun. Ia hanya melihat rupa Bulan yang terlelap. Sepertinya Ayana tahu apa yang Rangga rasakan. Ia pun ikut duduk berjongkok di sebelah Rendra.
"Mas?" Ayana memanggil sekali lagi Rendra dengan lembut. Rendra masih memperhatikan wajah Bulan.
"Apa yang aku lakukan?" Rendra seolah bertanya pada diri sendiri. "Kenapa aku harus semarah itu tadi?" Lanjutnya lirih. "Baru kali ini, aku melihat Bulan setakut itu melihatku." Ayana diam sejenak dengan terus melihat Rendra. Kemudian ia mengalihkan pandangannya ikut melihat Bulan.
"Dulu, Aila juga pernah mengalaminya. Bahkan untuk berbicara, menangis saja ia tidak berani." Ayana berbicara dengan pelan, berusaha menenangkan Rendra. "Percayalah mas, aku juga sering seperti itu pada Aila dulu." Kata Ayana lembut, lalu menoleh ke arah Rendra. "Aku bisa mengerti bagaimana rasanya. Mas Rendra tahu, solusinya sangat mudah." Rendra berpaling dari Bulan dan melihat ke arah Ayana dengan mengernyitkan keningnya. "Nanti, saat Bulan bangun, peluk Bulan dengan sepenuh hati. Katakan 'ayah minta maaf' dengan ungkapan yang amat tulus. Aku yakin, Bulan akan segera melupakannya." Kata Ayana dengan senyum manisnya meyakinkan Rendra. Rendra nampak masih berpikir. "Aku sudah menyiapkan makanannya di meja makan ya mas." Kata Ayana lagi, lalu ia beranjak pergi meninggalkan Rendra. Rendra masih bergeming. Ia kembali memperhatikan wajah putrinya, dan tersenyum. Lalu ia mengecup kening Bulan. Rendra berdiri dan meninggalkan Bulan. Ia keluar kamar anak-anak dengan perlahan. Saat ia keluar kamar, ia melihat Ayana kembali sibuk di dapur. Ayana sedang mencuci piring dan peralatan makan yang baru dipakainya dan anak-anak. Tanpa sadar, Rendra terus memandangi Ayana dan memperhatikannya. Kemudian ia tersenyum melihat istrinya.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Emma The@
Menarik kak.Semangat ya mari kita saling mendukung
2021-07-10
2
Lea Octa
saat kita panik emosi lebih menguasai pikiran makanya Rendra lepas kontrol jd ngebentak bulan
2021-06-26
1
Sonya Tansy
Cinta datang karena terbiasa..Lambat lain kalian pasti akan saling menyayangi ..hanya menunggu waktu ..😘
2021-06-17
3